Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Diminta Selidiki Pagar Hutan Lindung 48 Hektare di Pantai Deli Serdang

Kompas.com, 24 Februari 2025, 20:43 WIB
Rahmat Utomo,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - DPRD Deli Serdang dan Ombudsman Sumut meninjau lokasi pemagaran 48 hektare kawasan hutan lindung di pesisir pantai di Desa Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Senin (24/2/2025).

Saat berada di sana, tampak pagar sepanjang 800 meter itu sudah dalam kondisi roboh.

Sebab, sehari sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) bersama warga telah meruntuhkannya.

Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Syahri, saat meninjau, mengatakan dirobohkannya pagar itu tidak serta-merta menyelesaikan persoalan.

Baca juga: Pagar Seng yang Tutupi 48 Hektar Pesisir Pantai Deli Serdang Dibongkar

Dia kemudian meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik polisi maupun institusi lainnya, menyelidiki dugaan pelanggaran hukum terkait pemagaran tersebut.

"Hutan lindung itu tidak boleh dikuasai atau digarap oleh masyarakat, makanya kita minta kepada APH, kalau ada pelanggaran hukum, untuk segera menindaklanjuti, apalagi orang-orang yang menguasai lahan tersebut," ujar Zakky usai melakukan peninjauan.

"Karena sesuai perintah presiden, tanah negara harus segera diambil apabila dikuasai oleh pihak lain," tambah Zakky.

Zakky juga mengatakan saat peninjauan dia melihat lahan yang dipagar terdapat tambak udang.

Dia menduga izin penambakan itu juga tidak ada.

"Karena tidak mungkin dikeluarkan izin usaha di atas tanah hutan lindung," ungkapnya.

Di sisi lain, Zakky juga mengatakan saat ini Polda Sumut telah turun tangan menyelidiki persoalan ini.

Dia berharap, jika ada mafia tanah yang terlibat, polisi segera menangkapnya.

"Kita apresiasi pihak Polda hari ini, pihak Polda (telah) memanggil pihak terkait, termasuk camat dan lain-lain. Semoga (kalau) ada mafia tanah ini langsung diproses dengan hukum," ujarnya.

Selain itu, kata Zakky, pihak DPRD akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk mengetahui persoalan ini secara komprehensif, termasuk menyelidiki pengakuan pihak pengusaha yang menyebut telah memiliki surat keterangan tanah (SKT) dari kecamatan.

"Kan masih katanya (ada SK-nya), tidak mungkin Pemkab mengeluarkan izin di atas lahan tanah hutan lindung, masih katanya. Makanya mau kita dalami di RDP, Insya Allah kita laksanakan minggu ini," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Ombudsman Sumut, Herdensi, mengimbau agar semua pihak yang berkaitan dengan pemagaran bisa menyelesaikannya secara substantif.

"Jadi bukan hanya membongkar pagarnya, tapi secara substantif menyelesaikan masalahnya. Kalau memang ini ternyata hutan lindung, ya harus dilindungi. Orang-orang yang tak bertanggung jawab melakukan pengelolaan di sini, saya kira harus ada langkah-langkah hukum untuk menyelesaikannya," harapnya.

Sebelumnya diberitakan, kawasan hutan lindung di pesisir pantai Desa Rugemuk dipagari oleh pengusaha tambak dengan luas lahan yang dipagar mencapai 48 hektare dan panjang sekitar 800 meter lebih.

Pantauan Kompas.com pada Kamis (21/2/2025) menunjukkan bahwa pagar tersebut memiliki tinggi sekitar 3 meter dan jarak dari pantai ke lokasi pemagaran sekitar 300 meter (sebelumnya 30 meter).

Dari pantai di dekat lokasi pagar, terdapat plang yang menyatakan bahwa tanah di sekitar lokasi merupakan kawasan hutan negara.

Terkait pemagaran itu, Kepala Dinas LHK Sumut, Yuliani Siregar, terjun langsung ke lokasi pembongkaran.

Ia menegaskan bahwa kawasan hutan adalah milik negara dan bukan milik perorangan.

"Saya langsung sama masyarakat yang membongkarnya. Alasan pembongkaran yang pertama, adanya pengaduan masyarakat. Kedua, itu kawasan hutan, kawasan hutan lindung. Mana ada orang yang bisa memiliki kawasan hutan tanpa izin," ujar Yuliani saat dihubungi melalui telepon seluler, Minggu (23/2/2025).

Yuliani menjelaskan bahwa berdasarkan pengamatannya di lapangan, terdapat sekitar 48 hektar lahan hutan yang dipagari oleh seorang pengusaha bernama Albert.

Dia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.

Ketika ditanya mengenai klaim pengusaha tersebut yang menyatakan telah membeli lahan dari masyarakat pada tahun 1982 dan memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari camat dan lurah setempat, Yuliani mengaku heran.

Ia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.

Perusahaan yang memagari lokasi tersebut adalah PT Tun Sewindu.

Melalui kuasa hukumnya, Junirwan Kurnia, dijelaskan bahwa kliennya telah membeli lahan tersebut dari masyarakat sejak tahun 1982 melalui proses ganti rugi.

Baca juga: 48 Hektar Pesisir Pantai di Deli Serdang Dipagari Pengusaha, DPRD Beri Reaksi

Pada tahun 1988, kliennya membangun pagar yang kini berukuran 900 meter dengan beton setinggi 40-50 meter dan sisanya terbuat dari seng.

“Jadi pagar itu sudah lama, cuma kemarin itu diperbaharui. Untuk lahan itu kita sudah memiliki SK Camat dan Lurah. Nah, kenapa itu dipagar? Karena kita tidak tahu bahwa itu kawasan hutan dulunya,” ungkap Junirwan.

Dia menambahkan bahwa baru pada tahun 1991 ada SK Penetapan Kawasan Hutan yang menyatakan bahwa sebagian lahan tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
THM De Tonga Medan Digerebek, 4 Butir Inex dan 82 Miras Ilegal Disita serta 7 Orang Ditangkap
THM De Tonga Medan Digerebek, 4 Butir Inex dan 82 Miras Ilegal Disita serta 7 Orang Ditangkap
Medan
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Medan
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Medan
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Medan
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Medan
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Medan
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau