Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Buruh Perkebunan Kelapa Sawit Masih Jauh dari Sejahtera

Kompas.com - 31/07/2023, 18:57 WIB
Dewantoro,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Jika dalam tiga hari berturut-turut tidak mencapai target, perusahaan akan memberikan surat peringatan. 

"Target atau basic borong itu kan enggak manusiawi. Makanya kita maunya turun. Sudah minta ke manajemen, tapi katanya sedang diusahakan," katanya.

Ditemui di desa dan hari yang sama, sang mandor bernama Junaidi mengatakan, dia mempunyai anggota mencapai 20 orang. Tiap orang mempunyai tanggung jawab tiga hektar.

Junaidi mengatakan, masalah buruh yang dia ketahui, di antaranya alat kerja yang terbatas, upah premi yang tidak layak, dan basic borong yang terlalu tinggi.

"Upah premi itu tidak layak, di bawah standar. Orang ini kan Rp 121.000 per hari. Upah premi per janjangnya enggak sesuai. Kalau udah basic borong, 40 janjang terus dia cari lagi dapat 40 artinya kan 80 janjang. Ternyata upahnya dihitung Rp 400, dikalikan 40 janjang cuma Rp 16.000," katanya.

Seorang buruh harian lepas bernama Iwan mengaku sudah bekerja selama tiga tahun.

Sebagaimana Ardi, dia pun bekerja selama 20 hari dalam satu bulan.

Bersama 15 rekannya, Iwan bekerja di pembibitan dari pukul 06.30 WIB hingga pukul 14.30 WIB.

Menyemprot tanaman adalah bagian dari pekerjaannya. Dia difasilitasi alat kerja seperti masker, sarung tangan, celemek, dan sepatu boot.

Sebagai buruh harian lepas, dia tidak mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan BPJS Kesehatan.

Setiap gajian di tanggal 15, ada pemotongan antara Rp 45.000-Rp 50.000 untuk jaminan hari tua (JHT). Namun, dia tidak memegang kartu JHT itu.

Selama bekerja, Iwan mendapatkan upah Rp 110.000 per hari. Jumlah itu sesuai dengan yang tertera dalam kontrak yang ditandatanganinya.

Iwan menerima tunjangan hari raya yang jumlahnya hampir setara gajinya.

"Di luar itu setiap tanda tangan kontrak baru kita dikasih Rp 2 juta untuk kompensasi istilahnya. Tapi yang terakhir ini enggak dapat, katanya ada perubahan apa gitu lah," katanya.

Kesejahteraan buruh

Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo) Lorent Aritonang mengatakan, Serbundo memiliki anggota di perusahaan kelapa sawit di Deli Serdang, Labuhanbatu, Sumatera Utara, dan sembilan perusahaan di Sumatera Selatan, serta dua perusahaan di Kalimantan Timur.

Menurutnya, persoalan yang dihadapi buruh hampir sama, yaitu masalah upah atau pesangon.

Dia mencontohkan, di Sumatera Selatan ada 500-an buruh harian lepas yang di-PHK dan belum mendapatkan uang pesangon.

Sebrbundo sudah melakukan upaya mediasi dengan dinas tenaga kerja setempat maupun di pengadilan hubungan industrial agar perusahaan bertanggung jawab memberikan pesangon.

Di Kalimantan Timur, Serbundo menggugat perusahaan karena mem-PHK buruh yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, tetapi tidak memberikan hak pesangonnya.

"Kenapa tidak diberikan persamaan karena dia statusnya buruh harian lepas. Padahal pengadilan hubungan industrial di Samarinda sudah memutuskan bahwa pihak perusahaan wajib memberikan hak pesangonnya. Namun, mereka tidak melaksanakan keputusan akhirnya mengajukan memori kasasi," katanya.

Lorent mengatakan, melihat persoalan yang dialami buruh perkebunan kelapa sawit, pihaknya berharap perusahaan mau melakukan perbaikan terhadap kondisi kerja dan juga buruh.

Ini karena sudah ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang sistem kerja dan pengupahan.

Pihak perusahaan, lanjut Lorent, masih melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak buruh.

"Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini bukan jenis pekerjaan yang sifatnya sementara atau dalam uji coba. Kita tahu perkebunan kelapa sawit itu adalah perusahaan yang sifat dan jenis pekerjaannya itu terus-menerus, tetapi kenapa ada status kerja yang berbeda antara buruh ada satu bagian pekerjaan yang sama," katanya.

Menjadi kepentingan Serbundo untuk memberikan perlindungan kepada buruh-buruh dengan membangun serikat buruh supaya terpenuhi hak normatifnya.

Sekaligus memberikan dan penguatan terhadap buruh agar melakukan dan membentuk serikat dan juga memperjuangkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Itu sebenarnya dasar pemikiran kami untuk melakukan upaya membentuk serikat buruh di perusahaan ini," katanya.

Dalam mengadvokasi buruh yang belum mendapatkan hak-haknya, Serbundo menemukan minimnya alat bukti hubungan kerja dan status kerja buruh di perusahaan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com