MEDAN, KOMPAS.com - Kepala SMP Negeri 1 STM Hilir, Suratman, mengaku kecolongan terkait kasus siswa inisal RSS (14) yang sempat dihukum squat jump 100 kali sebelum meninggal dunia. Dia menegaskan, seharusnya hukuman fisik seperti itu tak dibenarkan.
“Sebenarnya (hukuman squat jump) tidak dibenarkan. Jangan kan hukuman fisik, melebel (bullying) anak saja tidak boleh. Misalnya menyebutkan anak hitam atau pendek itu tidak boleh lagi. Itu setiap ada rapat selalu diingatkan,” kata Suratman saat diwawancara di SMP Negeri 1 STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang pada Senin (30/9/2024).
Baca juga: Terpukul! Guru Agama Tak Sangka Siswa yang Dihukumnya 100 Squat Jump Meninggal
“Cuma inilah, namanya nasib, kecolongan pihak kita. Oh, itu (hukuman fisik) tidak boleh. Tidak dibenarkan, apa lagi kurikulum merdeka,” sambungnya.
Suratman pun menjelaskan kronologi RSS sampai mendapatkan hukuman squat jump dari guru inisial SW. Peristiwa itu terjadi pada Kamis (19/9/2024). Kala itu, RSS sedang mengikuti proses belajar mata pelajaran pendidikan agama.
Lalu, rupanya RSS tak mengumpulkan tugas bersama 5 siswa lainnya. Kemudian, para siswa ini mendapatkan hukuman squat jump 100 kali. Tapi dengan catatan, para siswa dapat beristirahat jika merasa capek. Setelah dihukum, RSS kembali mengikuti proses belajar seperti biasa.
Baca juga: Makam Siswa yang Meninggal Usai Dihukum Squat Jump Akan Dibongkar
“Besoknya, dia (korban) masih sekolah. (Tapi) Sabtu tidak masuk sampai Rabu ada pemberitahuan anak tersebut demam, sakit. Cuma kita tidak tahu penyebab sakitnya. Setelah itu, Kamis pagi, datang pihak orangtua menyatakan anaknya meniggal,” tutupnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang