MEDAN, KOMPAS.com - Masa kepemimpinan Edy Rahmayadi sudah berakhir. Pengamat menilai masih banyak pekerjaan rumah (pr) yang harus diselesaikan pejabat yang menggantikan. Namun, Sumatera Utara punya potensi untuk reborn.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik dan sosial sari Universitas Medan Area (UMA), Dadang Darmawan Pasaribu.
Dia menyampaikan beberapa catatan tentang Edy Rahmayadi.
Baca juga: Bagaimana Pendidikan di Sumut 5 Tahun Dipimpin Gubernur Edy Rahmayadi?
Pertama dari sisi pembangunan, sepanjang Edy Rahmayadi menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, menurutnya tidak ada yang begitu menonjol. Kemudian dari sisi karakter, banyak hal-hal yang sifatnya dinamis.
"Banyak hal-hal kontroversial atas pernyataan-pernyataannya, kadang itu mengganggu hubungan masyarakat dengan gubernur," katanya dihubungi melalui telepon Rabu (6/9/2023) sore.
Namun di sisi lain, lanjut Dadang, salah satu prestasinya adalah keberhasilannya menetralisir situasi politik di tengah badai pandemi Covid-19, kemudian situasi politik menuju 2024.
"Selebihnya menurut saya tidak ada hal-hal yang sangat menonjol yang bisa dirasakan atau bisa meyakinkan bagi masyarakat Sumatera Utara," katanya.
Dia menilai, penjabat Gubernur Sumatera Utara saat ini, Hassanudin memiliki banyak PR untuk meneruskan kebijakan sebelumnya, dan tantangannya menjadikannya lebih baik.
"Mudah-mudahan kita bisa melihat fakta-fakta kebijakan yang bisa dia implementasikan. Kita tahu ini tidak mudah, apalagi Sumatera Utara yang menjadi salah satu barometer bagi semua kekuatan politik termasuk capres cawapres," katanya.
Dadang pun mengungkapkan, ada perbedaan antara pejabat yang diangkat dari pemilihan dengan pengangkatan.
Namun melihat lama waktu Hassanudin akan menjabat, menurut Dadang, Hasanuddin memiliki kewenangan lebih luas dibandingkan penjabat atau pelaksana tugas lainnya.
Melihat latar belakang Hassanudin bukan orang baru di Sumatera Utara karena pernah menjabat sebagai Pangdam I/BB, Dadang menilai, dia sudah memahami karakter masyarakat di Sumatera Utara.
"Tentunya dia paham konfigurasi elite-nya situasi sosial politik di Sumatera Utara itu memudahkan dia bekerja hari ini. Saya kira tidak ada waktu luang sebetulnya karena PR-nya banyak sekali," katanya.
Dadang menambahkan, di Sumatera Utara ada masalah seperti pertanahan. Masyarakat dari dulu hingga sekarang masih menunggu implementasi janji-janji kampanye yang tinggal janji.
"Pertama masalah tanah, kemudian anggaran Rp 2,7 triliun ketika ada sport center dan seterusnya. Soal tanah menurut saya ini hampir tidak ada gubernur yang sukses menangani masalah tanah ini," katanya.