Perang melawan belanda dilakukan secara gerilya dengan rakyat yang terbakar semangatnya melihat kegigihan Cut Nyak Dien.
Sebuah siasat sempat dijalankan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar untuk mengetahui kelemahan Belanda.
Teuku Umar menyerahkan diri ke Belanda untuk mengetahui kelemahan mereka dari dalam.
Sempat dianggap berkhianat, mereka berhasil mencuri senjata dan menyerang balik pasukan Belanda.
Sayangnya perjuangan Teuku Umar harus terhenti setelah ia mati tertembak dalam sebuah serangan.
Setelahnya Cut Nyak Dien masih terus melakukan gerilya di pedalaman Meulaboh.
Namun seiring bertambahnya usia dengan matanya rabun dan penyakit encoknya membuat anak buahnya merasa kasihan dan melaporkan hal itu kepada tentara Belanda.
Tanggal 6 November 1905 Cut Nyak Dien berhasil ditangkap oleh tentara Belanda, dengan syarat tidak boleh dianiaya atau diasingkan.
Namun setahun setelahnya saat kondisi Cut Nyak Dien membaik, Belanda mengirimnya ke daerah Sumedang, Jawa Barat.
Hal ini karena Belanda masih takut apabila Cut Nyak Dien kembali memantik perlawanan di daerah Aceh.
Di Sumedang Cut Nyak Dien menghabiskan sisa hidupnya hingga meninggal dan dimakamkan oleh warga setempat.
Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 karena usianya yang sudah tua dan kondisinya yang sakit-sakitan.
Setelahnya, Cut Nyak Dien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang dan makamnya baru ditemukan pada 1959.
Presiden Soekarno melalui SK Presiden RI Nomor 106 Tahun 1964 kemudian menetapkan Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional pada 2 Mei 1962.
Sementara rumah Cut Nyak Dien di aceh dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai simbol perjuangannya di Tanah Rencong.