Saat buah cabai yang seharusnya besar maksimal, namun karena daunnya rusak akhirnya tidak bisa terisi (kopong). Sehingga terjadilah penurunan produksi.
"Jadi dari hasil rekapitulasi produksi di MT2 2022 kemarin terjadi penurunan dari sebelumnya 20 ton menjadi 17 ton per hektar. Saat ini di MT1 2023 penanaman di bulan Juni kemarin juga akan terjadi penurunan karena kita lihat ini rata-rata tanaman cabe kita baru pembentukan ke-8 sampai ke-10 itu bagian atas tanaman cabenya yaitu sudah tidak maksimal. Normalnya, bisa 15-20 kali petik, full panen," katanya.
Menurutnya, penurunan produksi memukul petani. Saat itu harga pembelian petani (HPP) Rp 15 ribu per pohon, angka itu naik dari 2 tahun sebelumnya.
Karena harga pupuk melonjak dari biasanya Rp 480 ribu untuk 50 kg menjadi Rp 780 ribu-900 ribu.
"Jadi biarpun harga Rp 28 ribu per kg, itu bukan angka yang aman bagi petani," tutur dia.
Situasi yang tidak menentu ini juga membuat populasi hama khususnya trip, tungau, kutu kebul nyaris tidak terkendali. Agar tanaman aman, petani terpaksa harus melakukan penyemprotan lebih rapat.
"Durasi penyemprotannya itu harus dirapetin. Biasanya seminggu 3-4 kali, sekarang ini dua hari sekali wajib disemprot. Kalau tidak tanamannya rusak. Biaya operasional pun bertambah," katanya.
Dalam prosesnya, petani tidak bisa hanya menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik hanya pada awal pengolahan.
Namun saat perawatan dari vegetatif ke generatif harus full kimia, untuk mengejar produksi. Sehingga untuk menjadi organik, saat ini belum bisa dilakukan.
"Belum bisa kenapa, karena pemerintah juga tidak membedakan antara harga cabe organik dengan cabe yang konvensional," katanya.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara (UPT PTPH Sumut), Marino menjelaskan, yang terjadi di Sumatera Utara bukan elnino melainkan lanina. Begitu juga di Sumatera Barat dan Aceh.
Posisi sekarang ini adalah lanina, banjir, hujan. Dibandingkan dengan provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Lampung, dan daerah Jawa itu kan termasuk El Nino.
"Pak Yareli itu punya alatnya untuk mendeteksi suhu, kelembaban, dan lainnya. Pak Yareli membacanya dari situ. Kedua, mungkin untuk produksi cabe pada musim tanam ini berkurang dibandingkan pada musim-musim panen sebelumnya," katanya.
Pihaknya mencatat, periode 1-15 September 2023 pada tanaman padi terkena banjir seluas 461,3 ha di Kabupaten Asahan, Batubara, dan Kota Medan. Dari angka tersebut, 8 hektar di Desa Air Putih, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan mengalami gagal panen atau puso.
"Belum ada laporan yang kena kekeringan atau elnino. Laporan hanya terkena banjir," ucap dia.