MEDAN, KOMPAS.com – Pengatur lalu lintas informal atau pak ogah semakin banyak terlihat di sejumlah median jalan Kota Medan. Mereka membantu pengendara memutar arah atau menyeberang dengan harapan diberi imbalan uang. Namun, keberadaan pak ogah ini dinilai semakin berpotensi menimbulkan konflik karena kerap memicu kemacetan.
Menurut sosiolog Universitas Sumatera Utara Muba Simanihuruk, ada dua faktor utama yang menyebabkan fenomena pak ogah semakin marak. “Mungkin ini karena pertumbuhan ekonomi kita belum baik. Orang semakin sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan pemutusan hubungan kerja semakin meningkat,” katanya kepada Kompas.com saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (16/8/2025).
Faktor kedua, pekerjaan sebagai pak ogah dipandang memberikan fresh money dan lebih cepat dibanding pekerjaan informal lainnya. “Mungkin saja pendapatan menjadi pak ogah lebih tinggi daripada buruh bangunan. Di situ uangnya bisa cepat dapat,” tambah Muba.
Baca juga: Viral Pak Ogah Pegang Batu Saat Atur Lalu Lintas di Medan, Polisi: Bukan Ancam Pengendara
Ia menyebut, kondisi ini menjadi paradoks karena pada satu sisi kehadiran pak ogah membantu saat tidak ada petugas resmi, tetapi di sisi lain justru menunjukkan absennya negara.
Kepala Bidang Pengembangan, Pengendalian dan Keselamatan Dinas Perhubungan Kota Medan Richard Medy Simatupang mengakui sulit mengatasi persoalan ini karena memerlukan koordinasi lintas instansi.
“Dishub sendiri tidak bisa, harus ikut juga Camat, Polisi, Dinas Sosial dan lainnya,” ujar Medy.
Salah satu pak ogah bernama Iye mengaku sering diamankan polisi dan sempat ribut dengan pengguna jalan. “Saya pernah 4 kali ditangkap. Saya hanya ingin kerja dan cari makan,” ucapnya.
Anggota Komisi 4 DPRD Kota Medan Lailatul Badri menilai, fenomena pak ogah ibarat dua sisi mata uang. “Di satu sisi mereka membantu, tetapi di sisi lain mereka bukan petugas resmi sehingga sering menimbulkan keributan,” kata Lailatul.
Ia meminta Pemkot Medan mengambil langkah terpadu melalui penertiban, program pelatihan kerja, dan peningkatan kehadiran petugas di lokasi rawan macet. “Penegakan hukum yang tegas harus disertai solusi ekonomi,” ujarnya.
Sebelumnya, Camat Medan Tembung, Muhammad Pandapotan Ritonga, bersama aparat gabungan menertibkan enam pak ogah di depan Komplek MMTC, Jalan Willem Iskandar. Mereka dibawa ke Polsek Medan Tembung untuk pembinaan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang