Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Sunyi Bakhsan Parinduri Melestarikan Gordang Sambilan

Kompas.com - 28/09/2023, 09:37 WIB
Rahmat Utomo,
Reni Susanti

Tim Redaksi

 

MEDAN, KOMPAS.com - Semangat Bakhsan Parinduri (59) melestarikan gordang sambilan atau gendang khas dari etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), tak pernah surut.

Hampir seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengajarkan anak muda memainkan dan mencintai seni ini dengan cuma-cuma.

Selepas Zuhur, Bakhsan memanggil anak didiknya bermain gordang, Alwi (19), dan Hafiz (18) ke rumahnya. Keduanya lalu duduk di perpustakaan mini, milik Bakhsan yang dipenuhi buku, terutama tentang budaya Mandailing.

Baca juga: Kisah Imam Juwaini Melestarikan Seni Tradisi Aceh dalam Keterbatasan

Ditemani segelas teh manis, mereka asyik berbincang-bincang soal teknik dan filosofis bermain Gordang.

"Gordang sambilan ini unicum in the world, salah satu alat musik paling unik di dunia di antara ansambel adat yang lain. Usianya sudah ribuan tahun," ujar Bakhsan, kepada 2 muridnya itu, saat Kompas.com menyambangi rumahnya di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sabtu (23/9/2023).

Begitulah sekilas tentang seniman tradisi Bakhsan, mendidik muridnya. Dia tidak hanya mengajarkan kelihaian bermain gordang, tetapi juga memberi literasi ke muridnya.

Baca juga: Eksistensi Wayang Orang Ngesti Pandowo, Tetap Bertahan di Tengah Kemajuan Zaman

 

Dia bercita-cita agar para generasi muda mencintai gordang sejak dari nurani. Agar eksistensi seni tradisi ini tak tergilas zaman.

Meski dilakukan dengan mandiri, Bakhsan rutin tiap Minggu melatih puluhan anak muda bermain gordang secara gratis.

Sudah ada ratusan murid yang pernah dilatihnya, salah satu yang skillnya paling menonjol adalah Alwi.

Meskipun usianya sangat muda, berkat keterampilan memainkan gordang dia dipercaya sebagai staf asisten khusus musik tradisi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

"Mereka saya didik dari SMA, kumpul di sini, mereka yang sudah mahir saya ajak untuk ikut pertunjukan, kalau pulang pertunjukan, saya kasih fee sesuai keahlian udah bisa untuk biaya sekolah mereka. Daripada mereka berkeliaran, terlibat tawuran," ujar pria kelahiran 10 November 1964 ini.

Motivasi Bakhsan melestarikan gordang tidak terbentuk begitu saja, proses panjang dilaluinya untuk membulatkan tekadnya.

Jalan seninya mulai terbentuk sejak usianya 8 tahun, lahir di Desa Tombang Bustak, Madina membuatnya begitu dekat dengan seni musik perkusi ini. Apalagi keluarganya juga mahir menggunakan alat musik tersebut.

Bagi penduduk Madina, gordang sambilan bukan sekedar alat musik, melainkan sebuah jati diri.

Gordang diperkirakan sudah ada di Madina sejak 1475, dulunya alat musik ini digunakan sebagai sarana religi dan sarana untuk mamele (memuliakan) nenek moyang masyarakat di sana.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com