PALEMBANG, KOMPAS.com - Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Palembang, dua istri anggota polisi yang menjadi korban penembakan, serta ibu salah satu korban, menyampaikan keluh kesah mereka terkait kasus yang menimpa keluarga mereka.
Mereka mengungkapkan rasa sakit hati akibat penggiringan opini yang menyudutkan suami dan anak mereka.
Sasnia, istri Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusiyanto mengaku bahwa isu mengenai setoran judi sabung ayam yang diterima suaminya, Kopda Bazarsah, dan Peltu Yun Heri Lubis, selalu diangkat dalam persidangan.
Ia menegaskan bahwa suaminya tidak pernah terlibat dalam praktik perjudian tersebut.
Baca juga: Tangis Keluarga Korban Pecah di Sidang Penembakan 3 Polisi, Minta Kopda Bazarsah Dihukum Mati
"Jangan difitnah lagi, kami itu sakit hati, Pak. Saya tahu suami saya. Sampai meninggal pun suami saya masih puasa," ujar Sasnia saat memberikan kesaksian pada sidang yang berlangsung pada Senin (1/7/2025).
Sasnia menambahkan bahwa sejak suaminya menjabat sebagai Kapolsek pada tahun 2024, ia selalu mendampingi Lusiyanto dalam berbagai aktivitas.
"Bahkan kalau ada tamu yang datang ke Polsek, yang buat teh, kopi itu saya, Pak. Karena di kantor tidak ada office boy (OB). Saya buat di rumah lalu antar ke Polsek, jadi saya tahu siapa saja yang bertemu dengan suami saya," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Milda Dwi Ani, istri Bripka Petrus Apriyanto, yang turut menjadi korban.
Milda mengungkapkan kesedihannya, terutama karena ia baru menikah satu setengah tahun dan memiliki anak yang masih berusia enam bulan.
"Saya hanya ibu rumah tangga, suami saya itu tulang punggung keluarga. Bagaimana nasib saya, bagaimana masa depan anak kami yang masih bayi ini," ucap Milda dengan air mata yang mengalir.
Ia juga meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan vonis terberat kepada pelaku, Kopda Bazarsah.
"Saya minta terdakwa dihukum sampai mati. Minta keadilan seadil-adilnya, nyawa tidak bisa dibayar uang!" tegasnya.
Suryalina, ibu kandung dari Bripda Ghalib Surya Ganta, juga berbicara dalam sidang tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa Ghalib adalah anak bungsu dari dua bersaudara.
Sebelum peristiwa penembakan terjadi, satu bulan sebelumnya, ayah Ghalib meninggal dunia karena serangan jantung.
Suryalina mengandalkan Ghalib untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Baca juga: Minta Kopda Bazarsah Dihukum Mati, 3 Keluarga Polisi Sujud di Hadapan Hakim
"Waktu pemakaman di Bandar Lampung, saat jenazah dikafani, dari masih berdarah dari hidung, mata, mulut. Saya tidak sanggup melihat. Dia (Kopda Bazarsah) sudah menghilangkan nyawa anak saya. Saya minta dihukum mati," kata Suryalina penuh haru.
Sidang ini menjadi saksi bisu dari duka mendalam yang dialami keluarga korban, sekaligus menyoroti isu keadilan yang mereka harapkan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang