MEDAN, KOMPAS.com - Lanniari Hasibuan (53) tak menyerah mencari cara agar jenazah anaknya, Nazwa Aliya (19), dapat dipulangkan dari Kamboja.
Siang tadi, ibu dari dua anak ini melangkahkan kakinya ke Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut pada Kamis (21/8/2025).
Ia mengadukan apa yang dialami anak bungsunya.
Peristiwa itu bermula ketika Nazwa berpamitan hendak mengikuti wawancara lanjutan untuk masuk kerja di BCA dekat Podomoro, Jalan Putri Hijau pada 29 Mei 2025 pagi.
Baca juga: Kisah Tragis Nazwa, Pamit Interview Kerja di Bank, Berakhir Tewas di Kamboja
"Jadi, tanggal 27 dia interview pertama, terus 28 malam dia bilang lulus. Jadi, besoknya mau ikuti tahap selanjutnya," kata Lanniari saat diwawancarai.
Pada 29 Mei pagi, Lanniari sudah tak mendapati anaknya di rumah.
Dia berpikir anaknya pergi untuk tes lanjutan.
Namun, menjelang maghrib, Lanniari terkejut mendapat pesan WhatsApp dari Nazwa yang sudah berada di Thailand.
Alasan Nazwa ingin mengikuti study tour dari bank bersama empat teman magangnya di Hotel Adimulia.
Malamnya, Nazwa mengaku menginap di Hotel Center Point, Thailand.
Pada 30 Mei pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, Lanniari kembali bertelepon dengan Nazwa yang mengungkapkan ingin pergi ke Kamboja untuk jalan-jalan.
Baca juga: 2 TKI di Sumut Meninggal di Kamboja, Bobby: Kami Berduka, Berupaya Warga Berangkat Legal
"Jam 7 pagian, dia sudah sulit dihubungi. Nah, ternyata dia sempat mengirimkan tiketnya ke Kamboja kepada adik saya," ujar Lanniari.
"Dilacak-lah tiket ini melalui aplikasi dan ternyata pemesannya adalah Christoper, teman saya waktu di Malaysia," tambahnya.
Janda yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja katering ini masih ingat, pertama kali jumpa Christoper, pria berkebangsaan Inggris, pada tahun 2021.
Kala itu, Lanniari bekerja di Malaysia sebagai TKI.
Christoper pun sering datang ke warung tempatnya bekerja. Di situlah keduanya menjalani komunikasi.
Seingatnya, Christoper adalah orang yang cukup baik karena beberapa kali memberi bantuan pada masa Covid-19.
Pada November 2023, Christoper sempat datang ke Sumut dan menjumpainya.
Rencananya, Christoper yang merupakan ilmuwan bergerak di bidang lingkungan hidup ingin membangun lembaga.
"Sempatlah 28 hari dia di sini. Terus terakhirnya dia pindah ke negara lain karena tidak memungkinkan membuka usahanya di sini. Momen itulah mungkin dia berkontak dengan Nazwa," ujar Lanniari.
Baca juga: KBRI Investigasi Kematian Warga Deli Serdang di Kamboja yang Diduga Overdosis
Pada 30 Mei malam, Lanniari lekas menelepon Christoper. Dia berpesan agar Christoper menjaga Nazwa.
Untuk sementara waktu, Nazwa tinggal di rumah Christoper.
Tiket kepulangan Nazwa pun telah dipesan pada 14 Juni. Seiring berjalannya waktu, ternyata Nazwa mengurungkan niatnya untuk kembali ke Indonesia.
Sebab, Nazwa merasa tak nyaman dan sudah menikmati tinggal di Kamboja.
Lanniari tak sepakat dan berupaya menghubungi KBRI agar membantu kepulangan Nazwa.
Namun, saat hendak dimediasi KBRI, Nazwa menolak dan menegaskan tak ingin diganggu hingga memblokir WhatsApp ibunya.
Alhasil, Lanniari mencoba mendapat kabar Nazwa melalui nomor ponsel adiknya. Dari situ, ia mendapati ada yang janggal dari balasan pesan Nazwa.
Diduganya kuat ada orang yang menguasai ponsel Nazwa.
Pada 8 Agustus 2025, Lanniari mendapat kabar dari Christoper bahwa Nazwa dirawat di rumah sakit di State Hospital, Provinsi Siem Reap, Kamboja.
"Kata Christoper karena overdosis minum panadol, tetapi kalau surat dari dokter, dia dispepsia (gangguan pencernaan)," ujar Lanniari.
Kabar duka pun tiba kepadanya pada 12 Agustus. Nazwa meninggal dunia.
Lanniari teramat sedih.
Tak disangkanya, anak perempuan yang sejak SD sering juara, lulusan dari SMK Telkom 2 Medan, itu telah pergi.
Di tengah kepiluan itu, masih banyak misteri yang menghantuinya.
"Misteri betul siapa yang bawa dia sampai ke sana. Kayak mana dia bisa lolos di bandara. Ngapain saja dia di sana. Saya tak tahu sampai sekarang," ungkap Lanniari.
Sampai saat ini, dia pun tak lagi bisa menghubungi Christoper yang bersama Nazwa selama di Kamboja.
Besar harapannya pemerintah dapat membantu dirinya menggapai kebenaran.
Hari ini, dia mengadu ke BP3MI dengan asa mendapatkan titik terang untuk kepulangan jenazah anaknya yang membutuhkan biaya Rp 138 juta.
Sayangnya, BP3MI tak dapat membantu secara anggaran karena Nazwa bukanlah pekerja migran.
Meski begitu, BP3MI dapat berkomunikasi dengan KBRI untuk membantu proses administrasi kepulangan jenazah.
Langkah yang tak sia-sia, Lanniari akhirnya mendapat seorang dermawan yang berjanji hendak membantunya membayar biaya memulangkan jenazah dari Kamboja ke rumah duka, di Jalan Bejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang