Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulat Bulu Itu Berjatuhan seperti Hujan

Kompas.com, 2 April 2011, 01:12 WIB

PROBOLINGGO, KOMPAS.com — Kamis (31/3/2011) siang, Desa Tegalsiwalan, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, terlihat sepi. Yang mencolok adalah sebagian besar pohon mangga di wilayah itu meranggas, bahkan tidak sedikit yang benar-benar gundul karena daunnya dimangsa ulat bulu.

Kalau diperhatikan lebih saksama, yang terlihat adalah ribuan atau bahkan jutaan ulat bergelantungan di pohon-pohon itu. Mereka merambat, bahkan berjatuhan ke tanah. Kalau batang pohon diguncang angin, ulat bulu itu berjatuh seperti hujan. Saking banyaknya ulat bulu yang jatuh, seorang warga Tegalsiwalan sampai mendapatkan satu keranjang sampah ulat bulu yang disapu dari halaman rumahnya.

Yang lebih merepotkan, ulat bulu berwarna-warni itu juga masuk ke rumah. Menempel di dinding, atap, kursi, lantai, dipan, lemari, dan piring. "Baju yang digantung pun tak luput dirambati. Untungnya keluarga saya tahan dengan ulat-ulat ini sehingga tidak sakit gatal-gatal," kata Yono, warga Desa Tegalsiwalan.

Bagi yang tidak tahan kena bulu ulat bulu, kulit terasa panas, gatal, bentol-bentol, dan kemerah-merahan. Rasa gatal itu jika tidak diobati bisa bertahan berjam-jam. Biasanya warga yang kena segera mengolesi bagian yang terkena gatal dengan abu tungku dapur, air garam, dan bedak.  

"Tapi memang ulat bulu ini hanya makan daun mangga manalagi. Buktinya itu mangga arumanis juga selamat, tidak habis seperti jenis mangga manalagi," ujar Yono.

Kabupaten Probolinggo memang merupakan daerah produksi mangga terkemuka di Jawa Timur. Baik buah mangga maupun produk hilirnya, seperti keripik dan jus mangga, juga diekspor.

"Upaya kami untuk mencegah masuknya ulat-ulat itu ke dalam rumah paling hanya dengan mengoleskan oli di teras. Selebihnya, menunggu penyemprotan dari pemerintah. Untuk membakarnya atau mengasapi, kami tidak berani karena itu justru akan membuat ulat-ulat itu terusik dan menyerang ke dalam rumah," ungkap Untung (40), warga Desa Sumberbulu, Kecamatan Tegalsiwalan.

"Sebenarnya ulat bulu bukan hama primer. Mereka sudah biasa ada di sana. Namun, diduga, populasi pemangsa alami mereka, sejenis tawon, berkurang akibat terkena hujan hampir sepanjang tahun ini. Hal itu mengakibatkan populasi ulat bulu tidak terkontrol dan menjadi hama pengganggu," papar Kepala Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Toto Himawan.

Menurut Toto, ada dugaan bahwa sejumlah ngengat yang akhirnya menetas menjadi ulat-ulat ini bermigrasi dari wilayah selatan Kabupaten Probolinggo. Terbukti, kecamatan yang terkena serangan ulat bulu ini rata-rata masih berada di wilayah selatan Probolinggo.

Dengan melihat kondisi itu, ada kemungkinan bahwa ulat bulu ini pun bisa bermigrasi ke tempat lain jika tidak ditangani dengan baik. "Sementara ini, penyemprotan obat adalah cara efektif untuk mengurangi populasi ulat," kata Toto.

Meski hingga kini jumlah kerugian akibat serangan hama ulat bulu ini belum terdata, setidaknya sudah ada ribuan batang pohon mangga di lima kecamatan yang daunnya rusak dimakan ulat-ulat ini. Tidak terhitung pula jumlah warga yang mengalami gatal-gatal karena terkena ulat bulu. Belum lagi sekolah yang terpaksa diliburkan untuk menghindarkan siswa terkena serangan ulat bulu. Sejumlah keluarga pun mengungsikan bayinya ke daerah lain yang aman dari serangan bulu.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


    Terkini Lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
    QR Code Kompas.com
    Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Komentar di Artikel Lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Apresiasi Spesial
    Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
    Kolom ini tidak boleh kosong.
    Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
    Apresiasi Spesial
    Syarat dan ketentuan
    1. Definisi
      • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
      • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
    2. Penggunaan kontribusi
      • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
      • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
    3. Pesan & Komentar
      • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
      • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
      • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
    4. Hak & Batasan
      • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
      • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
      • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
    5. Privasi & Data
      • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
      • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
    6. Pernyataan
      • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
    7. Batasan tanggung jawab
      • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
      • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
    Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
    Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
    Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
    Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau