Pandemik memberi banyak pelajaran pada kita, terutama jika dikaitkan dengan sektor pariwisata yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Pandemik membuat sektor pariwisata mendadak redup karena pemerintah harus memberikan prioritas pada kebijakan-kebijakan yang berlawanan dengan logika pariwisata.
Atas nama protokol kesehatan dan pembatasan angka infeksi virus Covid 19, mobilitas masyarakat harus dibatasi sedemikian rupa.
Sementara itu, sektor pariwisata sangat bergantung pada kebijakan pro-mobilitas.
Untuk itu, pemerintah sejatinya juga harus mulai belajar banyak dari bencana pandemik ini, terutama keterkaitannya dengan ambisi pariwisata pemerintah di kawasan Danau Toba.
Pandemik memberikan pesan secara jelas bahwa sektor pariwisata, dengan segala kemilau ekonominya, juga memiliki kelemahan yang justru sangat merugikan jika tidak dipahami dengan benar.
Sektor pariwisata sangat bergantung pada waktu (season) dan mobilitas masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun global.
Artinya, sektor pariwisata yang sangat ditentukan oleh tingkat kunjungan wisatawan bisa mendadak mati suri karena pembatasan pergerakan manusia yang diterapkan pemerintah atau keputusan otonom masyarakat sendiri.
Sementara, di sisi lain proses ekonomi peternakan ikan Tilapia dan proses pengolahannya menjadi komoditas ekspor tetap bisa berjalan di saat pandemik.
Masyarakat pelaku usaha Keramba Jaring Apung (KJA) tetap bisa beraktifitas seperti sedia kala, meskipun nyaris tidak ada kunjungan wisata berarti di Danau Toba selama dua tahun masa pandemik.
Produksi dan industri olahannya tetap berjalan dengan baik, begitu pula dengan aktifitas ekspornya.
Oleh karena itu, tak salah kiranya pernyataan Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri, bahwa kebijakan menggantikan usaha perikanan Tilapia (KJA) dengan pariwisata adalah kebijakan yang kurang beralasan secara ekonomi.
Pasalnya, usaha KJA di Danau Toba adalah sumber pertumbuhan ekonomi daerah.
Menghentikan sektor usaha perikanan di Danau Toba sama dengan menghentikan eksistensi sumber pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan kata lain, kebijakan pariwisata dari pemerintah di Danau Toba akan sangat tidak rasional secara ekonomi jika berlandaskan pada asumsi bahwa sektor perikanan (KJA) harus dipinggirkan.