Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Luas Partaulian, Tinggalkan Kota Besar untuk Jadi Petani Kemenyan

Kompas.com - 13/02/2024, 10:22 WIB
Dewantoro,
Reni Susanti

Tim Redaksi

Aswandi mengungkapkan, petani, pengumpul, pedagang besar, hingga eksportir pun tidak kuasa untuk sampai ke industrinya, sehingga harga berfluktuasi.

Padahal sesungguhnya di pasar internasional relatif sama, bahkan meningkat. Rantai panjang itu karena ketidaktahuan, tertutupnya informasi.

"Ujungnya kita tak tahu kemenyan itu untuk apa, selama ini orang tahunya dibakar aja, tapi tak mungkin 5 ton dibakar. Ilmu pengetahuan sudah membukanya, kemenyan untuk anti depresan, kosmetik, anti flek, jerawat, itu sangat berharga. aroma terapi," ungkapnya.

Aswandi mengaku, secara pribadi, informasi tentang fungsi kemenyan masih sangat sedikit didapat sebelum tahun 2016.

"Jadi hutan kemenyan itu, apalagi kalau habis hujan, aromanya enak. Keluar aromanya. Jadi kita belajar, oh kenapa tak kita coba untuk minyak. Kami coba dalam bentuk minyak. Lalu kita blending untuk hasilkan aroma yang enak untuk terapi, dan lain-lain," katanya.

Kemenyan adalah bisnis yang sangat layak karena dari 1 kg resin kemenyan, tergantung grade, bisa didapatkan 40–50 persen minyak kemenyan.

"Jadi teknologi kita untuk mengubah. Sebenarnya di alam, waktu kita guris itu kan keluar minyak lalu menggumpal dan mengeras. Kita encerkan lagi dengan pelarut organik, setelah didapat minyaknya, pelarutnya kita hilangkan. Bayangkan, dari 1 kg dapat 400 mili liter. Untuk jadikan parfum itu kan hanya butuh beberapa mili saja," ucapnya.

Tanpa alkohol

Minyak kemenyan ini berfungsi sebagai pengikat parfum sehingga bisa bertahan lebih lama, lebih enak, dan tanpa alkohol.

"Dari 5.000 ton diekspor dalam bentuk bongkahan, walaupun sudah ada beberapa yang dalam bentuk minyak. Harapan kita tak lagi dalam bentuk mentah itu. Ada di mana teknologinya, ada di kita. Teknologinya bisa diadopsi. Jadi ada BRIN fasilitasi riset, Pemda yang mau menampung, ada LSM yang mendampingi masyarakat," katanya.

Sebagai ketua peneliti bioproduk atsiri, dia punya agenda riset bersama kementan hingga tahun depan. Pihaknya sudah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.

Dia berharap juga dapat dilakukan dengan Pemkab Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.

"Jadi sekurangnya 3 produsen kemenyan, ada produk minyak kemenyan yang bisa ditampilkan di bandara, hotel-hotel, dan lainya," katanya.

Menurutnya, membuat mintak kemenyan ini bahkan skala UMKM atau Badan Usaha Milik Desa juga bisa. Pihaknya saat ini memiliki alat dengan kapasitas 10 kg sekali olah.

"Kajian saya, kemenyan di Pakpak Bharat itu sangat dipengaruhi lokasi, cara panen dan musim panen. Kemenyan yang dipanen di bulan 6, akan berbeda dengan dipanen di bulan 12. Ini bisa jadi harapan baru bagi masyarakat," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com