Anak Disabilitas di RRABK, kata Erlina Sinaga, mayoritas mengalami gangguan saraf motorik atau cerebral palsy yang memiliki penyakit penyerta, dan tak mampu secara fisik maupun intelektual.
Kondisi demikian berbeda dengan daksa, disabilitas secara fisik tapi lebih mampu secara intelektual.
“Secara logika berharap anak tumbuh normal itu tidak mungkin karena gangguan motorik. Tapi, sebagai orang tua kita berupaya kebutuhan anak kita terpenuhi dan dan semua orang di sekelilingnya peduli,” ungkapnya.
Baca juga: Pemerkosaan Anak Disabilitas di Palembang Terbongkar dari Kecurigaan Pendamping
Kondisi demikian pula harus menanggung beban sekaligus. Antara lain memastikan kesehatan anak sebagai prioritas utama dan memenuhi hak hak anak seperti pendidikan.
“Beberapa anak punya penyakit penyerta. Misal anak cerebral palsy yang mengidap kejang panjang. Kalau kejang tidak disembuhkan dahulu, akan memperburuk kondisi kesehatannya,” katanya.
Di sisi lain, para orang tua di RRABK tergolong tidak mampu secara ekonomi. Untuk kebutuhan medis, fasilitas kesehatan di daerah tidak mampu mengcover, sehingga jika anak sakit dirujuk ke rumah sakit yang berlokasi di ibukota provinsi.
“Jarak juga, ekonomi kita kan enggak sama. Ekonomi keluarga di sini enggak semuanya mampu. Memang BPJS, untuk ongkos siapa menanggung,” sebutnya.
“Ada di sini orangtua kalau anaknya mau terapi, meminjam dulu ke tetangga untuk ongkos,” kisahnya.
Baca juga: Bawaslu Kabupaten Bandung: Alat Bantu di TPS untuk Penyandang Disabilitas Mesti Jadi Prioritas
Sejauh ini regulasi yang dikeluarkan Pemda di Pematang Siantar dan Pemkab Simalungun untuk anak disabilitas belum ada sama sekali.
Menurut Erlina, anak disabilitas yang mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa masih Daksa. Sementara Inklusi biaya pendidikannya cukup mahal.
Pihaknya berharap suatu saat ada relawan yang mampu memberikan dukungan pendidikan kepada anak dengan tumbuh kembangnya mengalami gangguan fisik dan intelektual.
“Secara naluri seorang Ibu, saya ingin anak saya pakai seragam sekolah meski kemampuan intelektual dia tidak bisa disamakan dengan anak yang tumbuh kembangnya baik,” katanya
“Jadi yang katanya pendidikan adalah hak segala bangsa, itu saya tidak dapatkan disini,” imbuhnya.