Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditangkap dan Dibina, "Pak Ogah" di Medan Tetap Kembali ke Jalan, Kenapa?

Kompas.com, 17 Agustus 2025, 16:45 WIB
Cristison Sondang Pane,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com – Pengatur lalu lintas informal atau pak ogah semakin banyak terlihat di sejumlah median jalan Kota Medan. Mereka membantu pengendara memutar arah atau menyeberang dengan harapan diberi imbalan uang. Namun, keberadaan pak ogah ini dinilai semakin berpotensi menimbulkan konflik karena kerap memicu kemacetan.

Menurut sosiolog Universitas Sumatera Utara Muba Simanihuruk, ada dua faktor utama yang menyebabkan fenomena pak ogah semakin marak. “Mungkin ini karena pertumbuhan ekonomi kita belum baik. Orang semakin sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan pemutusan hubungan kerja semakin meningkat,” katanya kepada Kompas.com saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (16/8/2025).

Faktor kedua, pekerjaan sebagai pak ogah dipandang memberikan fresh money dan lebih cepat dibanding pekerjaan informal lainnya. “Mungkin saja pendapatan menjadi pak ogah lebih tinggi daripada buruh bangunan. Di situ uangnya bisa cepat dapat,” tambah Muba.

Baca juga: Viral Pak Ogah Pegang Batu Saat Atur Lalu Lintas di Medan, Polisi: Bukan Ancam Pengendara

Ia menyebut, kondisi ini menjadi paradoks karena pada satu sisi kehadiran pak ogah membantu saat tidak ada petugas resmi, tetapi di sisi lain justru menunjukkan absennya negara.

Kepala Bidang Pengembangan, Pengendalian dan Keselamatan Dinas Perhubungan Kota Medan Richard Medy Simatupang mengakui sulit mengatasi persoalan ini karena memerlukan koordinasi lintas instansi.

“Dishub sendiri tidak bisa, harus ikut juga Camat, Polisi, Dinas Sosial dan lainnya,” ujar Medy.

Salah satu pak ogah bernama Iye mengaku sering diamankan polisi dan sempat ribut dengan pengguna jalan. “Saya pernah 4 kali ditangkap. Saya hanya ingin kerja dan cari makan,” ucapnya.

Anggota Komisi 4 DPRD Kota Medan Lailatul Badri menilai, fenomena pak ogah ibarat dua sisi mata uang. “Di satu sisi mereka membantu, tetapi di sisi lain mereka bukan petugas resmi sehingga sering menimbulkan keributan,” kata Lailatul.

Ia meminta Pemkot Medan mengambil langkah terpadu melalui penertiban, program pelatihan kerja, dan peningkatan kehadiran petugas di lokasi rawan macet. “Penegakan hukum yang tegas harus disertai solusi ekonomi,” ujarnya.

Sebelumnya, Camat Medan Tembung, Muhammad Pandapotan Ritonga, bersama aparat gabungan menertibkan enam pak ogah di depan Komplek MMTC, Jalan Willem Iskandar. Mereka dibawa ke Polsek Medan Tembung untuk pembinaan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Medan
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Medan
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Medan
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Medan
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Medan
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Medan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau