Selama beberapa tahun berkecimpung di dunia batik, setidaknya sudah ada 13 motif yang dibuat oleh Santi dan teman-temannya.
Mayoritas motif terinspirasi dari cerita rakyat, tumbuhan, hewan, dan cerita dari raja-raja Batak.
“Sudah ada puluhan motif batik yang kami buat, tetapi baru 13 motif yang kami daftarkan sebagai hak kekayaan intelektual (HAKI),” tutur dia.
Santi mengungkapkan, beberapa motif tak bisa didaftarkan sebagai HAKI karena terkendali berbagai hal.
Baca juga: Finish Bawa Kain Ulos, Ganjar Sebut Antusiasme Warga Medan di Borobudur Marathon 2022 Luar Biasa
Salah satunya seperti motif tanduk horbo. Motif ini tak bisa didaftarkan sebagai HAKI karena motifnya terpasang di rumah-rumah keturunan raja Batak.
“Beberapa motif memang terinspirasi dari logo atau motif yang sudah ada. Jadi tidak kami daftarkan ke HAKI,” ungkap dia.
PT Agincourt Resources (PTAR), perusahaan yang mengelola Tambang Emas Martabe, tertarik untuk membantu mengembangkan kerajinan batik yang digagas Santi dan teman-temannya.
Terlebih, Kampung Pasir jaraknya tak lebih dari satu kilometer dari Tambang Emas Martabe.
“Kami PT Agincourt Resources memiliki program pemberdayaan masyarakat (PPM). Karena menurut kami kegiatan ibu-ibu ini sangat bagus dan inspiratif, jadi kami bina mulai 2019,” ujar Local Economic Development Community Development PTAR Dominico Savio Sandi.
Baca juga: Macam-macam Kain Tenun, dari Songket Minang, Ulos, hingga Tenun Toraja
Sandi mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh ibu-ibu di Kampung Pasir terus berkembang setiap tahunnya.
Omzet penjualan batik juga diklaim terus meningkat semenjak pandemi Covid-19 mereda.
“Dari 2022 ke 2023 itu omzetnya naik hingga 35 persen. Kira-kira diatas Rp 200.000,” tutur Sandi.