MEDAN, KOMPAS.com- Sutomo atau yang biasa disapa Pak Tomo (65) sudah 27 tahun mengabdikan hidupnya menjadi marbut di Masjid Raya Al Mashun, Medan.
Dia beribadah sembari bekerja dengan riang gembira dalam masjid itu.
Pak Tomo kini menjadi marbut paling senior di antara 15 orang lainnya yang mengurus kebutuhan jemaah di masjid raya.
Baca juga: Cerita Mahasiswa di Aceh 2 Tahun Mengabdikan Diri Jadi Marbut Masjid
Sosoknya dikenal sebagai pribadi yang ramah dan humoris di kalangan jemaah masjid.
"Sejak kerja di sini bahasa Inggris saya yang dulu cuma tahu yes thank you, yes thank you, jadi sedikit-sedikit pandai. Kalau orang bule bilang mosque, artinya mereka minta diantar ke masjid. Kalau dulu saya kira mosque itu termos," ujar Pak Tomo bercerita pengalamannya menjadi marbot kepada Kompas.com sambil tertawa, Sabtu (24/3/2024).
Maklum saja, Pak Tomo sering berjumpa dengan turis.
Pasalnya, Masjid Raya Al Mashun merupakan cagar budaya peninggalan Kesultanan deli yang sudah berdiri sejak 1909. Wisatawan lokal maupun mancanegara kerap datang ke sana.
"Selain Inggris, bahasa Belanda saya juga bisa sikit-sikit. Mereka (turis Belanda) kalau datang ke sini sering bilang minaret-minaret (menara dalam bahasa Belanda). Saya bilang menara? Dia bilang bukan. Pas saya ajak ke menara, bener ternyata menara haha, Jadi tahulah, saya sedikit-sedikit bisa bahasa Belanda," ujar Pak Tomo sambil tertawa.
Di sela-sela perbincangan, dia meminta izin menyiapkan makanan berbuka berupa teh manis dan bubur sup khas Masjid Raya Al Mashun.
Ada 500 porsi makanan yang disiapkan bagi jemaah lain. Kegiatan ini rutin yang dilakukan Masjid Raya Medan selama Ramadhan.
"Itu tugas tambahan selama Ramadhan, kalau sehari-harinya tugas saya sebagai pengawas (keamanan), jadi petugas kebersihan, babat rumput sampai mengurus halaman," ujar Pak Tomo.
Baca juga: Cerita Hamzah 8 Tahun Jadi Marbut di Masjid Sultan Bima, Dapat Hak Kelola Sawah
Aktivitas tersebut sudah dilakukannya sejak 1997. Mulanya Pak Tomo bekerja di bidang keamanan Kelurahan Mesjid, Kecamatan Medan Kota.
Lalu pihak kelurahan memandatkan bekerja menjadi marbut di Masjid Raya Al Mashun. Kegiatan ini di lakoni sehari-hari dengan konsisten.
Setiap 08.00 WIB, dia tiba di masjid, lalu melakukan aktivitas bersih-bersih masjid, sebelumnya akhirnya pulang sekitar pukul 17.00 WIB.
Tidak jarang juga dia menjadi pemandu bagi turis lokal maupun mancanegara yang hadir.
Meskipun penghasilannya hanya Rp 900.000 per bulan, ayah tujuh anak ini begitu menikmati aktivitas sehari-harinya.
Kata dia, selama menjadi marbot rezeki datang tidak terduga.
"Kalau dipikir pikir gaji Rp 900.000 ya enggak cukup, cuma Allah menolong dengan keluasan hati. (Kalau) kita kita ladeni tamu, mandu, bawa dia sana-sini, jadi itulah, dikasih kita belas kasih (uang). Ini rezeki dari Allah," ujarnya sambil tersenyum.