MEDAN, KOMPAS.com - Keluarga Ade Nurul Fadillah (19), calon pramugari yang meninggal dunia di Medan, mendatangi Polda Sumatera Utara. Mereka mengikuti proses pemeriksaan dan menyerahkan sejumlah barang bukti.
“Hari ini kita dipanggil untuk menghadirkan saksi-saksi dari pihak keluarga. Ada orangtuanya dan kakak kandung korban,” kata Thomy Faisal Sitorus Pane, kuasa hukum keluarga korban, saat diwawancarai di Polda Sumut, Rabu (30/10/2024).
Thomy menjelaskan, bukti yang diserahkan meliputi beberapa lembar foto, flashdisk berisi dokumentasi kondisi tubuh korban yang membiru, video, ponsel korban, dan surat kematian.
Baca juga: Kejanggalan Tewasnya Calon Pramugari di Medan, Disebut Sering Konsumsi Obat Sakit Kepala
“Korban sempat membuat video sekitar dua jam sebelum meninggal dunia. Video itu dikirimkan ke pacarnya menggunakan ponsel. Itu video dia (korban) lagi happy-happy, nyanyi, dia bilang ke pacarnya 'I love you', dan kondisinya masih sehat. Makanya kita kaget, hanya beberapa jam setelah video itu dikirimkan, korban meninggal,” ungkap Thomy.
Pihak keluarga juga telah mengajukan permohonan kepada polisi untuk melakukan ekshumasi, meskipun waktu pelaksanaannya masih dalam proses penyelesaian.
“Ya kita harapkan, kasus ini dapat diungkap seterang mungkin,” sebut Thomy.
Baca juga: Kasus Kematian Calon Pramugari di Medan: Bekas Luka Lebam dan Bantahan Sekolah
Sebelumnya, Ade meninggal dunia pada 1 Oktober 2024 saat menempuh pendidikan di kursus penerbangan Sumatera Flight Education, yang berlokasi di Komplek Citra Garden, Kota Medan.
Keluarga menemukan sejumlah kejanggalan saat memandikan jenazah.
“Ada lebam di leher yang diindikasikan karena dicekik. Selain itu, ada lebam di punggung dan rusuk. Jari-jari tangan dan kaki juga biru. Dugaannya itu akibat adanya kekerasan,” ungkap Thomy.
Berdasarkan kejadian tersebut, keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polda Sumut dengan nomor STTLP/B/1507/X/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara pada 23 Oktober 2024.
Di sisi lain, pihak Sumatera Flight Education membantah bahwa korban meninggal akibat kekerasan di asrama.
“Nah itu (dugaan korban alami kekerasan) yang kita bantah. Kita ini tempat pelatihan, bukan seperti tempat akademi yang lain,” kata Hendra Manatar Sihaloho, kuasa hukum Sumatera Flight Education kepada Kompas.com melalui saluran telepon pada Selasa (29/10/2024).
Hendra menjelaskan, korban telah menjalani pendidikan selama sekitar dua bulan dan tidak memiliki musuh. Dia dikenal sebagai orang yang baik di kalangan teman-temannya.
“Makanya kita harapkan Polda Sumut untuk segera memproses ekshumasi ini. Keluarga sudah mengajukan, jadi segeralah dilakukan agar kasus ini terang benderang,” ujar Hendra.
“Supaya tidak ada fitnah yang merugikan orang lain. Kasihan juga orang yang sudah menolong malah terkena fitnah,” tambahnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang