MEDAN, KOMPAS.com - Mia tak menyangka banjir bakal membuat dirinya dan keluarga terancam, karena perkiraan awalnya air tidak akan mencapai lantai dua rumah. Paling hanya selutut.
Perempuan berusia 59 itu menceritakan pengalaman pahitnya saat ditemui di bangku teras rumahnya di Gang Bersama, Jalan Luku, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Selasa (2/12/2025).
“Kami pikir kan enggak sampai lantai 2, rupanya sampai,” tutur Mia sambil menunjukkan titik ketinggian air di atap rumah tetangganya.
Baca juga: Pasca Banjir Medan, Warga Harus Berjibaku dengan Lumpur dan Sampah yang Memporak-porandakan Rumah
Peristiwa itu terjadi Kamis (27/11/2025) setelah hujan selama tiga hari berturut-turut melanda Kota Medan.
Sejak pagi hujan tak berhenti dan Mia bersama keluarga memilih tetap berada di rumah. Siang harinya, air mulai menutup lantai dasar rumah.
Mia yang tinggal bersama anak, suami, dan saudaranya kemudian naik ke lantai dua. Warga lain sudah terlebih dulu menyelamatkan diri. Namun pada pukul satu siang, air sudah menutup seng-seng rumah warga.
Karena arus deras dan tim Search and Rescue (SAR) tidak bisa masuk ke gang yang terendam, Mia dan keluarganya memutuskan mencari jalur penyelamatan sendiri.
“Kami pun keluar lewat seng. Merangkak dari seng satu ke seng berikutnya hingga sampai ke lokasi tim SAR menunggu. Kami belok-belok di atas seng. Ini kalau jatuh mati,” kenang Mia.
Setibanya di area tim SAR, Mia dan lima anggota keluarganya langsung dipakaikan rompi pelampung dan dievakuasi ke tempat aman. Jarak dari rumah Mia menuju lokasi yang tidak terendam sekitar 100 meter.
Kisah serupa dialami Fadli (50), warga lain di Gang Bersama. Ayah lima anak itu terjebak di lantai dua rumahnya seharian dan baru dievakuasi menjelang malam hari.
“Saya seharian terjebak dari pagi sampai jelang malam. Saya pikir air tidak naik lagi, saya bertahan dulu, rupanya semakin tinggi,” tutur Fadli.
“Saya panik lah, apalagi listrik sudah mati dan saya sudah sendiri, enggak ada orang lagi,” sambung Fadli, sambil menunjuk tumpukan lumpur di depan rumahnya.
Ia mengatakan saat listrik mati, telepon genggamnya hanya tersisa satu persen baterai.
“Rupanya baterai HP tinggal 1 persen, itu lah dimanfaatkan untuk men-chat istri yang sudah di atas. Saya bilang, coba usahakan bagaimana caranya supaya bisa mengevakuasi saya,” ujarnya.
Tidak lama kemudian seorang relawan datang menggunakan perahu karet dan mengevakuasi Fadli.
“Posisi air sudah sampai seng atau 3 meter pada pukul 6 sore,” kata dia.
Pantauan di lapangan menunjukkan Gang Bersama berada di bawah Jalan Luku dan berdekatan dengan Sungai Babura.
Menurut warga, air yang menggenangi rumah berasal dari luapan sungai tersebut. Di gang itu terdapat sekitar 300 kepala keluarga.
Selama rumah terendam, warga mengungsi ke masjid di seberang gang.
Ulurkan tanganmu membantu korban banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Di situasi seperti ini, sekecil apa pun bentuk dukungan dapat menjadi harapan baru bagi para korban. Salurkan donasi kamu sekarang dengan klik di sini