MEDAN, KOMPAS.com - Seorang pendeta sekaligus kepala sekolah di Medan, Sumatera Utara divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan.
Oknum pendeta bernama Benyamin Sitepu itu diadili karena mencabuli enam siswinya yang masih di bawah umur.
Putusan perkara itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Zufida Hanum di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri Medan, Kamis (29/12/2021).
Baca juga: Cabuli 6 Siswi, Pendeta Sekaligus Kepala Sekolah di Medan Dituntut 15 Tahun Penjara
"Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa Benyamin Sitepu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," sebut hakim.
Tidak hanya pidana fisik, Benyamin juga dibebani membayar denda sebesar Rp 60 juta. "Dengan ketentuan jika tak sanggup membayar diganti dengan pidana kurunan selama 3 bulan," beber majelis.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta agar Benyamin dihukum 15 tahun penjara.
Atas putusan ini, JPU Irma Hasibuan menyatakan pikir-pikir. "Kita akan lapor ke pimpinan dulu," ucapnya usai sidang.
Sejumlah keluarga korban yang hadir di ruangan sidang histeris usai hakim membacakan tuntutan.
Mereka tak terima dengan putusan yang dinilai ringan itu. Tetapi tak satu pun dari mereka ingin berbacara kepada media.
Baca juga: Diduga Cabuli 4 Anak Laki-laki, Oknum Guru di Bolsel Ditangkap Polisi
Kuasa hukum korban, Ranto Sibarani juga menyayangkan putusan ringan itu. "Kami perlu menyampaikan bahwa putusan tersebut tidak memberikan sukacita kepada keluarga korban maupun korban," kata Ranto.
Dia menilai, putusan hakim tersebut tak mencerminkan keadilan, terutama bagi korban yang sampai kini masih trauma dengan aksi pencabulan itu.
Pihaknya juga yakin, selain enam korban yang berani bicara, ada korban lain dari aksi bejat pendeta itu. "Kami yakin masih ada korban lain," ungkapnya.
Dia berharap, jaksa segera mengajukan banding atas putusan itu. Pihaknya juga akan mengadukan hal itu kepada Komnas Perlindungan Anak, Mahkamah Agung dan Presiden bahwa majelis hakim tidak mampu menjatuhkan hukuman yang memberi efek jera terhadap predator seks anak seperti Benyamin.
Baca juga: Karyawan di Tarakan Cabuli 12 ABG Laki-laki, Modus Pasang Foto Remaja Cantik di Medsos
"Kami meminta MA untuk mengevaluasi putusan itu," pungkasnya.
Kasus pencabulan ini terungkap pada Maret 2021 setelah salah seorang korban buka suara terkait tindakan kepala sekolah swasta itu.
Modus yang digunakannya dalam menjalankan aksinya adalah dengan cara memanggil korban untuk datang ke ruangannya.
Beberapa korban dibawa ke hotel dan rumah pendeta itu. Bahkan, salah satu korban dipaksa untuk melakukan oral seks di dalam kamar hotel.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.