Majelis hakim Mohammad Yusafrihadi Girsang kemudian mengingatkan tentang akibat sumpah palsu.
Untuk membuktikan keterangan saksi apakah sudah sesuai dengan bukti, majelis hakim meminta jaksa KPK untuk menghadirkan Mariam pada sidang berikutnya.
Sementara itu, Kepala BBPJN Wilayah I Sumut, Stanley, tak membantah dan membenarkan bahwa dirinya menerima uang dari Dicky sebesar Rp 300 juta.
"Terima uang tunai dari Dicky sebesar Rp 300 juta. Dua kali penerimaan," ucap Stanley.
Baca juga: Kasus Korupsi Jalan, Heliyanto Sempat Tak Mengaku Terima Uang Rp 1 Miliar
Jaksa KPK, Eko Wahyu Prayitno, mengatakan Dicky memang sesuai dakwaan menerima Rp 1,6 miliar, tetapi fakta persidangan tadi ia hanya mengakui menerima Rp 980 juta.
"Perintah hakim tadi untuk menghadirkan 2 saksi apakah keterangan itu keterangan palsu atau bukan," pungkas Eko kepada awak media saat diwawancarai.
Seperti diketahui, kasus ini bermula setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara pada 28 Juni 2025.
Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES), Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL), serta pihak swasta, Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Mereka ditangkap dalam dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumut.
Total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang