Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis 98 Mengenang Kerusuhan Medan: Kalau Soeharto Gak Turun, Kita Mati

Kompas.com - 14/05/2023, 06:03 WIB
Rahmat Utomo,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Peristiwa reformasi 1998 di Indonesia, begitu membekas di benak Sahat Simatupang (49).

Sahat yang kala itu berusia 23 tahun adalah aktivis mahasiswa dari Institut Teknologi Medan (ITM). 

Menurut Sahat, kerusuhan Mei 1998 di Jakarta tidak berlangsung spontan. Menurutnya, Kota Medan menjadi pemantik peristiwa reformasi itu.

Baca juga: Ayah Aktivis 98 Petrus Bima Anugrah: Kalau Dia Dipanggil Tuhan, Selamat Jalan Anakku...

 

Sebab sejak Januari 1998 di Medan, sudah bermunculan berbagai demonstrasi, yang menuntut Presiden Soeharto mundur.

Salah satu penggerak demonstrasi kala itu, organisasi ekstra kampus, Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima).

Di organisasi itu, Sahat menjadi Ketua Departemen Bidang Pendidikan dan Propaganda.

Baca juga: Aktivis 98 Gelar Pameran Foto 25 Tahun Reformasi, Pengunjung: Merinding Lihatnya

Sebelum melakukan aksi bersama organisasi mahasiswa lainnya, Sahat bergerilya hingga ke Kota Bandung untuk melakukan konsolidasi dengan banyak aktivis.

"Januari 1998 kita sudah konsolidasi nasional, aku datang ke kampus IPB, ketemu sembunyi-sembunyi dengan kawan-kawan aktivis. Waktu itu ada Pijar (pusat informasi jaringan aksi reformasi), ada Aldera (aliansi demokrasi rakyat), ada Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID)," ujar Sahat kepada Kompas.com saat dijumpai di salah satu cafe di Kota Medan, Sabtu (13/5/2023). 

Sepulang dari Jawa, berbagai upaya pengorganisiran massa untuk demonstrasi menurunkan Soeharto dilakukan.

Sayangnya di kala itu, rezim hanya memperbolehkan unjuk rasa dilakukan dalam kampus. Itu pun mendapat pengawalan ketat dari tentara dan polisi.

Meski begitu, unjuk rasa tetap dilakukan di kampus ITM di Jalan Gedung Arca, Kota Medan. Semangat para mahasiswa kala itu begitu berapi-api.

"Kita unjuk rasa dari Januari sampai Maret di kampus, kita sudah berani minta turunkan Soeharto. Kita pakai baju cokelat (almamater ITM), kami berteriak 'Jasku berwarna cokelat kampusnya perjuangan rakyat' spanduk banyak-banyak kami buat. Kita berorasi minta Soeharto turun," kenang mahasiswa Jurusan Geologi ITM angkatan 1993 ini. 

Ketika aksi di ITM, Forsolima menggelar mimbar bebas, siapapun bisa berorasi.

Tepat di Jum'at (24/4/1998), orator yang dihadirkan seorang nelayan bernama Uncu Sulaiman. Saat berada di mimbar, Uncu mengaku menjadi korban penembakan tentara.

Spontan, cerita Uncu memantik semangat mahasiswa melawan rezim. Puncaknya pada Senin (27/4/1998), ribuan massa dari berbagai kampus datang ke ITM.

Mereka lalu keluar kampus untuk melakukan konvoi ke Makam Pahlawan, yang lokasinya tidak jauh dari kampus ITM.

Penembakan aktivis

Sahat Simatupang (paling kiri) saat menjenguk Uncu Sulaiman (tengah) yang sedang sakit di rumahnya di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2022. Uncu merupakan seorang nelayan yang menjadi orator di peristiwa 1998 di Kampus ITM MedanDok Sahat Simatupang Sahat Simatupang (paling kiri) saat menjenguk Uncu Sulaiman (tengah) yang sedang sakit di rumahnya di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2022. Uncu merupakan seorang nelayan yang menjadi orator di peristiwa 1998 di Kampus ITM Medan

Namun baru saja keluar kampus, para mahasiswa dicegat tentara dan polisi. Bentrokan pun tidak terelakkan. 

"Tiba-tiba ditembak teman saya Ronaldson Siahaan, dia jatuh bersimbah darah kena tembak di bagian dadanya 2 kali, aku cuma jarak 5 meter dari dia, aku pas lagi orasi," ujar pria yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 itu.

Setelah Ronaldson terkapar, para tentara dan polisi di sana menembaki para mahasiswa dengan gas air mata.

"Si Ronalsdon kita bawa ke klinik ITM dan nggak bisa lagi dirawat di sana, kami naikkan mobil Corola, aku bopong ke Rumah Sakit Brimob, 3 hari kemudian dia dipindahkan ke Jakarta, kondisinya selamat, namun informasi yang saya dapat dia mengalami cacat," ujar Sahat.

Setelah Itu Sahat tidak pernah lagi bertemu dengan Ronaldson, keluarga meminta kasus tertembaknya Ronalson tidak di ekspos.

Padahal kala itu, ia telah menyerahkan sejumlah selongsong peluru ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan.    

"Kami tidak sempat kontak keluarganya, tapi mereka tidak setuju diekspos, kami mendapatkan informasi itu dari dosen ITM, Mardani Ginting," ujar Sahat.

Selain Ronaldson banyak teman mahasiswa yang menjadi korban aparat kala itu. 

"Karena sampai malam kita bentrok, yang kita pikiran kala itu, kalau nggak Soeharto yang tumbang yang kita mati," tandas Sahat

Ricuhnya demo di ITM selanjutnya memantik kampus USU, IKIP, Nomensen, STIK-P dan kampus lainnya.

Mereka mulai berani berunjuk rasa di luar kampus. Kerusuhan di mana-mana pun tidak terhindarkan. Puncaknya terjadi pada 9-10 Mei 1998, penjarahan dilakukan di berbagai tempat. 

"Medan lagi panas-panasnya, bakar-bakaran, DPRD Sumut lumpuh, Aksara Plaza dijarah," katanya. 

Pertaruhan hidup dan mati

Mahasiswa di Medan saat berunjuk rasa atas penembakan mahasiswa Tri Sakti Jakarta pada tahun 1998Dok.Sahat Simatupang Mahasiswa di Medan saat berunjuk rasa atas penembakan mahasiswa Tri Sakti Jakarta pada tahun 1998

Saat kerusuhan, aktivis mahasiswa lah yang paling dicari tentara kala itu. Hidup dan mati mereka betul-betul dipertaruhkan.

"Kalau Soeharto ngak turun, kami mati, yang kita hadapi senjata laras panjang, tank, panser TNI, kami langsung mengungsi karena kampus dikepung. Kami naik taksi Delta transit di hotel yang banyak orang Acehnya. Aparat tidak berani masuk situ, karena mungkin sedang ada konflik GAM," ujarnya. 

Selama masa-masa demo, Sahat dan para aktivis juga berpindah-pindah tempat. Mereka pernah juga bersembunyi di rumah kecil di Kecamatan Medan Johor.

Lokasi tempatnya milik mantan Wali Kota Medan, Bachtiar Jafar. Penjaganya merupakan seorang guru silat.

"Jadi dia yang 'magari' kami, ada ghaib-ghaib dikit lah. Intinya pada saat itu kami juga nggak begitu percaya sama kawan sendiri, kita selalu curiga aja kalau kita ditangkap kita mati, karena siapa yang berani lawan Soeharto waktu itu," ujarnya.

Meskipun begitu, Sahat bersyukur karena akhirnya rezim Soeharto runtuh. Baginya, peristiwa Mei 1998 adalah peristiwa memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diawali krisis moneter, lalu korupsi dari keluarga Soeharto.

"Ini bukan by design, ini pengejahwantahan rasa marah masyarakat kepada keluarga Cendana yang tampak hidup mewah di tengah penderitaan rakyat. Lalu juga ada krisis moneter. Ini aspirasi masyarakat yang dibulatkan oleh gerakan mahasiswa. Ditunjuklah oleh satu tujuan,  Soeharto harus turun," tegas Sahat. 

Namun, walau berhasil meruntuhkan rezim Soeharto, tidak dipungkirinya, kala itu banyak mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual para aparat di lapangan.

Peristiwa itu sudah dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan kala itu.

"Kawan-kawan perempuan banyak yang mengalami pelecehan seksual, tapi kasus itu kalah kampanye saat itu, kampanye politik waktu itu, anti-Soeharto turunkan Soeharto pecah isunya, jadi kan nggak ada lagi perhatian kepada perempuan yang mengalami pelecehan seksual," ujarnya. 

Di sisi lain pihaknya menyoroti banyaknya kasus kekerasan 1998, karena itu Sahat membentuk  Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98.

Organisasi ini terdiri dari perkumpulan aktivis 1998. Sejauh ini kepengurusan tersebar di 6 wilayah di Indonesia, mulai dari Aceh, Sumut, Jambi, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, dan Jawa Barat.   

Forum ini meminta pemerintah mengusut tragedi Mei 1998 hingga tuntas. Para pelaku kejahatan 1998 harus diadili.

"Bangsa ini harus jadi bangsa yang beradab, tragedi Trisakti adalah pelanggaran HAM berat, artinya itu kan harus diselesaikan ke Peradilan kan, nggak bisa seperti sekarang, mau kita rekonsiliasi? apa yang mau kita rekonsiliasi? siapa yang salah? Pertanyaan sederhana, mereka ditembak pakai senjata, pakai peluru, itu perintah siapa? ulah siapa pada waktu itu?" tandasnya.

Selain tragedi Trisakti, Sahat juga menyoroti kasus diculiknya seniman Wiji Thukul, yang lantang melawan rezim Soeharto kala itu.

"Nggak nampak sampai sekarang, nggak ketemu dimana mayatnya, gila nggak? Satu negara ada aktivis yang memprotes pemerintah, sampai sekarang nggak ketemu mayatnya, bangkai kemana, nggak ketemu," ujarnya. 

Menurutnya, negara harus hadir dalam memperjuangkan keadilan para korban 1998.

Sahat merasa miris lantaran selama ini tragedi 1998 dimunculkan saat moment politik saja. Namun hingga mendekati 25 tahun Reformasi, para korban 1998 belum mendapat keadilan, siapa pun presidennya.

"Kita skeptis kepada para calon presiden, mereka ini tidak akan berani menuntaskan kasus penculikan 1996 hingga 1998. Jokowi sendiri ngak berani, kalau berani tuntaskan ini, supaya clear," ujarnya.

"Generasi kita juga membaca buku, jangan sampai mereka mempersepsikan negara ini tidak berhasil menuntaskan pelanggaran HAM dan tidak mengadilinya secara fair, itu berbahaya," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral, Video Pengacara Kamaruddin Cekcok dengan Pecatan Polisi yang Bacok Warga Deli Serdang

Viral, Video Pengacara Kamaruddin Cekcok dengan Pecatan Polisi yang Bacok Warga Deli Serdang

Medan
Preman yang Serang Warga di Deli Serdang Ternyata Pecatan Polisi dan Residivis Kasus Penembakan

Preman yang Serang Warga di Deli Serdang Ternyata Pecatan Polisi dan Residivis Kasus Penembakan

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Medan
Cabut Status Internasional Bandara Silangit, Kajian Kemenhub Dipertanyakan

Cabut Status Internasional Bandara Silangit, Kajian Kemenhub Dipertanyakan

Medan
Kronologi Polisi Diserang Saat Tangkap Pengedar Narkoba di Dekat Asrama TNI AD Medan

Kronologi Polisi Diserang Saat Tangkap Pengedar Narkoba di Dekat Asrama TNI AD Medan

Medan
Preman Biang Kerok Warga Deli Serdang Marah dan Bakar Ban di Jalan Ditangkap

Preman Biang Kerok Warga Deli Serdang Marah dan Bakar Ban di Jalan Ditangkap

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Sabtu 4 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Sabtu 4 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Medan
Polisi Diserang Saat Tangkap Pengedar Narkoba di Sekitar Asrama TNI-AD Medan, Dandim Buka Suara

Polisi Diserang Saat Tangkap Pengedar Narkoba di Sekitar Asrama TNI-AD Medan, Dandim Buka Suara

Medan
Heboh Warga Deli Serdang Bakar Ban di Jalan Usai Diserang Preman

Heboh Warga Deli Serdang Bakar Ban di Jalan Usai Diserang Preman

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Medan
Kepsek Pecat Guru Honorer di Langkat karena Demo Dugaan Kecurangan PPPK

Kepsek Pecat Guru Honorer di Langkat karena Demo Dugaan Kecurangan PPPK

Medan
Nobar Timnas, Jalan di Depan Kantor Wali Kota Medan Ditutup

Nobar Timnas, Jalan di Depan Kantor Wali Kota Medan Ditutup

Medan
Bandar Narkoba di Jalan Pelita Medan Sempat Disembunyikan Keluarga

Bandar Narkoba di Jalan Pelita Medan Sempat Disembunyikan Keluarga

Medan
Wakil Walkot Medan Sebut Penunjukan Paman Bobby Jadi Plh Sekda Bukan Nepotisme

Wakil Walkot Medan Sebut Penunjukan Paman Bobby Jadi Plh Sekda Bukan Nepotisme

Medan
Diserang, Polisi Bantah Gerebek Bandar Narkoba di Asrama TNI AD di Medan

Diserang, Polisi Bantah Gerebek Bandar Narkoba di Asrama TNI AD di Medan

Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com