MEDAN, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti putusan Pengadilan Negeri Stabat, yang menjatuhkan vonis bebas kepada Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Senin (8/7/2024) kemarin.
Kasus ini sebelumnya dikenal dengan kasus kerangkeng manusia. Terbit awalnya mendirikan tempat rehabilitasi narkoba pada tahun 2010, namun para penghuninya justru kerap dianiaya oleh pengelola kerangkeng.
Baca juga: Eks Bupati Langkat Sujud dan Menangis Setelah Divonis Bebas di Kasus Kerangkeng Manusia
Bahkan di dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan ada empat penghuni kerangkeng yang tewas.
Selain itu, para penghuni kerangkeng, juga dipekerjakan tanpa bayaran di pabrik kelapa sawit milik Terbit.
"Putusan tersebut dirasakan belum memenuhi rasa keadilan bagi para korban TPPO yang telah mengalami penderitaan fisik, psikis, dan kerugian ekonomi," ujar Ketua LPSK Brigjen (Purn) Achmadi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/7/2024)
Menurut Achmadi, LPSK mendukung upaya hukum JPU yang juga memasukkan permohonan restitusi korban, sebagai salah satu materi pokok dalam memori kasasinya.
Meskipun begitu, kata Achmadi, LPSK menghormati proses hukum yang telah berjalan sejak tahapan penyidikan hingga proses persidangan.
Baca juga: Jelang Sidang TPPO Mantan Bupati Langkat, LPSK Harapkan Vonis Maksimal
Achmadi juga menerangkan walau putusan hakim jauh dari harapan korban, tetap tidak menyurutkan upaya LPSK melakukan penegakan hukum dan pemenuhan hak saksi korban.
"Tentunya dalam kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang dan kasus-kasus lainnya yang merendahkan martabat kemanusiaan," kata Achmadi.
Achmadi lalu menjelaskan dalam perjalanan kasus TPPO kerangkeng manusia sejak januari 2022, LPSK terus melakukan pelayanan dan perlindungan kepada saksi dan korban.
"LPSK telah melakukan tindakan proaktif dalam proses perlindungan para saksi dan korban."
"Selanjutnya LPSK memberikan perlindungan terhadap para korban, saksi, maupun keluarga korban yang memiliki keterangan penting dalam proses pengungkapan perkara," kata dia.
Lalu, selain perkara TPPO dengan terdakwa Terbit, sebelumnya pada 29 November 2022 PN Stabat telah memutus perkara TPPO terkait dengan kerangkeng manusia dengan empat terdakwa lainnya.
"LPSK juga memberikan perlindungan kepada saksi/korban dalam perkara penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia dengan pelaku DW (anak Terbit)."
"Dalam perkara DW, PN Stabat telah memutus bersalah dan menghukum untuk membayar restitusi Rp 53 juta," ujar Achmadi.
Baca juga: Perjalanan Kasus Kerangkeng Manusia Eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Divonis Bebas
Lalu, dalam perkara TPPO Terbit, LPSK menghitung biaya restitusi terhadap 12 korban ahli waris senilai Rp 2.677.873.143.
Namun dalam perkembangannya, Hakim Pengadilan Negeri Stabat menjatuhkan vonis bebas pada Terbit.
"Atas vonis bebas tersebut, rasa keadilan korban dapat tercederai, serta dampaknya pemenuhan hak keadilan bagi korban atas restitusi saat ini tidak dapat terpenuhi," tandas Achmadi
Sebelumnya dalam sidang, Ketua Majelis Hakim, Andriansyah menyebut semua tuntutan jaksa yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, tidak terbukti.
Lalu, terkait dengan dugaan segala tindakan TPPO, hakim menyebut dakwaan tersebut tidak memiliki keterikatan dengan Terbit.
"Majelis hakim berpendapat, perbuatan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak ada keterkaitan terdakwa terhadap apa yang dialami anak binaan berdasarkan persesuaian keterangan saksi anak binaan di persidangan,” kata Andriansyah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang