MEDAN, KOMPAS.com- Berdiri sejak 1960, jajanan Ceker Ayam Ridho di Kota Medan, tetap eksis hingga kini. Kualitas rasanya tidak pernah berubah meski tahun terus berganti.
Konsistensi itu menjadi cara mujarab agar penggemar Ceker Ayam Ridho tidak pindah ke lain hati.
Ceker ayam lazimnya dikenal sebagai bagian dari kaki ayam, tapi di Kota Medan istilah ceker ayam familiar sebagai cemilan yang menggabung ubi jalar dipotong kecil-kecil lalu dicampur gula aren saat digoreng. Kemudian dibentuk setengah bulat, menggunakan cetakan.
Baca juga: Sejak 1930, Kuliner Legendaris Colenak Murdi Putra Bandung Masih Eksis
Pada dekade 1990-an makanan ini kerap mampang di kedai maupun toko makanan Kota Medan. Namun kini peminatnya terus berkurang.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 pada Kamis (5/10/2023), Susilawati owner Ceker Ayam Ridho tampak bersiap-siap pulang.
Hari itu, pemesan ceker ayamnya hanya 100 bungkus. Jumlahnya berkurang tiga kali lipat, dari tahun-tahun sebelumnya.
"Untuk datangnya cepat kalian, sudah mau siap kerjaan kami," ujar Susilawati saat ditemui Kompas.com di tempat pembuatan ceker ayam-nya, di Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Kamis (5/10/2023).
Di bangunan semi permanen ukuran 9 x 6 meter yang disewanya, Susilawati tampak duduk memperhatikan 5 pekerjanya menyiapkan ceker ayam.
Ada yang bertugas memarut dan menggoreng ubi, mencetak ceker ayam, hingga mengemasnya.
Baca juga: Sejarah Kuliner Langka Khas Kota Semarang, Nasi Glewo yang Pecahkan Rekor Muri pada HUT Ke-476
Susilawati lalu bercerita kalau dirinya merupakan generasi ke-3 dari usaha Ceker Ayam ini. Bisnis ini awalnya dirintis oleh neneknya pada 1960.
"Nenek ini kalau (pulang kampung) ke Kecamatan Rantau Prapat, Kabupaten Labuhanbatu, di bawanya ceker ayam itu. Jadi dia coba-coba dan bisa pula itu hidup dari situ. Nenek meninggal, usaha diambil ayah, ayah meninggal lalu dikasikan saya,'' ujarnya.