KOMPAS.com - Masyarakat di lima kabupatan dan kota di Sumatera Barat masih berduka atas bencana galodo yang terjadi pada Sabtu (11/5/2024) dini hari.
Bencana galodo tersebut berdampak pada beberapa wilayah di Lereng Gunung Marapi, yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Padang Panjang.
Adapun empat kabupaten terdampak parah ada di Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Padang Pariaman.
Baca juga: Galodo Sumbar Tewaskan 41 Orang, Unand Izinkan Kuliah Daring
Selain merusak pemukiman warga, bencana galodo turut merusak tempat ibadah, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, lahan persawahan, lahan perikanan, saluran irigasi, dan masih banyak lagi.
Bencana tersebut juga sempat melumpuhkan lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar, Padang, hingga Solok.
Baca juga: Kisah Liza Mencari 5 Anggota Keluarganya yang Hilang Usai Galodo Sumbar Menerjang
Kejadian galodo yang melanda Sumatera Barat tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian materi namun juga memakan korban jiwa.
Dari data Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Pusdalops BNPB) per Kamis (23/5/2024) pukul 00.01 WIB dilaporkan bahwa jumlah korban jiwa pasca galodo di wilayah Sumatera Barat menjadi 62 orang.
Selain itu, tercatat masih ada 10 orang warga dari Kabupaten Tanah Datar yang dilaporkan hilang.
Baca juga: Tim SAR Terus Cari 10 Warga Tanah Datar yang Terseret Banjir Lahar
Dikutip dari Kamus Minangkabau-Indonesia (1985) yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, istilah galodo memiliki arti tanah terban yang berbatu-batu, tanah longsor.
Sementara merujuk pada kejadian bencana di Sumatera Barat baru-baru ini, galodo digunakan untuk menyebut kejadian banjir lahar dingin (lahar hujan) yang terjadi di lereng Gunung Marapi.
Namun ada pula yang mengartikan galodo sebagai kejadian banjir bandang dan tanah longsor.
Dilansir dari pemberitaan Kompas (13/5/2024), Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan penyebab dari kejadian bencana tersebut dalam konferensi pers daring BMKG, Minggu (12/5/2024).
Dwikorita mengungkap bahwa kejadian lahar hujan di aliran sungai-sungai yang berhulu dari lereng atas Gunung Marapi terjadi karena endapan material hasil erupsi gunung Marapi yang terendapkan di lereng-lereng, kemudian tersapu oleh hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
Menurutnya, banjir bandang terjadi ketika air hujan tertahan endapan vulkanik di hulu sungai, sehingga tidak mengalir ke hilir. Akumulasi air hujan yang terlalu banyak menjebol endapan tersebut, kemudian membawa material vulkanik berupa campuran pasir, batu, dan kerikil.
Selain banjir lahar hujan, dia menyebutkan bahwa sejumlah daerah di Sumatera Barat juga mengalami longsor. Bencana ini timbul akibat runtuhan batuan vulkanik dan dipicu hujan dengan intensitas lebat.