Benda-benda prasejarah itu antara lain alat-alat tulang, batu serpih, batu pukul, hingga pipihan.
Selain itu juga ditemukan sisa vertebrata yang terdiri dari ikan, ular, kura-kura, dan cangkang moluska.
Hingga saat ini belum diketahui kapan wilayah Nias mulai dihuni manusia.
Dalam suatu penelitian arkeologi disebutkan bahwa Pulau nias sudah dihuni sejak 12.000 tahun yang lalu oleh imigran dari Asia.
Namun demikian, penelitian lain menyebutkan kelompok etnis Nias atau yang menamakan diri Ono niha (anak manusia), sudah menetap di wilayah tersebut 700 tahun lalu.
Catatan tentang Nias dapat ditemukan dari tulisan tahun 150 Masehi, saat menyebutkan Pulau-pulau Barus, dengan Nias sebagai pulau terbesar.
Memasuki abad ke-7 Masehi, pulau di barat Sumatera, termasuk Nias, sudah dikenal oleh pedagang asing baik dari Tiongkok amaupun Arab.
Adapun penulisan spesifik tentang Nias berasal dari seorang pedagang Persia bernama Sulayman yang berkunjung ke Nias pada tahun 851.
Baca juga: Tradisi Lompat Batu Nias: Sejarah, Makna, dan Waktu Pelaksanaan
Dalam perjalanannya, Nias banyak berinteraksi dengan peradaban luas, seperti dari Tiongkok hingga Aceh.
Diketahui, pada abad ke-15, Kesultanan Aceh menguasai wilayah Nias sehingga terjadi akulturasi budaya di sana.
Keberadaan Nias juga diperhitungkan oleh VOC. Terbukti, pada tahun 1688 VOC menjalin kontrak dagang dengan suku-suku di Nias.
VOC bahkan mendirikan perwakilan dagangnya di Nias, tepatnya di Gunungsitoli. Di sana juga dibangun pelabuhan dan bangunan berfungsi gudang.
Pulau Nias merupakan terbesar di antara gugusan pulau di barat Sumatera dan telah memiliki pemerintahan sendiri di bawah Provinsi Sumatera Utara.
Di Pulau Nias terdapat lima daerah administrasi, yaitu satu pemerintahan kota dan empat kabupaten.
Lima daerah administrasi itu adalah Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, dan Kabupaten Nias Barat.