MEDAN, KOMPAS.com- Kesultanan Deli adalah kerajaan Islam yang berdiri di Tanah Deli, wilayahnya sekarang berada di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara.
Meski tidak masuk dalam struktur pemerintahan, Kesultanan Deli masih ada.
Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam yang berusia muda memimpin Puak Melayu Deli dari singgasananya di Istana Maimun.
Para sultan, kerabat kerajaan dan kaum bangsawan, punya kain yang biasa mereka kenakan sehari-hari atau acara tertentu, namanya songket.
Baca juga: Macam-macam Kain Tenun, dari Songket Minang, Ulos, hingga Tenun Toraja
Tenun tradisional khas Suku Melayu yang mahal dan mewah, rakyat jelata tak mungkin memilikinya.
Masuk ke dalam keluarga brokat, songket ditenun dengan tangan menggunakan benang emas, perak dan benang logam untuk memunculkan kilau yang berpendar.
Songket seperti alat penyampai pesan untuk khalayak. Corak, warna dan cara mengenakan, adalah simbol-simbol dan identitas pemiliknya.
Sultan selalu memakai songket kuning dengan benang emas, lambang kemegahan dan kejayaan.
Benang diimpor dari China atau India. Ada pula yang ditenun dengan benang ulat sutera.
Baca juga: Melihat Keindahan Seribu Rumah Gadang dari Puncak Songket Solok Selatan
Bahan baku yang mahal dan fungsinya yang penting, kain yang dulu hanya ditenun anak dara ini, pembuatannya dipusatkan di istana.
Zaman berubah, banyak yang punah. Sisa-sisa peninggalan, banyak yang dibiarkan rusak di makan waktu, jadi kenangan saja, atau dilestarikan dengan pembaharuan yang mengikuti era.
Mereka yang terpanggil, ingin meninggalkan sejarah baru. Salah satunya Tengku Syarfina, dia mendirikan Yayasan Khazanah warisan Melayu Deli pada April 2014, untuk menjaga warisan leluhurnya tidak hilang di makan zaman.
Fani, begitu dia biasa dipanggil, pada 2016 melahirkan merek dagang IR & IR Songket Deli. Brand berbasis sociopreneur, merevitalisasi, memproduksi dan melakukan inovasi kriya.
Songket tetap ditenun ala tradisi oleh perempuan-perempuan sabar dan ulet di Jalan Kutilang Nomor 2, Kelurahan Bandar Khalipah, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deliserdang.
Baca juga: Mengenal Tenun Suku Sasak dalam Museum Mini di Desa Sukarara Lombok Tengah
Fani adalah lulusan animasi Universitas Bina Nusantara. Produksi CV IR Kriya Melayu mengombinasikan tradisional dan modern.
Dua tahun menjadi animator freelance menjadi bekal munculnya produk-produk indah yang kental nilai budaya, filosofi dan layak dibanggakan.
Ratusan motif dihasilkan, paling diminati: anggrek bulan, balong ayam, tampuk gelugor, bunga kopi, daun tembakau, jagung, ulam raja, Istana Maimun dan Tirtanadi.
Anak ketiga dari empat bersaudara yang bercita-cita menjadi animator film ini, adalah orang yang membuka program Desa Sejahtera Astra (DSA) untuk Songket Deli di Bandar Khalipah.
Membuka lapangan kerja masyarakat sekitar tanpa membedakan usia, menjadi penenun dengan upah tinggi.
Jauh dari penghasilan membersihkan sarang walet yang menjadi tambahan penghasilan kaum ibu di desa yang berjarak sekitar 20-an kilometer dari pusat Kota Medan ini.
"Awalnya di 2017, menang program Astra bidang wirausaha untuk wilayah Sumut. Terus, 2019 dipercaya Astra mengelola dana CSR di program DSA. Sampai hari ini berjalan, kita sudah punya delapan mesin tenun," kata Fani kepada Kompas.com, November 2022.
Baca juga: Cerita di Balik Tenun Ikat Kediri, Kain yang Pernah Dipakai Song Kang hingga Presiden Jokowi
Enam desa bergabung dalam program ini: Desa Bandar Klippa, Bandar Khalipah, Sei Rotan, Bandar Setia, Tembung dan Percutseituan.
Pada 2022 ini, bertambah satu program yaitu pelatihan khusus penenun cilik.
Menjadi ruang kreasi milenial dan Gen Z menyalurkan bakat dan kesenangan, lahir motif-motif kekinian seperti kaktus, kupu-kupu, bunga sakura dan lainnya.
“Kita berdayakan teman-teman yang sudah terlatih untuk bekerja sama. Sekarang, ada lima penenun muda, masih SMP. Usaha ini untuk saya sendiri, tapi untuk banyak orang,” katanya.
Novi, perempuan yang sudah delapan tahun bergabung dengan CV IR Kriya Melayu sebagai marketing menambahkan, keinginan menyejahterakan perempuan lewat tenun dan menjaga warisan suku bukan hal mudah.
Mereka memulainya dari mengubah pola pikir bahwa memintal sehelai demi sehelai benang menjadi kain, mewarnainya, menghiasinya dengan corak, tidak sukar jika mau belajar.
Yuni, penenun senior membenarkan ucapan Novi. Lahir dari keluarga penenun di Batubara, ibu tiga anak ini, menambah pundi-pundi keluarganya dari songket.
Setiap bulan, dia bisa mengantongi upah Rp 3 juta-an lebih.
“Tujuh tahun bergabung di sini, Alhamdulillah, ekonomi keluarga terbantu. Semoga ke depan, semakin banyak orang yang mencintai songket Deli. Anak-anak mudanya mau belajar menenun,” ucapnya.
Baca juga: Tenun Karya Siswa SMA di Buleleng Bakal Dipamerkan di KTT G20
Kembali ke Novi, ditanya makna dari motif-motif yang menghiasi kain berwarna-warni. Dia menjelaskan, anggrek bulan adalah simbol kemewahan, rasa cinta dan keindahan.
Untuk kain berukuran 200 x 100 sentimeter, berbahan dasar polyster rayon dengan pewarna sintetis, waktu pengerjaannya sampai dua-tiga minggu.
"Harganya mulai Rp 1,2 juta sampai Rp 1,5 juta," ucapnya tersenyum.
Motif balong ayam terinspirasi dari bunga Celosia Cristata yang sangat familiar bagi orang Melayu zaman dahulu karena banyak tumbuh di halaman rumah dan berkhasiat untuk kesehatan.
Tampuk gelugor terinspirasi dari bentuk buah gelugur yang banyak tumbuh di Tanah Deli, biasanya dikreasikan orang Melayu menjadi manisan.
Motif bunga kopi dari bentuk bunga kopi yang menjadi salah satu tanaman unggulan yang tumbuh di Tanah Deli.
"Banyak diekspor ke luar Sumatera melalui jalur perdagangan yang diciptakan Inggris dan Belanda di tanah semenanjung. Sama seperti tembakau, kopi juga memberikan kontribusi pada pembangunan di Tanah Deli," imbuhnya.
Baca juga: Ubah Limbah Plastik Menjadi Tenun, Dikko Jual Produknya ke Seluruh Indonesia
Motif daun tembakau datang dari bentuk daun tembakau Deli yang terkenal sampai hari ini. Komoditi unggulan ini terbaik di dunia, digunakan untuk membungkus cerutu.
Motif ini menjadi simbol kemakmuran dan kejayaan. Sedangkan daun kenikir (Cosmos caudatus), biasa disebut orang Melayu sebagai ulam raja. Menjadi ulam (lalapan) raja karena mengandung banyak khasiat terutama kesehatan darah.
"Motif Istana Maimun dan Tirtanadi, terinspirasi dari istana yang menjadi rumah sultan, sedangkan Tirtanadi adalah ikon Kota Medan," kata Novi.
Rata-rata, untuk kain berbahan dasar polyster rayon yang menggunakan pewarna sintetis berukuran 200 x 100 sentimeter, waktu pengerjaannya dua sampai tiga minggu.
Harganya dimulai dari Rp 500.000-an sampai Rp 1,9 juta-an. Meski sempat terdampak pandemi Covid-19, produksi IR & IR Songket Deli dalam sebulan bisa sampai 100 helai lebih.
Soal motif, tidak lagi digambar dengan tangan. Fani menggunakan digital desain sebagai panduan penenun.
Corak-corak legendaris seperti pucuk rebung, rumput raja, limau sekupang dan lembayung raja direproduksi ulang menjadi lebih apik.
Baca juga: Cerita Perajin Tenun Asal Kediri 2 Kali Bertemu Jokowi: Kemarin Beliau Pakai Kain Saya
Calon pembeli juga bisa memilih motif dan warna sesuai keinginannya. Teknologi membuat pekerjaan para penenun lebih efisien, mengurangi risiko kesalahan pula.
Pasar Songket Deli tak lagi Indonesia, sudah luar negeri. Peminatnya tak hanya kaum tua, para milinial pun suka. Mulai kelas masyarakat biasa, sampai pejabat punya nama.
“Sekarang, orang sudah tahu, songket Deli. Dulu yang dikenal cuma songet Batubara dan Palembang saja. Semoga semakin dikenal, banggalah menjadi generasi muda yang menjunjung adat dan warisan leluhur karena kita hidup dari sejarah,” kata perempuan berkacamata sambil memberi senyum bersahabat.
Di lain tempat, saat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Sumut 2023 di Santika Premiere Dyandra Hotel and Convention Hall Medan.
Baca juga: Hindari Klaim Negara Lain, Wagub NTT Minta Kain Tenun Didaftarkan ke Kemenkumham
Penenun Uis Gara dan Songket Deli mencuri perhatian Ketua TPPKK Sumut Nawal Lubis. Dia langsung berbincang dengan penenun dan membeli beberapa kain songket.
"Kita harus mendukung produk UMKM dan produk kreatif. Harus bangga punya banyak jenis kain tenun yang luar biasa," kata Nawal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.