MEDAN, KOMPAS.com - Penasehat hukum Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi, Iham Gultom, masih pikir-pikir terkait banding vonis Majelis Hakim terhadap kedua kliennya.
Akhirun, yang akrab disapa Kirun, divonis 2 tahun 6 bulan penjara, sementara Rayhan dijatuhi hukuman 2 tahun dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara.
"Pasti kita masih pikir-pikir, belum menerima," ungkap Iham usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (1/12/2025).
Sikap ini diambil karena pihaknya belum sepenuhnya memahami isi pertimbangan yang dibacakan oleh hakim.
Menurut Iham, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan terkait putusan tersebut.
"Kita mau diskusi dulu lebih dalam karena ada beberapa poin yang menurut kita harusnya bisa lebih clear. Kita belum memutuskan ya," kata Iham.
Ia juga menambahkan, hakim tidak membacakan pertimbangan dari awal, sehingga informasi yang ia butuhkan mungkin terdapat di halaman yang berbeda.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eko Wahyu Prayitno, menyampaikan bahwa mereka sebelumnya menuntut 3 tahun penjara untuk Kirun dan 2 tahun 6 bulan untuk Rayhan.
Eko mengungkapkan, pihaknya akan mempelajari putusan tersebut sebelum menentukan sikap, apakah akan menerima atau melakukan upaya hukum.
"Ya, itu akan kami pelajari dulu sebelum menentukan sikap," kata Eko singkat.
Sebelumnya, Khamozaro Waruwu, selaku ketua majelis hakim, menjatuhkan vonis yang berbeda kepada kedua terdakwa.
Selain pidana penjara, Khamozaro, yang didampingi hakim anggota Muhammad Yusafrihardi Girsang dan Fiktor Panjaitan, menjatuhkan pidana denda Rp150 juta kepada Akhirun.
Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Sementara itu, Rayhan dijatuhi denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan yang sama.
Sebelum menjatuhkan vonis, Yusafrihardi membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kedua terdakwa.
Menurutnya, hal yang memberatkan adalah para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan perbuatan mereka merusak tatanan persaingan yang kompetitif.
Hal yang meringankan, para terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, belum pernah dipenjara sebelumnya, dan Akhirun bersedia menjadi Justice Collaborator (JC) serta memiliki tanggungan untuk keberlangsungan kehidupan karyawannya.
"Para terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Terdakwa 2, Reyhan Dulasmi Piliang, masih duduk di bangku perkuliahan," ucap Yusafrihardi.
Kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kasus ini berawal dari dua operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 28 Juni 2025 terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara senilai total Rp 231,8 miliar.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, termasuk Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi sebagai Direktur Utama dari PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dan PT Rona Mora.
https://medan.kompas.com/read/2025/12/01/231124778/akhirun-piliang-divonis-25-tahun-penjara-kasus-korupsi-jalan-penasehat-hukum