Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nikson Nababan dan Strategi Membangun Sumut dari Desa

Kompas.com - 16/06/2024, 05:00 WIB
David Oliver Purba

Editor

KOMPAS.com – Bakal calon Gubernur Sumatera Utara Nikson Nababan punya jurus jitu untuk membangun Sumut.

Dengan pengalaman 10 tahun menjadi Bupati Tapanuli Utara, Nikson yakin Sumut mampu menjadi provinsi yang maju jika pembangunan dimulai dari desa.

Nikson menilai, desa yang kuat akan mampu menopang perekonomian sebuah daerah.

Untuk itu, di awal memimpin Tapanuli Utara pada 2014, Nikson memberikan anggaran Rp 60 juta per desa. Anggaran ini untuk membangun desa secara fisik.

Baca juga: Jokowi Hadiri F1H20, Bupati Taput Beri Sambutan Hangat

“Kenapa saya harus memerdekakan desa? Karena menurut saya, ilmu yang saya dapat adalah desa pusatnya raw material, di situ semua sumber daya. Maka desa harus merdeka, menjadi pusat ekonomi,” ujar Nikson saat berkunjung ke kantor Kompas.com, di Jakarta, Jumat (14/6/2024).

Tak hanya menyediakan dana, Nikson menilai, membangun desa membutuhkan infrastruktur yang memadai.

Untuk itu, dia fokus membangun jalan serta membuka akses 58 desa yang terisolasi.

Namun, ini bukan perkara mudah karena terbentur anggaran yang terbatas.

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Tapanuli Utara saat itu hanya sebesar Rp 800 miliar.

Sementara, anggaran harus dibagi, di antaranya untuk membangun jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, serta pengeluaran rutin pemerintah.

Nikson menghitung, total 1.000 kilometer untuk membuka 58 desa terisolasi.

Sementara, jika menggunakan pihak ketiga untuk membangun jalan, biayanya berkisar Rp 200 juta untuk satu kilometer atau total Rp 2 triliun.

Tentu saja APBD Tapanuli Utara tak cukup. Nikson akhirnya memutar otak.

Nikson kemudian membeli sejumlah alat berat dengan biaya Rp 17 miliar. Pengerjaan jalan dilakukan sendiri oleh pemda.

Setelah 1.000 kilometer jalan dituntaskan, Nikson menghitung bahwa penghematan biaya mencapai Rp 1,95 triliun dari Rp 2 triliun biaya yang diperlukan.

“Kemudian tahun lalu kita sudah 1.000 km yang kita tuntaskan. Kita hitung biaya pemeliharaan ini itu habis sampai tahun 2023 sebesar Rp 50 miliar. Tapi sudah menghasilkan 1.000 km di angka (biaya) Rp 2 triliun. Jadi saya efisiensi anggaran itu Rp 1,95 triliun,” ujar Nikson.

Kini, tak ada lagi desa terisolasi di Tapanuli Utara. Semuanya sudah terhubung dan mampu menjalankan roda perekonomian.

Ditambah, semua desa di Tapanuli Utara kini sudah teraliri listrik.

“Desa harus interkoneksi, dia enggak boleh satu jalur, dia harus terkoneksi juga ke desa yang lain biar lancar ekonomi,” ujar Nikson.

“Tak ada lagi desa di Tapanuli Utara yang tak merdeka. Tak ada lagi desa di Tapanuli Utara yang tak teraliri listrik,” kata Nikson menambahkan.

Memanfaatkan Lahan Tidur

Nikson juga punya cara lain membangun desa, yaitu dengan memanfaatkan lahan tidur.

Dia membuat program mekanisasi pertanian agar produktivitas pertanian semakin meningkat.

Program ini juga muncul dilatarbelakangi usia produktif di Tapanuli Utara yang menurun.

Dengan program ini, Nikson menggencarkan pengolahan lahan tidur gratis. Dia membeli tujuh traktor berbiaya Rp 12 miliar yang diambil dari APBD.

Adapun operator, biaya solar, dan pemeliharannya ditanggung APBD.

Pemkab Tapanuli Utara mengolah lahan tidur milik warga secara gratis. Dengan catatan, luas lahan di bawah 2 hektare.

Dengan cara ini, ada 6.000 hektare lahan tidur yang kembali produktif.

Jika dihitung, seandainya pengolahan lahan tidur berbayar, maka dibutuhkan anggaran mencapai Rp 600 miliar dengan asumsi Rp 3 juta per hektare jika menggunakan pihak ketiga.

Sementara, dengan strategi yang Nikson lakukan, biaya yang diperlukan hanya Rp 24 miliar.

“Saya sudah efisiensi anggaran ratusan miliar,” ujar Nikson.

Sementara, masyarakat yang mempunyai lahan tidur dengan luas di atas 2 hektare, juga dapat memanfaatkan program ini dengan harga sewa yang jauh lebih murah dibanding menggunakan pihak swasta.

Kemiskinan Menurun

Sejumlah program yang telah dilakukan Nikson selama 10 tahun akhirnya membuahkan hasil.

Salah satunya terlihat dari tren angka kemiskinan yang menurun.

Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2015, kemiskinan di Tapanuli Utara mencapai 33.700 jiwa, pada 2016 turun menjadi 33.200 jiwa, sementara pada 2017 kembali naik menjadi 33.750 jiwa.

Kemudian pada 2018 turun signifikan menjadi 29.200 jiwa, pada 2019 kembali turun menjadi 28.570 jiwa, dan terus menurun pada 2020 menjadi 28.410 jiwa.

Sementara, pada 2021, angka kemiskinan naik menjadi 29.720 jiwa, pada 2022 turun lagi menjadi 27.470, dan pada 2023 kembali turun menjadi 26.390 jiwa.

Rasionalisasi dan Efisiensi Anggaran

Kesuksesan membangun Tapanuli Utara tentu saja tak segampang membalikan telapak tangan.

Tantangan terberat adalah mampu mengoptimalkan anggaran yang ada.

Itu kenapa selama 10 tahun menjabat bupati, Nikson berani melakukan rasionalisasi, efisiensi, dan refocusing anggaran.

Nikson memangkas biaya-biaya yang tidak perlu, termasuk anggaran untuk organisasi perangkat daerah (OPD).

Biaya-biaya tersebut kemudian dialokasikan, di antaranya untuk membangun infrastruktur, dana desa, pendidikan dan berobat gratis, membuat pelatihan tenaga kerja, serta mekanisasi pertanian.

Namun, kebijakan ini ternyata sempat membuat sejumlah OPD kesal.

Nikson yang mendengar hal itu kemudian mengumpulkan seluruh OPD.

Dia menjelaskan bahwa kebijakan itu diambil untuk melayani masyarakat.

“Nah, saya mulai (memberi contoh), akhirnya mereka mau. Wakil bupati, sekda, akhirnya mau rasionalisasi anggaran,” ujar Nikson.

Nikson kemudian beberapa kali mengajak kepala OPD untuk mendatangi desa-desa di Tapanuli Utara.

Barulah, mereka merasakan dampak dari refocusing anggaran. Salah satunya untuk pembangunan jalan.

“Maka di tahun 1-2, selalu, tiap kepala dinas saya bawa nginap di desa. Biar melihat langsung jalan dan jembatan tadi. Menginap di rumah warga. Begitu di periode kedua, kondisi jalan kita mantap sudah 80 persen. Saya bawa lagi kepala dinas. Tahun 2020-2022, akhirnya mereka (bilang), udah bagus ya, Pak, jalannya, sudah lancar,” kata Nikson.

“Memang terkadang persoalan kita enggak enak, enggak enak. Kalau enggak begitu, enggak cukup anggaran kita, enggak sanggup. Kalau raja tega, ya raja tega di mana? Orang saya enggak ambil uangnya,” kata Nikson menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com