MEDAN, KOMPAS.com - Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumatera Utara menerima pengaduan dari Lanniari Hasibuan (53), ibu dari warga asal Deli Serdang, Nazwa Aliya (19), yang meninggal dunia di Kamboja.
Petugas Pengantar Kerja Ahli Muda BP3MI Sumut, Sumarni Sinambela mengatakan, pihaknya mendapat laporan tersebut dan langsung berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.
"Saya dapat kabar dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) saat ini sedang melakukan investigasi terkait meninggalnya Nazwa yang diduga akibat overdosis," kata Sumarni saat diwawancarai di BP3MI Sumut, Kamis (21/8/2025).
Baca juga: 2 TKI di Sumut Meninggal di Kamboja, Bobby: Kami Berduka, Berupaya Warga Berangkat Legal
Sumarni menjelaskan, Nazwa diduga mengonsumsi obat painkiller secara berlebihan sehingga memicu dispepsia atau gangguan pencernaan. Ia menegaskan Nazwa bukan pekerja migran sehingga proses pemulangan jenazah tidak dibiayai pemerintah.
"Oleh karena itu, terkait pemulangan jenazah dari Kamboja ke Indonesia, KP2MI tidak memiliki anggaran ke situ," ucapnya.
Meski begitu, BP3MI berjanji akan membantu administrasi kepulangan jenazah. Jika keluarga memilih pemakaman di Kamboja, KBRI akan ikut memfasilitasi. "Jadi kalau mau dimakamkan di Kamboja, KBRI akan fasilitasi biaya pemakaman. Mungkin tidak full tapi akan dibantu," ujar Sumarni.
Baca juga: Kemlu Ungkap Penyebab Kematian Nazwa Aliya, Warga Deli Serdang yang Meninggal di Kamboja
Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran bekerja ke luar negeri melalui media sosial. "Tidak sedikit WNI yang melalui proses serupa justru berujung pada peristiwa yang tidak mengenakkan," katanya.
Sebelumnya, Nazwa yang tinggal di Jalan Bejo, Kecamatan Percut Seituan, Deli Serdang, diketahui sudah lama ingin bekerja di luar negeri. Namun sang ibu, Lanniari, menolak.
“Awalnya anak saya minta izin untuk ikut study tour, tapi saya tolak. Lalu, ia minta izin untuk interview di salah satu bank, dan itu saya izinkan,” ujar Lanniari saat ditemui di rumahnya, Jumat (15/8/2025).
Lanniari sempat ingin mendampingi putrinya mengikuti interview, namun Nazwa berangkat sendiri pada 28 Mei 2025. Beberapa hari kemudian, Lanniari baru tahu putrinya sudah berada di Bangkok, Thailand.
“Saya sempat pingsan saat mendengar itu. Waktu saya tanya dengan siapa ke Bangkok, Nazwa bilang bersama teman PKL-nya. Tapi setelah saya desak, ia mengaku pergi sendiri,” ungkap Lanniari.
Pada 7 Agustus 2025, KBRI Phnom Penh mengabarkan Nazwa dirawat intensif di State Hospital, Provinsi Siem Reap, Kamboja. Namun, Lanniari mengaku dilarang berangkat.
"KBRI melarang saya datang ke Kamboja karena katanya anak saya benci melihat saya. Mereka sarankan adik saya atau keluarga lain yang berangkat," kata Lanniari.
Lima hari berselang, Nazwa meninggal dunia. “Saya dapat kabar tanggal 7 Agustus anak saya dirawat di RS, dan kemarin, 12 Agustus, saya kembali dikabarkan kalau anak saya sudah meninggal dunia,” ucap Lanniari dengan suara bergetar.
Hingga kini, jenazah Nazwa masih berada di rumah sakit di Kamboja. Lanniari mengaku pasrah karena biaya pemulangan mencapai 8.500 dollar AS atau sekitar Rp 138 juta.
"Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya sangat berharap pemerintah membantu pemulangan jenazah anak saya," ujarnya lirih.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang