MEDAN, KOMPAS.com - Lewat Bengkel Sampah yang ia rintis tahun 2021, Nazamuddin Siregar (31) bersama PT Pegadaian mengajak warga menabung emas dari sampah.
Gerakan kecil itu perlahan mengubah sikap warga, dari yang dulu acuh terhadap lingkungan kini peduli dan bertanggung jawab menjaga kebersihan.
Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB, Nazamuddin sudah berada di gudang Bengkel Sampahnya, Desa Palopat Maria, Kabupaten Padang Sidempuan, Sumatera Utara, Rabu (15/10/2025).
Dalam gudang seluas 20 x 40 meter itu, dia bersama enam karyawannya sibuk mem-packing tumpukan sampah yang didominasi kertas karton hingga besi.
Sebanyak 8 ton sampah dimasukkan ke dalam truk lalu dibawa ke Kota Medan untuk dijual. Sampah itu berasal dari limbah rumah tangga di Kota Padang Sidempuan dan Tapanuli Selatan.
Baca juga: Fenomena Warga Luwu Cari Emas di Sungai Bajo, Tradisi yang Tetap Lestari
"Ini sampah hasil menabung 500 nasabah bengkel sampah, selama dua minggu belakangan ini," ujar Nazamuddin mengawali pembicaraan dengan Kompas.com melalui saluran telepon.
Ibu rumah tangga yang menyetor sampah kian antusias, terlebih sejak Nazamuddin mulai bekerja sama dengan PT Pegadaian untuk menggerakkan program Memilah Sampah Menjadi Emas (MSME) sejak tahun 2023.
"Kini, sudah ada sekitar 150 orang nasabah aktif yang rutin menabung emas dari hasil memilah sampah rumah tangga mereka," ujar Nazamuddin.
Selain dapat menukar sampah jadi emas, Nazamuddin juga memberi pilihan ke nasabahnya untuk menukarnya dengan sembako dan kambing.
Namun, bagi Nazamuddin, tabungan emas dan lainnya hanyalah perantara, yang terpenting baginya dari sampah-sampah rumah tangga itulah kesadaran baru tumbuh.
Dia melihat sendiri bagaimana warga yang dulunya terbiasa membuang sampah sembarangan kini mulai memilah, menabung, dan menjaga kebersihan sekitar rumahnya.
Perlahan, lingkungan yang dulu kotor berubah lebih tertata. Sejak berdirinya Bengkel Sampah, sudah ada 6.000 ton sampah yang tak berguna menjadi memiliki nilai ekonomis.
Atas dedikasinya mengedukasi dan mengelola sampah itu, Nazamuddin menerima penghargaan dari PT Pegadaian sebagai Jawara Unit terbaik tingkat wilayah pada Malam Apresiasi Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia di tahun 2024.
Nazamuddin Siregar (31) menerima penghargaan sebagai Jawara Unit terbaik tingkat wilayah pada Malam Apresiasi Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia di Jakarta pada Desember 2024. Prihatin melihat sawah di kampungnya tercemar sampah membuat Nazammudin Siregar berinovasi membuat Bengkel Sampah.
Jelang lima tahun berjalan, lebih dari 500 warga berhasil digaetnya. Kini, ia mulai mengemaskan sampah. Menjaga lingkungan sekaligus berinvestasi untuk masa depan.
Sejak di bangku perkuliahan, Nazamuddin sudah tertarik mendalami pengelolaan sampah. Ia aktif berkomunitas untuk mempelajari lebih jauh soal sampah.
Usai tamat tahun 2018, lulusan dari Teknik Industri UIN Sultan Syarif Kasim Riau ini sempat membangun usaha kripik singkong. Namun, usahanya kandas pada masa Covid-19.
Saat kembali ke kampungnya, di Desa Lembah Lubuk Raya, Kabupaten Tapanuli Selatan, keresahannya terkait sampah terpantik.
"Ada kebiasaan di sini buang sampahnya ke sungai terus masuk ke perairan sawah. Tercemarlah jadinya," kata pria berusia 31 tahun ini kepada Kompas.com melalui saluran telepon pada Rabu (15/10/2025).
Tahun 2020, selama dua bulan, dia memutuskan magang di perusahaan sampah daur ulang milik rekannya di Kota Medan. Dari situlah dia terinsiprasi untuk membuat Bengkel Sampah.
Dengan dana yang terbatas dia memulai langkahnya. Nazamuddin door to door mentransfer keresahannya. Diajaknya warga untuk menjadi nasabah bank sampah.
Perjalanannya tak berjalan mulus. Dia sering dicibir. Sekolah tinggi-tinggi hanya untuk pegang sampah. Bahkan, bank sampahnya dinilai tak akan bertahan lama.
"Banyak yang bilang, paling cuma berapa hari umur Bengkel Sampah ini," ucap Nazamuddin.
Baca juga: Siska Nirmala: Kisah Sukses Toko Nol Sampah di Bandung
Semangat Nazamuddin tak patah. Sejak awal, dia tahu bahwa langkahnya akan berat. Namun, dia optimistis. Selagi tujuannya baik, maka alam akan mendukung.
Dari pagi hingga malam, dia tak letih mengajak sekaligus mengedukasi warga soal sampah. Perkumpulan-perkumpulan warga dijajakinya.
Titik terang mulai muncul ketika dia masuk ke lingkaran ibu perwiritan dan pengajian. Ia diberi ruang untuk menyosialisasikan bank sampah gagasannya.
Satu per satu ibu rumah tangga mulai mendaftar. Perlahan-lahan jumlahnya bertambah. Cerita positif dari ibu-ibu itu pun kian menyebar dan membuat Bengkel Sampah mulai dikenal.
"Waktu diawal itu gudang sampahnya di rumah orangtua. Jadi di kamar, di ruang tamu, itu sampah semua," ucap Nazamuddin.
Sejak akhir tahun lalu, Nazamuddin bersyukur sudah memiliki gudang sampah secara mandiri di Desa Palopat Maria. Bengkel Sampahnya pun sudah memiliki 17 titik penyetoran sampah.
"Kami sudah bermitra dengan 8 desa dan 3 sekolah di Kota Padangsidimpuan. Lalu, 4 desa dan 2 sekolah di Tapsel," ucap Nazamuddin.
Dari seluruh titik itu, ada sekitar 60 relawan berperan membantu penyetor untuk memilah sampah, menimbang, dan mencatatnya di buku tabungan sampah.
"Syukurnya, sekarang ada enam orang yang saya pekerjakan untuk membangun Bengkel Sampah ini. Ada driver, menjemput sampah, memilah, dan lainnya," sebutnya.
Lalu, tiap dua minggu sekali, satu unit pikap akan menjemput sampah tersebut. Sampah itu nantinya akan dikirim ke gudang pengolahan sampah di Medan untuk dijadikan bahan bakar atau kerajinan tangan.
"Nah, kendaraan operasional ini masih jadi problem. Karena kami hanya punya 1 pikap, sedangkan kebutuhannya, 2 pikap dan 2 becak. Biar lebih efektif," ucap Nazamuddin.
Nazamuddin menerima 72 jenis sampah. Warga cukup memilah lalu mengantarnya ke tempat penitipan. Sampah ditimbang lalu beratnya dicatat di buku rekening selayaknya nasabah di bank.
"Alhamdullilah sekarang sudah 500 lebih nasabahnya. Saldonya bisa ditarik setelah 3 bulan. Nah, bersyukur juga per bulan itu ada 10 ton sampah setidaknya bisa dikelola," ungkap Nazamuddin.
Kerja nyata Nizamuddin mulai terasa dan disorot. Tahun 2023, ia masuk menjadi binaan PT Pegadaian dengan program MSME.
Ia mulai gencar mengajak masyarakat untuk mengemaskan tabungan sampah. Alhasil, sejauh ini ada 150 nasabah yang mengalihkan tabungan sampah menjadi tabungan emas.
Baca juga: Warga Bisa Buang Sampah Besar Gratis, Berikut Daftar Barangnya
"Nasabah kami beri pemahaman untuk memakai akun Pegadaian digital dan punya tabungan emas," sebut Nazamuddin.
Dari kerja sama itu pula, Nizamuddin ikut dalam Gerakan Edukasi Indonesia Bersih (GEIB) selama tiga bulan. Dia difasilitasi untuk memberi edukasi hingga pelatihan ke sekolah, komunitas, serta lainnya.
Langkah Nazamuddin tak berhenti di situ. Ke depan, ia hendak berinovasi. Menyulap sampah jadi produk yang bermanfaat dan bisa diperjualbelikan.
Salah satunya, mengubah sampah menjadi paving block. Sayangnya, ia masih terkendala di sumber daya manusia. Mesin telah tersedia, tetapi operator untuk mengoperasikan mesin belum ada.
"Selain itu, sejak Agustus ini, aplikasi Bengkel Sampah sudah mulai difungsikan. Itu seperti mobil m-banking. Jadi nasabah bisa cek tabungan secara digital," ujar Nazamuddin.
"Memang masih ada 50 nasabah yang pakai aplikasi ini. Semoga cepat berkembang," tuturnya.
Nasabah bengkel Nazamuddin saat menyetorkan sampah berupa kardus ke Bengkel Sampah Bagi Sri Wahyuni apa yang dilakukan Nazamuddin patut diancungi jempol. Menurutnya, sarjana yang merantau lalu pulang dengan gagasan membangun kampung jarang ditemui.
Nazamuddin melakoni jalan itu dan menjadi penggagas pengelola sampah terpadu pertama di Tapsel. Sejak tahun lalu, Sri sudah mendukung Bengkel Sampah Nazamuddin.
Guru ngaji ini meluangkan waktunya untuk menjadi relawan di Kelurahan Aek Pining, Kabupaten Tapsel. Ia bersama empat ibu-ibu lainnya berjibaku untuk mengajak warga menjadi nasabah bank sampah.
"Awalnya ada sosialisasi soal Bengkel Sampah ini di kelurahan. Dari situ saya tertarik karena memang masalah sampah ini cukup meresahkan. Makanya mau lah saya jadi relawan," ujar Sri.
Perannya sebagai relawan tak rumit. Sri menyediakan lapak untuk melayani penyetoran sampah di halaman rumahnya. Setiap sampah yang disetor nasabah ditimbangnya, dipilah-pilah dan dicatat. Adapun nasabah datang di waktu yang tak tentu.
"Nah, kami ini kan sudah bikin grup di WA. Kalau ada yang mau setor saya stand by. Namun, kalau lokasinya agak jauh, kami yang jemput pakai becak motor. Satu minggu itu, mau ada 100 kg yang nyetor sampah," ucap Sri.
Wanita berusia 45 tahun ini pun mendapati beragam tantangan, mulai dari menghadapi cerewetnya nasabah saat mempermasalahkan harga sampai nasabah yang tak membersihkan sampah sebelum disetor.
Namun, Sri tak menyerah. Dalam kesempatan itu pula, dirinya memberi edukasi bahwa apa yang dilakukannya bukan semata-mata untuk uang. Lebih dari itu, menyelamatkan lingkungan agar dapat dinikmati generasi ke depan.
"Ya saya sendiri pun tak mengharapkan imbalan dari relawan ini. Tujuan kami kan mulia. Bagaimana agar kami dapat hidup di lingkungan yang sehat. Saya juga sebagai nasabah sampah. Memang belum banyak saldonya, tetapi setidaknya saya dapat bermanfaat untuk menebar kebaikan,” sebut Sri.
Perubahan mindset yang dialami Sri juga dirasakan oleh Zubaidah, warga di Desa Lembah Lubuk Raya. Sejak tahun 2022, perempuan berusia 53 tahun ini sudah menjadi nasabah Bengkel Sampah.
"Waktu itu diajak lah sama Nazamuddin. Ya setelah saya pikir-pikir, dari pada dibuang sampah itu lebih baik ditabung kan, bisa menghasilkan," ungkap perempuan yang akrab disapa Ida.
Sejak saat itu pula, ia aktif untuk memilah-milah sampah di rumahnya. Lalu, sampah itu dimasukkan ke dalam karung dan diantar ke relawan yang ada di tempat penyetoran. Biasanya, Ida menyetor sampah dua kali dalam sebulan.
"Biasanya saya antar jalan kaki karena dekat. Terus ditimbanglah sama relawan. Ya kadang saya bawa 5-30 kg. Terus dicatat lah di tabungan sampah saya," sebutnya.
Menurutnya, progam Bengkel Sampah sangat bermanfaat. Misalnya saja, berkat program itu sampah-sampah yang biasanya berserakan di jalan dan pekarangan jadi bersih. Di sisi lain, masyarakat jadi teredukasi, bahwa sampah dapat dijadikan investasi.
"Kayak sayalah, biasanya seminggu sekali bersihkan pekarangan. Kalau sekarang sudah setiap hari saya kutipi sampah itu," sebut Ida yang sehari-hari sebagai petani padi.
"Anak juga kadang jajan pulang sekolah itu sampahnya dibawa ke rumah untuk ditabung. Kalau sekarang, tabungan sampah saya sudah lumayan. Sebagian sudah dijadikan tabungan emas juga, sekitar 3 gram," sambungnya.
Ke depan, Ida berharap agar pemerintah setempat dapat mendukung gerakan yang dibangun Nazamuddin. Misalnya sedang memberi bantuan dana untuk relawan yang turut berperan untuk mensukseskan program Bengkel Sampah.
"Tabungan sampah dan emas itu sengaja belum saya tarik. Ya semogalah bisa umrah nanti dari situ. Kemarin, ada dari Pegadaian bilang, tabungan emas yang paling tinggi bisa diberangkatkan umrah. Kalau tidak, ya bisa untuk biaya pendidikan anak nanti," ucap Ida semringah.
Nazamuddin saat sedang mengedukasi masyarakat, tentang pengelolaan sampah di Bengkel Sampah nya di TapselAksi nyata dari Nazamuddin tak hanya berdampak positif bagi masyarakat, tetapi juga pemerintah setempat.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Padangsidimpuan, Muchtar Arifin, menyampaikan, pihaknya sangat mendukung program Bengkel Sampah.
"Ya kalau kami di pemerintah kan memang punya program bagaimana pengurangan 30 persen sampah. Tentu apa yang dilakukan Nazam sangat membantu. Terlebih dalam hal mengubah mind set masyarakat terkait sampah," sebut Muchtar.
Menurutnya, persoalan sampah di Padangsidimpuan cukup pelik. Setiap harinya, potensi timbulnya sampah itu sebanyak 85-100 ton. Namun, Padangsidimpuan tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) melainkan hanya tempat pembuangan sememtara (TPS).
"Makanya gerakan Nazam ini sangat membantu. Dari bank sampah itu setidaknya ada 1 ton sampah per harinya bisa dikelola. Namun, terpenting, pola pikir masyarakat itu bisa berubah," ucap Muchtar.
Sampai saat ini, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Nazamuddin. Tahun lalu, pihaknya pun menyediakan tempat penyimpanan sampah di gudang laboratorium yang sudah tak dipakai. Selain itu, kolaborasi untuk penyuluhan ke sekolah-sekolah turut digencarkan.
"Harapannya ada Nazam-Nazam baru. Biar nanti setiap kelurahan dan kecamatan itu ada bank sampahnya. Ya moga-moga ini bisa jadi gerakan lebih besar lagi," sebut Muchtar.
Deputi Operasional PT Pegadaian Wilayah Sumatera Utara dan Aceh Basuki Tri Andayani menuturkan, program bank sampah yang dijalan Nazamuddin sejalan dengan program Pegadaian, yakni, MSME, yang sudah dimulai sejak tahun 2018.
Program ini mengajak masyarakat untuk sampah bukan sebagai limbah, melainkan peluang berinvestasi emas sekaligus menyelamatkan lingkungan. Sejauh ini, ada 19 bank sampah yang telah menjadi mitra Pegadaian, termasuk Bengkel Sampah.
"Program ini mendapat sambutan yang baik. Selain tentang pengelolaan dan pengurangan sampah, Pegadaian juga memberikan literasi keuangan yang lebih komperhensif," sebut Basuki.
Basuki menyampaikan, ada beragam bentuk kerja sama yang dilakukan bersama mitra bank sampah, mulai dari edukasi pengelolaan sampah, literasi terkait menabung emas di Pegadaian serta menggelar pasar murah dan lainnya.
"Tantangan pasti ada. Utamanya dalam menggerakkan minat masyarakat untuk mengonversi sampahnya ke emas. Banyak masyarakat masih berpikir untuk jangka pendek. Mereka membutuhkan uang tunai daripada berinvestasi emas," ucap Basuki.
"Namun, kami tetap optimistis. Dengan digencarkannya program MSME yang bermitra dengan bank sampah, perlahan-lahan dapat mengubah perspektif masyarakat seperti yang dilakukan Nazamuddin," katanya.
Begitulah perjalanan singkat Nazamuddin. Seorang pemuda yang punya visi, menimba ilmu di luar dan mengaplikasikannya untuk kemajuan daerahnya.
Dia mengubah pola pikir masyarakat, mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan mendasar, mengubah limbah jadi berkah dengan mengemaskan sampah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang