Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Timur Sumut Hilang, Masa Depan Laut Terancam (Bagian 1)

Kompas.com - 12/09/2023, 17:48 WIB
Dewantoro,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Kerusakan hutan mangrove di Sumatera Utara mengancam kehidupan nelayan tradisional dan lingkungan pesisir.

Hutan mangrove di Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara perlahan berubah menjadi area pertambakan, kebun kelapa sawit, dan dialihkan menjadi area pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Nelayan tradisional gigit jari setelah ratusan hektare hutan mangrove lenyap.

Baca juga: Di KTT G20, Jokowi Paparkan Upaya Indonesia Turunkan Emisi Karbon dan Restorasi Mangrove

Sebagian besar masyarakat di desa ini dulunya adalah nelayan. Hasil tangkapan merupakan sumber penghidupan masyarakat.

Seiring waktu, kehidupan nelayan tradisional semakin sulit karena alih fungsi hutan mangrove.

Tak sedikit nelayan tradisional yang beralih profesi menjadi buruh bangunan. Selebihnya, pasrah dengan keadaan.

Pantauan di lapangan, hutan mangrove di sekitar desa ini terlihat masih dalam kondisi baik dari luar.

Namun saat masuk ke dalam, ternyata hutan mangrove sudah terbuka, pohon ditebangi untuk lahan tambak dan kelapa sawit. Ada pula yang diduga untuk dijadikan kawasan wisata mangrove.

Kepala Kelompok Kerja Rehabilitasi Mangrove (Pokja RM) Wilayah Sumatera, Giri Suryanta mengatakan, selama ini yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove di antaranya peralihan fungsi menjadi tambak, perkebunan, dan perambahan.

Dilihat dari target indikatif percepatan rehabilitasi mangrove (PRM), hutan mangrove Sumatera Utara selaus 57.490 hektar sedangkan luas hutan mangrove potensial atau yang rusak seluas 29.417 hektar.

Tahun 2022, provinsi ini punya target rehabilitasi seluas 13.357 Hektar namun baru terealisasi 373 Hektar.

Giri mengatakan, dalam pemetaan, istilah eksisting untuk menunjukkan kawasan mangrove yang masih ada vegetasinya baik rapat, sedang maupun jarang.

"Sementara tipologi potensial, itu kawasan yang sudah tidak ada mangrovenya dan wujud penggunaannya sudah beralih fungsi misalnya tambak, tanah terbuka, pemukiman, dan lain sebagainya. Jadi mangrove mengalami kerusakan, terabrasi. Itu kita kategorikan potensial mangrove," katanya.

Pengambilan kayu bakau untuk dapur arang terjadi di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Perambahan merupakan salah satu ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir pantai timur Sumatera.KOMPAS.COM/DEWANTORO Pengambilan kayu bakau untuk dapur arang terjadi di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Perambahan merupakan salah satu ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir pantai timur Sumatera.

Selama ini, memang program rehabilitasi mangrove dianggarkan dari APBN. Namun Giri meyakini, anggaran tidak akan cukup untuk merehabilitasi hutan seluas 13.357 hektar.

"Kita yakin, itu nggak cukup seluruhnya dengan APBN. Kita tidak menutup diri dengan sumber pendanaan lain non APBN. Ini sedang di-arrange untuk dana asing, dari Bank Dunia, yang akan masuk sedang proses," katanya.

Baca juga: QNET dan Kodim 1611 Badung Lanjutkan Upaya Pelestarian Hutan Mangrove di Bali

Giri menambahkan, Sumatera Utara termasuk dalam 9 provinsi yang menjadi prioritas rehabilitasi mangrove bersama dengan Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat yang difasilitasi Badan Rehabilitasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Untuk diketahui, Pokja RM bertanggung jawab untuk mengelola dan merehabilitasi ekosistem mangrove di Indonesia.

Pokja rehabilitasi mangrove terdiri dari berbagai instansi pemerintah, lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat pesisir yang berkepentingan dengan konservasi dan restorasi mangrove di bawah koordinasi BRGM.

Pakar tropical ecology and biodiversity conservation, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Onrizal., PhD mengatakan, berbicara deforestasi mangrove bisa dimulai dari massifnya usaha pertambakan udang dan ikan pada tahun 1970-an. Usaha pertambakan udang dan ikan itu mulai meredup seiring munculnya penyakit/hama dan sulit dikendalikan bahkan hingga kini.KOMPAS.COM/DEWANTORO Pakar tropical ecology and biodiversity conservation, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Onrizal., PhD mengatakan, berbicara deforestasi mangrove bisa dimulai dari massifnya usaha pertambakan udang dan ikan pada tahun 1970-an. Usaha pertambakan udang dan ikan itu mulai meredup seiring munculnya penyakit/hama dan sulit dikendalikan bahkan hingga kini.

Soal deforestasi mangrove

Beberapa waktu lalu, saat diwawancara di Medan, pakar tropical ecology and biodiversity conservation, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Onrizal., PhD mengatakan, berbicara deforestasi mangrove bisa dimulai dari massifnya usaha pertambakan udang dan ikan pada tahun 1970-an.

Usaha pertambakan udang dan ikan itu mulai meredup seiring munculnya penyakit/hama dan sulit dikendalikan bahkan hingga kini.

"Nah setelah tambak, yang menjadi penyebab deforestasi di hutan mangrove ini adalah perkebunan kelapa sawit. Kita bisa lihat sendiri di Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai sampai Labuhanbatu, yang dulunya tambak berubah jadi sawit. Ada juga yang dulunya hutan mangrove, dibabat jadi kebun sawit. Tekanan lainnya adalah arang bakau," katanya.

Onrizal sudah banyak menulis hasil penelitian tentang mangrove selama bertahun-tahun.

Fungsi hutan mangrove sangat banyak dan manfaatnya dirasakan tak hanya manusia tetapi juga bagi keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.

Banyak biota yang hidupnya tergantung pada kualitas mangrove. Secara ekologis, mangrove ini menjadi pelindung pantai dari abrasi, kemudian menjadi habitat berbagai jenis hewan, serta tempat hidup atau habitat bagi banyak tumbuhan atau flora.

"Kalau rusak, maka kerugian yang dialami tidak bisa dihitung. Dan kita sudah melihat kerusakan itu di mana-mana, siapa yang paling merasakan kerugian, tak hanya nelayan tradisional dan masyarakat sekitar, kita semua pun rugi besar. 2/3 biota perairan itu hidupnya tergantung pada kualitass mangrove," katanya.

Ada beberapa hal penting yang menurutnya harus segera dilakukan. Pertama, hutan mangrove yang tersisa harus dipertahankan dan diperluas. Laju deforestasi harus dihentikan. Pemulihan juga harus dilakukan secara terintegrasi.

Berbagai kajian juga masih harus dilakukan begitu juga dengan kampanye pengelolaan mangrove secara berkelanjutan.

"Kalau tidak dilakukan, tidak lama lagi kita akan semakin banyak kehilangan. Yang tersisa tinggal sedikit dan kritis," katanya.

Sazali Sinaga (62), nelayan tradisional di Desa Sei Siurm Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat yng merugi akibat alih fungsi hutan mangrove. Menurutnya, pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit berpengaruh pada hasil tangkapannya yang semakin menurun.KOMPAS.com/DEWANTORO Sazali Sinaga (62), nelayan tradisional di Desa Sei Siurm Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat yng merugi akibat alih fungsi hutan mangrove. Menurutnya, pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit berpengaruh pada hasil tangkapannya yang semakin menurun.

Nelayan kehilangan tangkapan

Di Desa Sei Siur, seorang nelayan tradisional, Sazali Sinaga (62) berdiri di pinggir alur pasang sambil menyusun bambu kecil di perahunya. Nasi plus lauk ikan sambal, satu termos kecil air panas dan kopi serta gula sudah tersedia untuk bermalam di laut.

Hanya 15 menit dia sempat berada di rumahnya. Sebagian besar waktunya terpaksa dia habiskan di atas perahunya untuk mencari udang, kepiting, ikan yang semakin sulit didapat. Laut semakin tidak ada harapan.

Saat itu Sazali baru tiba di perahu setelah sejenak menjejakkan kaki di rumah menemui istri untuk menyerahkan hasil tangkapan yang sedikit. Bambu-bambu itu untuk jebakan udang yang dipasang saat air pasang.

Faktor usia dan tiadanya mesin di perahu membuatnya hanya bisa melipir di pinggiran. Beberapa tahun terakhir, hasil tangkapannya semakin menurun.

"Hanya 15 menit di rumah selebihnya di laut. Nggak gitu, nggak cukup lah. Sehari semalam aja dapatnya hanya Rp 125 ribuan," katanya.

Dia membandingkan kondisinya beberapa waktu lalu. Tanpa harus menghabiskan waktu sepanjang hari di laut dia bisa mendapatkan Rp 300.000-an dari menjual tangkapan ikan, udang dan kepiting.

Dedi, dulunya nelayan tradisional di Pangkalan Susu. Dari hasil laut dulunya dia mendapatkan hasil Rp 800 ribu per hari. Selama beberapa tahun terakhir dia beralih profesi menjadi buruh bangunan.KOMPAS.COM/DEWANTORO Dedi, dulunya nelayan tradisional di Pangkalan Susu. Dari hasil laut dulunya dia mendapatkan hasil Rp 800 ribu per hari. Selama beberapa tahun terakhir dia beralih profesi menjadi buruh bangunan.

Situasinya semakin berubah setelah adanya tambak dan kelapa sawit. Dengan umurnya yang sudah tua dia berharap kepada orang yang lebih muda untuk menyuarakan aspirasi agar ada perhatian lebih terhadap nelayan tradisional seperti dirinya.

"Wak ini sudah tua, umur entah berapa hari lagi. Jadi kalianlah yang muda, uruslah itu (masalah tambak dan sawit), kata dia udah nanti aku ke kantor desa kubilangkan sama kepala desa, hanya gitu aja," katanya.

Sementara warga lain bernama Dedi, dulunya adalah nelayan tradisional. Dia terpaksa beralih profesi menjadi buruh bangunan di Aceh karena hasil tangkapan ikan, udang, kepiting anjlok.

Dia menduga berkurangnya hasil tangkapan tidak lepas dari adanya pembangkit listrik tenaga uap yang beroperasi tak jauh dari wilayah tangkap nelayan tradisional.

Sazali Sinaga di atas perahunya menyusun batang-batang kayu. Dia mengaku hanya 15 menit di rumah dan selebihnya selama satu harian berada di atas perahu mencari ikan, udang, kepiting di perairan Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Menurutnya, pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit berpengaruh pada hasil tangkapannya yang semakin menurun.KOMPAS.COM/DEWANTORO Sazali Sinaga di atas perahunya menyusun batang-batang kayu. Dia mengaku hanya 15 menit di rumah dan selebihnya selama satu harian berada di atas perahu mencari ikan, udang, kepiting di perairan Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Menurutnya, pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit berpengaruh pada hasil tangkapannya yang semakin menurun.

"Dulu penghasilan saya alhamdulillah bisa mencukupi untuk dua keluarga saya sama anggota saya kenek lah seperti itu. Jadi semenjak adanya bangunan PLTU, kami ini nelayan kecil ini hancur. Penghasilan kami habis," katanya.

Sebagai nelayan tradisional, dalam satu hari dia dua kali berangkat. Dari pergi pagi pulang menjelang siang, kemudian usai makan siang hingga sore. Dalam sehari, penghasilannya mencapai Rp 1 juta, yang mana Rp 200 ribu diberikan kepada kenek-nya.

"Itu paling sedikit. Sekarang enggak usah kan kita Rp 800 ribu, dapat Rp 50.000 aja udah alhamdulillah. Nnggak usah untuk gaji kenek, untuk kehidupan keluarga sendiri saja gak cukup," katanya.

Baca juga: 60.000 Hektare Lahan Mangrove Sulawesi Selatan Berpotensi Masuk Perdagangan Karbon Dunia

Selama 7 tahun terakhir, dia sudah beralih menjadi buruh bangunan. Lokasi bekerja tak hanya di Medan, Langkat, tetapi sampai ke Aceh. Dia mengaku rindu menjadi nelayan karena dilahirkan dari keluarga yang hidup dari hasil laut. Namun kondisi sekarang memaksanya harus menjadi buruh bangunan, meninggalkan keluarganya selama berbulan-bulan dengan penghasilan yang tidak lebih tinggi dari menjadi nelayan saat itu.

"Saya rindu sekali menjadi nelayan. Bahkan sudah beli usaha (perahu), harganya puluhan juta. Sia-sia karena tangkapannya nggak ada. Sejak tidak jadi nelayan, beralih profesi menjadi kuli bangunan, saya merantau meninggalkan anak istri karena saya memang sudah tak sanggup lagi di Pangkalan Susu ini menjadi nelayan," pungkas dia.

Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund - Pulitzer Center.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mantan Wagub Sumut Ambil Formulir Cagub di Partai Gerindra

Mantan Wagub Sumut Ambil Formulir Cagub di Partai Gerindra

Medan
Sopir Diduga Ngantuk, Bus Tabrak 2 Pejalan Kaki hingga Tewas di Toba

Sopir Diduga Ngantuk, Bus Tabrak 2 Pejalan Kaki hingga Tewas di Toba

Medan
Pantai Pondok Permai di Sumut: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Pantai Pondok Permai di Sumut: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Medan
Videonya Viral, Bidan Rumah Sakit di Medan yang Remehkan Pasien Dipecat

Videonya Viral, Bidan Rumah Sakit di Medan yang Remehkan Pasien Dipecat

Medan
Disentil Bobby, Anggota Dishub Medan Cabut Laporan Polisi terhadap Pedagang Martabak

Disentil Bobby, Anggota Dishub Medan Cabut Laporan Polisi terhadap Pedagang Martabak

Medan
Pakai Spektrometer, 5 Hektar Ladang Ganja Ditemukan di Sumut

Pakai Spektrometer, 5 Hektar Ladang Ganja Ditemukan di Sumut

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Jumat 17 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Jumat 17 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Medan
Maju Pilkada Sumut, Edy Rahmayadi Daftar ke 8 Partai, Terakhir Hanura

Maju Pilkada Sumut, Edy Rahmayadi Daftar ke 8 Partai, Terakhir Hanura

Medan
Petugas Dishub Medan Polisikan Pedagang Martabak, Bobby Minta Laporan Dicabut

Petugas Dishub Medan Polisikan Pedagang Martabak, Bobby Minta Laporan Dicabut

Medan
Paman Bobby Nasution Ingin Jadi Bacalon Wali Kota Medan lewat PDI-P

Paman Bobby Nasution Ingin Jadi Bacalon Wali Kota Medan lewat PDI-P

Medan
Edy Rahmayadi Daftar Bacalon Gubernur Sumut ke PAN, meski Zulhas Dukung Bobby

Edy Rahmayadi Daftar Bacalon Gubernur Sumut ke PAN, meski Zulhas Dukung Bobby

Medan
Kronologi Tabung Elpiji Meledak di Medan, Terdengar Suara seperti Bom

Kronologi Tabung Elpiji Meledak di Medan, Terdengar Suara seperti Bom

Medan
Bayar Listrik Tiap Bulan, KWh Meter Pedagang Martabak di Medan Dicabut PLN Usai Video Pemalakan Viral

Bayar Listrik Tiap Bulan, KWh Meter Pedagang Martabak di Medan Dicabut PLN Usai Video Pemalakan Viral

Medan
Dipolisikan Usai Diduga Dipalak Petugas Dishub Medan, Pedagang Martabak Pasrah

Dipolisikan Usai Diduga Dipalak Petugas Dishub Medan, Pedagang Martabak Pasrah

Medan
PLN Cabut Aliran Listrik Pedagang Martabak yang Diduga Dipalak Petugas Dishub Medan

PLN Cabut Aliran Listrik Pedagang Martabak yang Diduga Dipalak Petugas Dishub Medan

Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com