MEDAN, KOMPAS.com-Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Perusahan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumatera Utara, Solahuddin Nasution, menyoroti langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencabut status Internasional Bandara Silangit di Tapanuli Utara (Taput).
Dia mempertanyakan kajian pemerintah dalam menentukan kriteria bandara Internasional.
Menurut Solahuddin, sebelumnya ditetapkan menjadi bandara internasional, seharusnya Kemenhub bisa melihat potensi bandara tersebut ke depan, sehingga penutupan tidak perlu lakukan.
"Dalam penetapan bandara internasional itu, harus punya kriteria yang jelas dan harus dipenuhi masing masing bandara, termasuk potensinya karena untuk keberlanjutan," ujar Solahuddin saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler, Sabtu (4/5/2024)
"Jangan nanti, semua semua dibuat Internasional, tahu-tahu hanya beberapa kali terbang saja, ngak tahunya sudah ditutup," tambahnya.
Baca juga: Bandara Silangit Ternyata Sudah Tak Layani Penerbangan Internasional sejak Pandemi Covid-19
Solahuddin berharap agar pemerintah punya kajian strategis yakni mengenai potensi pasar untuk kesinambungan penerbangan, jangan hanya mengikuti selera secara sepihak saja.
"Maksudnya ada kajian strategis yang terukur jangan buka tutup, gitu buka sekian lama tutup lagi, buka lagi, tutup lagi itukan tidak profesional gitu, kan," ungkapnya.
Sistem pemasaran Bandara Silangit yang tidak kuat juga berujung pada sedikitnya wisatawan yang menggunakan rute penerbangan Internasional ke Silangit.
Padahal, Danau Toba merupakan destinasi pariwisata super prioritas yang lokasinya berada dekat Silangit.
"Yang punya airlines bukan murni pemerintah, ada pihak swasta di situ, yang namanya airline ini konsepnya, pure bisnis kalau bagi dia tidak menguntungkan pasti dia enggak terbang," ujar Solahuddin.
"Jadi untuk apa kita menyandang predikat status internasional misalnya kalau airlines sebagai prinsipalnya tidak ada yang terbang," tambah Solahuddin.
Baca juga: Status Internasional Bandara Silangit Dicabut, Ini Dampaknya bagi Danau Toba
Karena itu, menurut Solahuddin, mau tidak mau pemerintah memang harus mengambil kebijakan tersebut.
"Kebetulan sudah berapa lama belakangan ini, sudah tidak lagi pesawat itu terbang dari Kuala Lumpur ke Silangit atau dari Silangit ke Kuala lumpur ke Silangit. Ya, kalau tidak ditutup cost operasionalnya tinggi gitu," ungkapnya.