PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Sebanyak 18 Kepala Keluarga (KK) di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, menjual tanah mereka kepada oknum yang mengaku Panitia Pengadaan Lahan Jalan Tol dan Rest Area.
Sadar telah tertipu, warga lantas berunjuk rasa mendesak BPN Pematangsiantar menindaklanjuti surat sanggahan kepemilikan tanah mereka.
Lokasi lahan tersebut berada di wilayah Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar.
Semula, lahan tersebut akan dibebaskan untuk pembangunan Rest Area ruas Jalan Tol Seksi IV Tebing Tinggi- Pematangsiantar.
Baca juga: Kasus Mafia Tanah Kas Desa di Sleman, Terpidana Robinson Dipailitkan
“Awalnya mereka datang mengatasnamakan Panitia Pengadaan Lahan Jalan Tol untuk pembangunan Rest Area. Kami pun percaya karena selama prosesnya mengikutsertakan pihak kelurahan.”
Demikian kata Nurita Sihotang kepada Kompas.com saat ditemui usai unjuk rasa di halaman kantor DPRD Pematangsiantar, Jumat (21/6/2024).
Dia mengatakan, pada April 2023, sebanyak 18 KK diundang ke kantor kelurahan untuk menerima ganti kerugian.
Setelah transaksi selesai, tidak ada kuitansi maupun tanda terima yang diserahkan kepada mereka.
“Diancam, kalau nggak mau terima uangnya, lahan tetap kami grendel. Kalau mau atau nggak, di bilang jumpa di pengadilan. Kami kan orang kampung, mana tahu bagaimana prosesnya. Jadi kami percaya,” ucap dia.
Koordinator Aksi, Fernando Timbul Parulian Siallagan mengatakan, salah seorang warga Osnar Sijabat pemilik lahan seluas 16.190 meter persegi menolak menerima ganti kerugian.
Belakangan, surat kepemilikan tanah milik Osnar diduga dipalsukan dengan nama orang lain.
“Karena tidak mau tanahnya dibeli oleh mafia tanah, maka diciptakanlah surat kepemilikan palsu untuk menguasai lahan Osnar Sijabat,” kata Fernando.
Warga lainnya, Melki Hendri menambahkan, oknum yang mengaku Panitia Pengadaan Lahan Tol itu menentukan harga lahan per satu rante atau sekitar 405 meter persegi sebesar Rp 30 juta.
Dalam kuitansi yang mereka tandatangani, harga tanah per rante Rp 40 juta, dan sisanya membayar pajak sebanyak empat item dengan biaya Rp 10 juta.
Baca juga: Demo Tolak Mafia Tanah di Kantor Gubernur Sumut Ricuh: Jangan Buat Marah Rakyat...
“Obyek di atas tanah tidak dihargai, cuma tanah saja sebesar Rp 30 juta,” kata dia.
Dia melanjutkan, saat pihak BPN Pematangsiantar mengundang warga untuk sosialisasi pada tanggal 19 Februari 2024, warga sadar mereka telah ditipu.
“Kami diundang untuk sosialisasi ke Kantor Lurah. Mereka bilang SK Panitia Pengadaan Lahan baru keluar akhir 2023."
"Di situ kami sadar kalau kami telah menjual tanah kami bukan kepada Negara tapi ke mafia tanah,” kata dia.
Atas kasus itu, Melki memperkirakan kerugian warga mencapai Rp 6,8 miliar. Selain melayangkan surat ke BPN Pematangsiantar, pihaknya juga membuat laporan ke polisi.
“Kami minta BPN adil dan benar benar menindaklanjuti surat sanggahan kepemilikan tanah dan meminta penangguhan maupun pembayaran.”
Demikian kata Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan (BPN) Kota Pematangsiantar, Choky Pangaribuan.
Choky juga mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan kanwil atau kementerian terkait.
Baca juga: Polda Maluku Tangkap 2 Terduga Mafia Tanah di Pulau Buru, 1 Masih Buron
“Ini bahan evaluasi sekaligus atensi untuk menentukan kebijakan kebijakan ke depan. Kami akan berkoordinasi ke kanwil atau kementerian,” ucap dia.
Menurut dia, Panitia Pengadaan Lahan saat ini masih dalam tahap pengumuman, belum dilakukan proses ganti kerugian kepada masyarakat yang tanahnya ikut pembebasan lahan.
“Obyek tanah sampai sekarang prosesnya sudah masuk dalam tahapan pengumuman,” imbuh dia.
Di sisi lain, dia mengakui ada beberapa bidang tanah milik warga yang tidak memiliki sertifikat. Ada pula proses jual beli pada awal 2023, dan pembeli tanah sudah membuat sertifikat atas tanah tersebut.
“Kalau ada tanah yang disengketakan, karena sama sama tidak bersertifikat itu nanti kita versuskan,” ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang