Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang di Medan Buang Ratusan Kilogram Cabai ke Parit, Kesal Harga Anjlok

Kompas.com, 10 Mei 2023, 20:23 WIB
Dewantoro,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com -Video yang menampilkan seorang petugas kebersihan membersihkan parit yang dipenuhi cabai beredar viral di media sosial. 

Setelah ditelusuri, peristiwa itu ternyata terjadi di Pasar Induk Lau Cih Tuntungan, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Video itu diunggah di akun Facebook Naslim Tembung pada 29 April 2023 dengan keterangan 'Cabe di parit. Ratusan kilo dibuang karena tak laku'.

Ditemui di Pasar Induk Lau Cih, Naslim pemilik akun Naslim Tembung mengatakan cabai yang dibuang diparit itu divideokannya pada 27 April 2023.

Baca juga: Viral Video Petani Buang-buang Tomat, Kementan: Itu Bukan Petani, Tapi Pedagang

Dia juga mengaku heran kenapa baru sekarang mulai ramai kembali. Namun dia tidak menyangkal bahwa sampai saat ini harga cabai masih anjlok.

Dikatakannya, dibuangnya cabai rawit ke parit oleh pedagang karena geram dengan harga yang jatuh.

"Harga itu sangat murah kemudian daya beli kurang. Itu pasokan dari semua daerah masuk ke Medan dari Tanah Karo, Dairi, Aceh, Jawa, masuk, melimpah," ujar Naslim, Selasa (9/5/2023).

Naslim menunjukkan lokasi pembuangan cabai rawit ke dalam parit yang videonya viral. Menurutnya, ada 300-400 kg Sabai rawit yang dibuang karena faktor harga terlalu murah. Cabai itu diangkut dengan keranjang lalu dibawa ke TPA Terjun.KOMPAS.COM/DEWANTORO Naslim menunjukkan lokasi pembuangan cabai rawit ke dalam parit yang videonya viral. Menurutnya, ada 300-400 kg Sabai rawit yang dibuang karena faktor harga terlalu murah. Cabai itu diangkut dengan keranjang lalu dibawa ke TPA Terjun.

Rendahnya harga sering menjadi faktor penyebab pedagang "main campak" atau membuang cabai ke parit.

Naslim menyebutkan, bukan hanya cabai yang harganya anjlok. Tomat sampai buah-buahan disebut juga turun drastis harganya.

"Ini sering terjadi di sini karena di sini kan pusatnya sayur dan buah untuk Medan dan sekitarnya. Bahkan Sumatera Utara," ungkapnya.

Baca juga: Viral Video Petani Buang-buang Tomat, Kementan: Kami Cek ke Lapangan

Cabai rawit yang dibuang ke parit itu, lanjut Naslim, selanjutnya dibersihkan oleh petugas, dimasukannya ke dalam keranjang lalu dibawa ke tempat pembuangan akhir di Terjun.

Saat itu, cabai rawit yang dibuang itu diperkirakan sekitar 400 kilogram.

Sebenarnya, kata Naslim, sudah ada imbauan kepada pedagang untuk sama-sama menjaga kebersihan.

Naslim mengatakan, setiap hari, perputaran cabai di Pasar Induk Lau Cih Tuntungan diperkirakan mencapai 5 sampai 10 ton per hari.

Aktivitas paling ramai di pasar ini dimulai pukul 20.00 WIB - 11.00 WIB.

Terdapat zonasi untuk penjualan buah dan sayuran. Penjualan buah-buahan berada di bagian depan dan belakang untuk penjualan sayuran dan rempah.

"Di sini total sekitar 1.000 pedagang lah, itu untuk buah dan sayuran," katanya.

Baca juga: Jelang Lebaran, Harga Cabai Rawit di Banyuwangi Anjlok

Seorang pedagang bernama Romi mengatakan pada hari ini dia menjual cabai merah dari Sidikalang, Dairi.

Cabai merah dan cabai rawit dijualnya Rp 10.000 - Rp 12.000 per kilogram. Sedangkan cabai hijau Rp 9.000 per kilogram.

Dikatakannya, rencahnya harga cabai sudah berlangsung sekitar 1 bulan.

"Tapi anehnya, daya beli kurang, jadi pusing juga kita," ujarnya.

Hal serupa diungkapkan Putra Ginting yang menjual cabai dari Brastagi, Tanah Karo.

Dia menjual cabai merah dan cabai rawit Rp 12.000 per kilogram.

Menurutnya, harga rendah tidak serta merta membuat masyarakat berbondong-bondong membeli.

Dia mengaku mengambil cabai dari petani Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram.

"Yang paling enggak enak tentu petani. Mana ada untungnya. Berapa upah dan berapa jual, tapi kalau tak dipanen kan rugi juga," katanya.

Baca juga: Parkir Mobil di Pinggir Sawah, Pasutri di Magetan Ternyata Curi Bawang dan Cabai

Pedagang lainnya, Leni Sitepu menjelaskan, dalam situasi ini baik petani maupun pedagang sama-sama susah.

 Sedangkan pedagang, juga dihadapkan pilihan sulit. Mau menahan, berarti harus menyimpannya. Sementara semakin lama disimpan, harganya juga turun.

"Harga ini anjlok sudah sebulan. Sebelum puasa. Dulu (tahun lalu) pernah tapi sebentar. Pedagang kadang untung kadang rugi. Karena terlampau murah. Jadinya Di gunung (Tanah Karo), kita ambil dari petani harganya Rp 5.000 - 6.000 per kilogram. Kita jualan harus pandai lah, jual sebelum busuk ya, jual murah," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Anggaran Pemulihan Bencana, Bobby Nasution: Akan Ada Perubahan di RAPBD 2026 Sumut
Soal Anggaran Pemulihan Bencana, Bobby Nasution: Akan Ada Perubahan di RAPBD 2026 Sumut
Medan
Kasus Dugaan Anak Bunuh Ibu di Medan: Polisi Gelar Pra-Rekonstruksi Selama 6 Jam
Kasus Dugaan Anak Bunuh Ibu di Medan: Polisi Gelar Pra-Rekonstruksi Selama 6 Jam
Medan
Dampingi Prabowo ke Lokasi Banjir Langkat, Bobby: Warga Keluhkan Air Bersih dan Tanggul Jebol
Dampingi Prabowo ke Lokasi Banjir Langkat, Bobby: Warga Keluhkan Air Bersih dan Tanggul Jebol
Medan
BPBD Update Banjir-Longsor di Sumut: 355 Meninggal, 84 Hilang, dan 30.266 Mengungsi
BPBD Update Banjir-Longsor di Sumut: 355 Meninggal, 84 Hilang, dan 30.266 Mengungsi
Medan
Mayjen Rio Berpesan untuk Gubsu Bobby Nasution: Izin Tambang Perlu Dievaluasi
Mayjen Rio Berpesan untuk Gubsu Bobby Nasution: Izin Tambang Perlu Dievaluasi
Medan
THM De Tonga Medan Digerebek, 4 Butir Inex dan 82 Miras Ilegal Disita serta 7 Orang Ditangkap
THM De Tonga Medan Digerebek, 4 Butir Inex dan 82 Miras Ilegal Disita serta 7 Orang Ditangkap
Medan
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Medan
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau