MEDAN, KOMPAS.com - Polda Sumut membongkar sindikat pemalsu dokumen Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) antarprovinsi di Jalan Jamin Ginting, Kota Medan.
Sebanyak 11 orang ditangkap dalam pengungkapan ini.
Identitas para pelaku yakni Janfrisa Sembiring (36), Muhammad Tebri (38), Muslim (33), Edi Nuriswan (47), Dwi Rijki Suteja (31), Bobby Leonardus Sembiring (42), Dedy Saputra (46), Robi Anzalni (36), Febi Donal (39), Leonardus Jui Vernianto (33), dan Indra Wijaya (30).
Saat beraksi, para tersangka memiliki peran yang berbeda;
ada yang membuat dokumen palsu, pemilik bengkel mobil, distributor, debt collector, perantara, dan pemesan.
Baca juga: Dilaporkan Bupati Tasikmalaya soal Dugaan Pemalsuan Surat, Wakil Bupati: Saya Hanya Jalankan Tugas
Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan mengatakan para pelaku beraksi bila ada yang melakukan pemesanan dokumen palsu.
"Jadi pemalsuan (dokumen kendaraan) di Sumut, namun mobil-mobilnya ini berada di luar Sumut, jadi ada yang kita sita dari berbagai daerah (mobilnya), karena mobilnya di luar daerah, suratnya dari Sumut," ujar Whisnu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/5/2025).
Direskrimum Polda Sumut Kombes Sumaryono mengatakan pengungkapan bermula pada 11 Maret 2025.
Mulanya, polisi mendapat informasi bahwa salah satu rumah di Jalan Jamin Ginting Km 14, Kota Medan, dijadikan tempat memproduksi STNK dan BPKB palsu.
Polisi kemudian menyelidikinya dan menangkap Janfrisa, sang pelaku utama.
Saat diinterogasi, tersangka Janfrisa mengaku sudah hampir 3 tahun menjalankan bisnis haram pemalsuan dokumen tersebut.
"Dari satu dokumen STNK dan BPKB yang diperjualbelikan, dia (mematok) harga Rp 750.000 sampai Rp 4 juta tergantung dari jenis kendaraannya," ujar Sumaryono.
Sejauh ini, kata Sumaryono, total sudah ada 700 dokumen palsu yang dibuatnya dan tersebar di seluruh Indonesia.
Lalu dari rangkaian penyelidikan sindikat ini, kata Sumaryono, ada 3 klaster bagaimana cara sindikat ini beraksi.
Klaster pertama yakni pemilik bengkel mobil Mini Cooper bernama Muhammad Tebri.
Pelaku Tebri ini berperan merakit mobil Mini Cooper antik sesuai pesanan dari pelanggannya.
Mulanya, dia memesan suku cadang dari berbagai daerah, termasuk negara Malaysia, tanpa izin untuk membuat mobil Mini Cooper rakitan.
"Setelah dirakit, maka yang bersangkutan memesan dokumen, yaitu berupa dokumen STNK dan BPKB untuk digabungkan kepada kendaraan tersebut, baru dijual kepada konsumen," ujar Sumaryono.
Klaster kedua yakni pemilik kendaraan yang mempunyai BPKB, namun tidak punya STNK.
Selanjutnya, klaster ketiga yakni para debt collector yang mengambil mobil sitaan nasabah, namun tidak diberikan kepada leasing.
Selanjutnya, mereka memesan dokumen palsu ke Janfrisa lalu menjualnya ke konsumen lain.
"Klaster debt collector ini ada kami amankan dari Pekanbaru, Riau. Mereka mengambil mobil sitaan, setelah itu, dipesankan dokumen STNK, lalu dijual kepada konsumen," tandas Sumaryono.
Selanjutnya, dari pengungkapan ini, polisi menyita 25 mobil, di mana sembilan di antaranya adalah sembilan unit Mini Cooper yang masih dalam proses perakitan.
Di sisi lain, polisi juga mengamankan satu unit sepeda motor dengan dokumen palsu.
Kata Sumaryono, kendaraan itu disita dari Riau, Jakarta, Banten, Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Kemudian, polisi juga menyita alat yang dipakai tersangka utama, Janfrisa, untuk mencetak dokumen palsu.
Alat tersebut terdiri dari mesin cetak, stempel ultraviolet, dan mesin laser mini untuk mengukir kertas.
Baca juga: Bupati Tasikmalaya Laporkan Wakilnya ke Polisi atas Dugaan Pemalsuan 30 Surat
Janfrisa mengaku mempelajari cara membuat STNK dan BPKB bodong dengan cara otodidak.
Lalu, selama lebih kurang 3 tahun beraksi, dia memperoleh keuntungan sekitar Rp 3 miliar.
Kini, para pelaku ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.
Mereka disangkakan dengan pasal pidana pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 6 tahun penjara, serta ditambah pidana tentang penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHPidana dengan ancaman 4 tahun penjara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang