Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusaknya Ekosistem Pesisir Timur Sumatera gara-gara Deforestasi Mangrove (Bagian 2)

Kompas.com - 14/09/2023, 13:52 WIB
Dewantoro,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Pesisir pantai timur Sumatera Utara yang membentang dari Langkat hingga Labuhanbatu Utara menghadapi tantangan berat.

Praktik tak ramah lingkungan seperti perambahan, pembukaan lahan untuk pertambakan, perkebunan kelapa sawit, industri arang bakau, hingga pengerukan pasir menjadi penyebab utama hancurnya sabuk hijau.

Di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, nelayan menghadapi masalah abrasi yang semakin mengkhawatirkan. Hutan mangrove dengan ketebalan ratusan meter lenyap. Kini hanya tersisa sedikit mangrove sebagai benteng terakhir.

Baca juga: Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Timur Sumut Hilang, Masa Depan Laut Terancam (Bagian 1)

Manfaat mangrove

Pakar tropical ecology and biodiversity conservation, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Onrizal mengatakan, deforestasi mangrove terjadi saat pertambakan udang dan ikan massif dilakukan pada tahun 1970-an.

"Selain tambak, penyebab deforestasi pesisir adalah alih fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit. Kita bisa lihat sendiri di Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai sampai Labuhanbatu, yang dulunya tambak (sekarang) berubah jadi (kebun) sawit. Ada juga yang dulunya hutan mangrove, dibabat jadi kebun sawit. Tekanan lainnya adalah arang bakau," katanya.

Di banyak jurnal penelitian yang ditulisnya, Onrizal banyak mengulas manfaat hutan mangrove yang tak hanya dirasakan manusia tetapi juga keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.

Secara ekologis, mangrove menjadi pelindung pantai dari abrasi dan habitat berbagai jenis hewan dan tumbuhan.

"Kalau (hutan mangrove) rusak, kerugian yang dialami tidak bisa dihitung. Dan kita sudah melihat kerusakan itu di mana-mana, siapa yang paling merasakan kerugian, tak hanya nelayan tradisional dan masyarakat sekitar, kita semua pun rugi besar. Dua per tiga biota perairan itu hidupnya tergantung pada kualitass mangrove," katanya.

Beberapa hal penting yang harus segera dilakukan adalah mempertahankan hutan mangrove yang tersisa dan menghentikan laju deforestasi. Kemudian, harus dilakukan pemulihan secara terintegrasi. Berbagai kajian juga masih harus dilakukan begitu juga dengan kampanye pengelolaan mangrove secara berkelanjutan.

"Kalau tidak dilakukan, tidak lama lagi kita akan semakin banyak kehilangan. Apalagi yang tersisa tinggal sedikit dan kritis," katanya.

Abrasi parah umumnya terjadi di sepanjang pesisir timur sumatera. Salah satunya di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang ini. Abrasi ini diduga kuat akibat pengerukan pasir untuk bandara di tahun 2008.KOMPAS.COM/DEWANTORO Abrasi parah umumnya terjadi di sepanjang pesisir timur sumatera. Salah satunya di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang ini. Abrasi ini diduga kuat akibat pengerukan pasir untuk bandara di tahun 2008.

Direktur Green Justice Indonesia Dana Prima Tarigan mengatakan, kerusakan di pesisir saat ini kondisinya sudah kritis.

"Ini kondisinya sudah darurat, tak ada waktu lagi menunggu untuk menanganinya. Kalau tidak, sudah pasti akan semakin jauh abrasi mengancam warga di pesisir," katanya.

Menurut Dana, hingga saat ini tidak ada pembahasan atau langkah konkret dari pemerintah kabupaten, provinsi, atau nasional terkait kerusakan mangrove.

Faktanya, banyak masyarakat pesisir kehilangan mata pencaharian tangkapan laut seperti kepiting, udang, ikan, kepah, dan sebagainya. Banyak masyarakat beralih profesi dari nelayan menjadi buruh kapal milik cukong, buruh bangunan, atau pekerjaan lain.

Salah satu kasus terparah di Pantai Labu, Deli Serdang. Pengerukan pasir di 2008 sangat berdampak bagi masyarakat. Ratusan meter daratan dan hutan mangrove yang dulu lestari kini lenyap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com