KOMPAS.com - Istana Maimun merupakan istana peninggalan Kerajaan Deli yang dipimpin Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 1973.
Kemudian, istana sempat ditempati oleh 4 Sultan Melayu yang memerintah saat itu.
Istana ini dibangun pada 1888 dengan arsitek TH Van Erp yang bekerja juga sebagai Konijnlijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) atau tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Pembangunan istana selesai pada 1891.
Desain bangunan adalah perpaduan antara Indonesia, Persia, dan Eropa. Nuansa Melayu terlihat pada bangunan yang terletak di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.
Istana Maimun memiliki luas 2.772 meter persegi dengan 30 ruangan yang tersebar di dua lantai.
Baca juga: Istana Maimun: Foto, Sejarah, dan Ciri Khas
Istana mulai dibangun 125 silam, tepatnya 26 Agustus 1888. Bangunan istana terdiri dari dua lantai yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bangunan induk, sayap kanan, dan sayap kiri. Tidak jauh dari istana yang menghadap timur berdiri Masjid Raya Al-Mashun.
Dulu, bangunan induk, ruang utama digunakan sebagai tempat penobatan Sultan Deli, acara tradisional, dan tempat Sultan Deli meneriman tamu kehormatan dan sanak saudaranya. Ruang utama ini seluas 412 meter persegi yang didominasi warna kuning.
Kini, Istana Maimun menjadi obyek wisata kota. Di sini, pengunjung dapat melihat barang-barang kesultanan dahulu, sejarah dan mendengarkan kisahnya.
Di samping istana terdapat pecahan meriam puntung yang konon merupakan sosok wajah wanita, yaitu putri hijau.
Dilansir dari medan.tribunnews.com, berdasarkan informasi juru kunci, Maslela bru Tarigan, pecahan meriam itu merupakan bagian meriam yang ada di halaman Istana Maimun, Medan.
Awal mula, meriam puntung itu bermula dari cerita Putri Hijau yang terlahir di Desa Seberaya, dekat hulu Sungai Petani (Sungai Deli)
Dalam cerita itu disebutkan Sang Puteri memiliki dua saudara kembar, Mambang Yazid dan Mambang Khayali .
Baca juga: Istana Maimun Segera Dibuka untuk Wisatawan
Mambang Yazid dapat menjelma menjadi seekor naga yang disebut Ular Simangombus.
Sedangkan, Mambang Khayali bisa berubah menjadi meriam yang kemudian dikenal dengan sebutan Meriam Puntung.
"Jadi si putri ini mau dilamar sama anak raja, tapi si putri minta syarat sama anak raja harus memberi makan salah satu turangnya (saudaranya) hati lembu setiap hari. Tapi kan lama kelamaan jadi habis, karena itu dia pergi ke Hamparan Perak," terang Maslela.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.