Bahkan, katanya, dukungan terhadap penembakan mati akan membentuk persepsi di masyarakat bahwa tindakan itu dapat dilakukan.
"Bisa jadi masyarakat melakukan itu [pembunuhan]. 'Boleh kok matikan begal', itu kan bahaya, bisa menimbulkan kerusuhan di masyarakat… Pernyataan Bobby ini justru akan menimbulkan pelanggaran HAM," katanya.
Baca juga: Ganggu Perkembangan Ekonomi, Alasan Bobby Nasution Minta Begal di Medan Ditembak Mati
Alinafiah mengatakan, pembunuhan di luar hukum merupakan tindakan yang "diharamkan" karena melanggar asas praduga tidak bersalah, dan tidak melalui proses peradilan.
"Bagaimana jika yang ditembak tidak bersalah? Sementara dia sudah mati, bisa mengembalikan nyawanya? Kan tidak bisa," tambahnya.
"Di balik ketidakseriusan Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, menantunya [Bobby] malah menebar seruan untuk pelanggaran HAM… Dia seharusnya mengoreksi diri sebagai pejabat, apa yang dia lakukan selama ini? Mengapa tingkat kriminal tinggi di masyarakatnya? Itu yang dibenahi, bukan malah mendukung aksi seperti ini," kata Alinafiah.
Atas kritikan itu, Bobby Nasution menjawab, "Kena marah ya saya… Saya mewakili begal, terima kasih," katanya sambil tersenyum saat menghadiri Rakernas APEKSI di Kota Makasar, (12/07), dilansir dari Tribunnews.com.
"Tanya kepada masyarakat, kondisinya, para korban-korban begal di Kota Medan yang sudah banyak. Kalau saya, wajib mendukung masyarakat. Itu kalau saya ya," tambah Bobby.
Baca juga: Bobby Nasution Disorot karena Minta Polisi Tembak Mati Begal di Medan, Ini Kata Mahfud MD
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyesalkan penembakan terhadap begal yang terjadi di Kota Medan karena merupakan tindakan pembunuhan di luar hukum yang melanggar HAM.
"Yang penting untuk didorong adalah bagaimana sebuah kejahatan, dan penjahatnya harus diproses secara hukum, dengan proses yang fair, memberikan efek jera dan memberikan keadilan bagi para korban, dan bukan main hakim sendiri," kata Anis.
"Itu bentuk pemunduran dari penghormatan hak asasi manusia," tambah Anis.
Senada, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, mengatakan, penembakan mati merupakan tindakan yang melanggar prinsip HAM seperti hak atas kehidupan, hak atas peradilan yang adil, dan hak untuk terbebas dari perlakuan tidak manusiawi.
Baca juga: Amnesty Internasional Soroti Pernyataan Bobby Nasution Dukung Polisi Tembak Mati Begal di Medan
"Tidak pantas seorang kepala daerah mendukung tindakan di luar hukum, apalagi jika dilakukan aparat kepolisian… Kami khawatir pernyataan Wali Kota Medan tersebut dapat menjadi legitimasi bagi pembunuhan di luar hukum dalam kasus-kasus lainnya," kata Wirya.
"Hal itu sangat berbahaya karena tindakan tersebut dilakukan tanpa proses peradilan yang adil, sehingga bisa berdampak bahkan pada individu yang belum terbukti bersalah," tambahnya.
Untuk itu Amnesty mendesak Bobby untuk menarik pernyataannya yang mendukung cara penembakan mati terhadap terduga pelaku kejahatan.
Berdasarkan data Kontras, sepanjang Juli 2022 hingga Juni 2023, terjadi setidaknya 29 peristiwa extrajudicial killing yang menewaskan 41 orang.
Wakil Koordinator Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan salah satu insiden yang dipantau adalah kasus penembakan mati yang dialami Deki Susanto di Sumatra Barat pada 2021 lalu.
Andi mengatakan, Deki dituduh melakukan tindak pidana terkait kasus perjudian. Kemudian, katanya, aparat kepolisian mendatangi rumah Deki yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Andi melanjutkan, saat itu polisi disebut tidak menggunakan seragam, tidak memperlihatkan surat tugas dan tanda pengenal, serta terlihat membawa senjata api.
"Aparat masuk ke rumah, menggeledah seisi rumah dan korban ditemukan di area dapur. Polisi langsung menyergap korban."
Baca juga: Dikritik karena Minta Polisi Tembak Mati Begal, Bobby: Tanya Masyarakat