MEDAN, KOMPAS.com - Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan kesiapannya untuk dipanggil hakim dalam kasus korupsi proyek jalan. Kasus ini melibatkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Ginting.
Bobby menegaskan, tidak hanya dirinya, siapa pun dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dipanggil akan hadir.
"Saya sampaikan ya, masih sama seperti awal sampai sekarang. Kalau dibutuhkan keterangan, siapa pun dari Pemerintahan Provinsi kita siap," ucap Bobby usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Sumut pada Senin (29/9/2025).
Baca juga: Haji Uma Kritik Kebijakan Bobby Razia Truk BL di Sumut: Tendensius dan Grasah-grusuh
Namun, Bobby mengaku hingga saat ini belum menerima panggilan resmi.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Khamozaro Waruwu mengungkapkan, tim asistensi Peraturan Gubernur (Pergub) akan diminta untuk hadir dalam persidangan.
"Sekdanya, dan ada beberapa orang lagi. Nanti majelis akan melihat di sana, apakah keterangan asistensi, wajib nggak dipanggil Gubernur atau tidak. Kita lihat pada persidangan," kata Khamozaro dalam sidang pemeriksaan saksi di ruang Cakra VIII PN Medan, Rabu (24/9/2025).
Khamozaro menekankan, tidak ada orang yang kebal hukum.
Baca juga: Haji Uma Kritik Kebijakan Bobby Razia Truk BL di Sumut: Tendensius dan Grasah-grusuh
"Saya mau katakan bahwa tidak ada orang yang kebal di mata hukum, sama semuanya. Nanti kita lihat kajian asistensi. Kalau ternyata tidak ada dokumen, maka asistensi harus bertanggung jawab. Minimal asistensinya, tim. Tapi kalau ini justru sudah diberikan saran ke pengambil keputusan dan tidak mau tahu, maka kita panggil pengambil keputusannya," tegas Khamozaro.
Dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan tiga saksi, yaitu Andi Junaidi Lubis sebagai sekuriti di kantor UPTD Gunung Tua, Muhammad Haldun sebagai Sekretaris PUPR Sumut, dan Edison Pardamean, Kasi Perencanaan di Dinas PUPR Sumut.
Pemeriksaan saksi ini bertujuan untuk membuktikan dua terdakwa, yakni Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Topan Ginting menjadi tersangka setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait korupsi proyek pembangunan jalan. Namun, berkas Topan hingga kini belum dilimpahkan KPK ke JPU.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan terkait dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang tersangka, yaitu Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen.
Kemudian Rasuli Efendi Siregar, PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto, Dirut PT Dalihan Natolu Group M Akhirun Efendi, dan Direktur PT Rona Na Mora M Rayhan Dulasmi Piliang.
Total nilai enam proyek dalam dua klaster tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar.
KPK menduga M Akhirun Efendi dan M Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang