MEDAN, KOMPAS.com - Pengalaman tidak mengenakkan dialami Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amir Arief, saat berada di Kota Medan, Sumatera Utara.
Amir menjadi korban pungutan liar (pungli) oleh oknum lurah di Medan.
Amir mengatakan, peristiwa itu terjadi pada 2021 saat dia pulang ke kampung halamannya di Medan untuk mengurus surat keterangan kematian ibunya pada 2021.
Baca juga: Curhatan Ibu di Jaksel yang Kena Pungli Sekolah untuk Buka Blokir KJP
“Hari ketiga setelah pemakaman, saya mau urus surat keterangan kematian ke lurah Kota Medan,” ujar Amir saat menjadi pembicara Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Kemensetneg, Senin (27/3/2023), dikutip dari akun YouTube Kemensetneg.
Amir ditemani adiknya ke kantor lurah dan tiba sekira pukul 11.00 WIB. Saat itu kondisi kantor tampak sepi.
“Cuma ada dua orang, satu satpamnya jaga pakai kaus sekuriti, satunya lagi (ada) ibu tukang ketik,” ujar Amir.
Amir lalu menjelaskan keperluannya kepada seorang pegawai wanita. Pegawai itu selanjutnya menyuruh Amir menunggu lurah yang belum datang. Ada sekitar empat jam Amir menunggu.
“Saya tunggulah jam 12.00 WIB, enggak datang, jam 13.00 WIB saya makan di warung dulu, dia enggak datang juga. Baru datang lurah jam 15.00 WIB,” kata Amir.
Kemudian, pegawai tersebut menyuruh Amir untuk langsung meminta tanda tangan ke lurah tersebut dan tidak melalui para pegawai.
“Tukang ketik ngomong ke saya, ‘Kalau ngurus surat kayak gini, minta tanda tangan jangan kami, yang ngurus Abang sendiri yang masuk ke ruangan lurah',” ujar Amir menirukan ucapan pegawai itu.
Amir lantas menyuruh adiknya menjumpai lurah tersebut.
“Cepat aja tanda tangannya, 5 menit jadi tanda tangan. (Tetapi) adik saya baru beranjak dari kursi, lurahnya setengah teriak, ‘Bang, kok gitu aja, Bang’. Bisa tahu artinya apa? Minta surat minta tanda tangan, enggak boleh cuma gitu aja,” ujar Amir.
Amir ketika itu menduga sang lurah ingin meminta uang ke adiknya. Dia lalu mengonfirmasi ke pegawai yang sebelumnya dia jumpai.
“Saya tanya ke tukang ketik, 'Emangnya kalau Bu Lurah itu, surat kayak gitu kasih berapa? Ah, kasih aja, masukkan lacinya itu. Kami pun enggak dikasih? Saya tanya berapa? Rp 20.000,” ujar Amir.
Namun, Amir tidak menjelaskan apakah dirinya jadi memberikan uang kepada lurah tersebut.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.