Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Bupati Langkat Terbit Rencana Dituntut 14 Tahun Penjara dalam Kasus TPPO

Kompas.com - 05/06/2024, 21:04 WIB
Rahmat Utomo,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Kejaksaaan menuntut mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin penjara 14 tahun di Pengadilan Negeri Stabat, Rabu (5/6/2024).

Dia diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus rehabilitasi narkoba pada tahun 2010 hingga 2022.

Saat sidang, jaksa mengatakan Terbit melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Baca juga: Raffi Ahmad Cs Turing di Langkat Tanpa Plat Nomor, Polda Sumut Angkat Bicara

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 14 tahun Penjara dan pidana denda sebesar Rp 500.000.000. Subsidair selama 6 bulan kurungan," ujar Jaksa dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Langkat.

Selain pidana, jaksa juga menuntut Terbit membayar biaya restitusi sebesar Rp 2.377.805.493 kepada 11 korban atau ahli warisnya.

"Apabila terdakwa tidak mampu membayar restitusi tersebut paling lama 14 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaannya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk pembayaran restitusi tersebut," ujar jaksa.

Baca juga: Sempat Mangkir, Caleg Terpilih Tersangka TPPO di Sikka Akan Diperiksa Besok

Namun apabila Terbit tidak mempunyai harta benda untuk membayar restitusi maka hukuman diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Sebelumnya dalam dakwaan, kasus yang menjerat Terbit bermula pada tahun 2010. Kala itu Terbit menjabat sebagai Ketua Ormas Pemuda Pancasila, Kabupaten Langkat.

Dia lalu mendirikan tempat rehabilitasi narkoba di rumahnya di Jalan Binjai Telagah, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.

Awalnya satu unit bangunan berbentuk sel atau kereng disiapkannya. Pada 2017 Terbit kembali membangun 2 sel lagi yang masing-masing berukuran 5 x 6 meter dilengkapi teralis besi menyerupai kerangkeng.

Dalam proses rehabilitasi, Terbit memberikan berbagai istilah yakni Kalapas (Kepala Lapas), yaitu orang yang bertanggung jawab menjalankan pembinaan terhadap warga yang menjalani pembinaan (anak kereng).

"(Lalu) membina kemampuan anak kereng untuk dapat menjadi bekal hidup, memperhatikan kesehatan anak kereng, menjaga pola makan anak kereng, mengatur jadwal kerja warga binaan di pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Perangin Angin (PT DRP)," tulis dakwaan.

Para Kalapas dari tahun 2014 sampai dengan bulan Januari 2022 dijabat terdakwa lain yakni, Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti dan Suparman (berkas terpisah).

Selain istilah Kalapas, ada juga istilah anak kandang yaitu anggota ormas Pemuda Pancasila yang sering berkumpul di sekitar rumah terdakwa, tugasnya untuk mengawal dan menjaga kediaman Terbit.

"(lalu) Disuruh oleh Kalapas untuk menjemput warga yang akan menjalani pembinaan, mencari warga yang menjalani pembinaan yang melarikan diri," tulis dakwaan.

Ada pula istilah Palkam (kepala kamar) yaitu warga yang menjalani pembinaan penghuni kereng-1 dan kereng-2 yang dituakan ditunjuk oleh Kalapas.

"Ada istilah juga Besker (Bebas Kereng), yaitu orang yang menjalani pembinaan namun sudah dipercayakan oleh Kalapas untuk membantu tugas-tugas Kalapas antara lain membuka dan mengunci gembok terali, menjaga kereng ketika Kalapas tidak ada," tulis dakwaan.

"Kemudian Anak Kereng yaitu orang yang menjalani dimasukkan ke dalam sel/kereng/kerangkeng untuk menjalani pembinaan dan atau rehabilitasi," tulis dakwaan.

Saat proses perekrutan, biasanya dilakukan terlebih dahulu melalui pihak keluarga yang terjerat narkoba. Keluarga terlebih dahulu menghubungi atau datang ke tempat pembinaan

"Setelah mendapat persetujuan dari pengurus kemudian keluarga membuat surat pernyataan baik tulis tangan maupun mengisi formulir yang sudah ditentukan dengan dilengkapi materai dan ditandatangani oleh keluarga warga binaan," tulis dakwaan.

Namun ternyata saat para 'warga binaan' berada di tempat Terbit, pembinaan atau rehabilitasi sama seklai tidak dilakukan, justru mereka memperlakukan anak kereng (warga binaan) secara tidak manusiawi.

"Antara lain melakukan kekerasan maupun ancaman kekerasan, penyekapan, pemaksaan kerja atau perbudakan atau pemanfaatan fisik kepada anak penghuni kereng untuk bekerja antara lain di Pabrik Kelapa Sawit PT Dewa Rencana Perangin Angin milik terdakwa tersebut," tulis dakwaan.

Selanjutnya warga binaan di sana juga dipaksa bekerja secara bergantian mulai dari pukul 07.00 WIB - 18.00 WIB dan pukul 18.00 WIB – 07.00 WIB setiap harinya.

"Alasannya sebagai pembinaan dan mengembangkan skill atau keterampilan anak kereng. Selanjutnya dalam operasional sehari-harinya," tulis dakwaan.

Di dakwaan juga dijelaskan selama Terang Ukur Sembiring menjabat Kalapas antara tahun 2014 sampai Mei 2021, telah terjadi berbagai penganiayaan yang mengakibatkan anak kereng mengalami luka ringan, luka berat maupun kematian. Total juga sudah ada 493 anak kereng yang dibawah binaan Terang.

"Bahwa juga sejak berdirinya kerangkeng dari Tahun 2010 sampai dengan bulan Januari 2022 tersebut, telah menampung peserta pembinaan/anak kereng sebanyak sekira 665 orang," tulis

Selama tempat itu berdiri jumlah korban anak kereng yang diduga tewas karena disiksa sudah 4 orang. Identitasnya Abdul Sidik, Sarianto Ginting, Isal Kardi dan Dodi Santosa.

Sebelum tuntutan ini, Terbit Rencana telah 2 kali menjalani vonis. Pertama dia divonis 7,5 tahun penjara dalam kasus korupsi di Pemkab Langkat pada 14 Februari 2023.

Kemudian Terbit divonis 2 bulan penjara, dalam kasus kepemilikan satwa dilindungi pada Senin (28/8/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com