Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Sultan Saragih, "Menggali" Kesenian Simalungun yang Nyaris Punah

Kompas.com, 25 Juni 2024, 05:18 WIB
Teguh Pribadi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Sri Sultan Saragih (49) terjun ke dunia seni pertunjukan teater tradisional Simalungun dan koreografi berawal keikutsertaannya di teater di kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Kala itu, ingatannya seakan membawanya ke masa kecil ketika menyaksikan Gonrang Simalungun yang dipentaskan oleh para seniman masa lalu.

Tradisi hingga karya seni para seniman Simalungun tempo dulu kini nyaris punah dan ditinggalkan. Beranjak dari itu, Sultan memutuskan untuk menggali dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.

“Mulai berkesenian sejak ikut teater di kampus. Tapi sebelum itu sudah terbiasa dengan kesenian, karena ayah saya dulu sempat membuka sanggar, jadi ingatan itu kembali lagi,” kata Sultan kepada Kompas.com, Senin (24/6/2024).

Baca juga: Melihat Perlawanan Ismet Raja Tengah Malam Lewat Jalur Kesenian

Sekembalinya ke Kota Pematangsiantar, alumni Fakultas Geografi UGM ini mulai menggali dan mencatatkan sejumlah situs peninggalan budaya Simalungun dengan melakukan perjalanan secara mandiri.

“Ada situs seperti patung Pangulubalang, Batu Galang, Goa goa dan relief relief Simalungun,” kata dia yang ditemui di Sanggar Rayantara Jalan Kesatria, Kelurahan Siopat Suhu, Siantar Timur, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Mendirikan Sanggar Rayantara

Pelatihan Gonrang Sidua dua berlangsung di Sanggar Rayantara, untuk mengajarkan kembali alat musik tradisional simalungun yang sudah hampir punah. Dokumentasi Sanggar Rayantara. Pelatihan Gonrang Sidua dua berlangsung di Sanggar Rayantara, untuk mengajarkan kembali alat musik tradisional simalungun yang sudah hampir punah.
Pada 2013, Sultan Saragih diminta membuat pertunjukan seni berbasis tradisi langkah dan hampir punah di Taman Budaya Sumatera Utara.

Untuk menyangupinya, dia mengajak seniman Simalungun angkatan lama yang dikenalnya selama perjalanan mendokumentasikan situs.

Dia bertemu Raminah Garingging yang merupakan seniman tari, Rosul Damanik pemain alat musik tiup (sarune), dan Arisden Purba Sidamanik alat musik dawai (arbab).

“Pada saat itu saya yang menari. Karena musik itu karya seni Simalungun yang sudah hampir punah,” ucap dia.

Pertemuan Sultan dan ketiga seniman tua itu merupakan titik tolak berdirinya sebuah sanggar bernama Sanggar Rayantara.

Awal mendirikan sanggar ini menjadi tantangan berat di tengah cemoohan orang, dan minimnya dukungan finansial.

“Pertama menjalani ada perasaan saling tolak menolak. Karena berkesenian ini kan tidak ada duitnya. Lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan, nggak sesuai lah,” kata dia.

Baca juga: Gejog Lesung, Kesenian Tradisional yang Jadi Ekspresi Kebahagiaan Masyarakat Agraris

Dia mengakui, banyak mendapat cibiran yang menyebut kreativitasnya merusak seni Simalungun. Di sisi lain, dia harus memikirkan biaya kostum untuk pementasan dan sekretariat sanggar.

“Ketika kita membuat pertunjukan yang berbeda, terkadang kita mendapat ‘judge’. ‘Itu (pementasan) bukan Simalungun. Itu merusak seni Simalungun’. Banyak yang melemahkan. Kalau pun salah, kan itu biasa untuk mendapat yang terbaik,” kata dia lagi.

Menurut dia, hal itu dikarenakan seniman Simalungun ada yang belum bersedia membuka diri berkolaborasi dengan seniman rumpun Batak lain misalnya Toba, Karo, Pakpak, maupun Dairi.

“Jadi kalau nggak kuat mental, kita bisa surut. Banyak yang nggak terima dengan apa yang kita kerjakan. Kita dicecar juga dari medsos,” ucap dia.

Sri Sultan Saragih bersama Raminah Garingging mulai melatih para generasi muda untuk berkesenian. Mereka juga mendatangkan seniman musik Simalungun dari daerah pedalaman.

Saat ini ada 12 penari yang sudah terampil, tiga yang terampil dalam musik dan enam orang lagi sedang berlatih.

Sanggar Rayantara juga terbuka bagi siapa pun yang ingin berkesenian, khusus jam belajar pada Sabtu dan Minggu.

“Kalau dapat income dari aktivitas Sanggar ini belum sama sekali. Kalau ada orderan menari kadang sekali sebulan. Itu pun biaya untuk uang saku anak anak."

"Kadang buat proposal untuk menutup sebagian kebutuhan sanggar,” ucapnya.

Selain mendapat orderan, Sanggar Rayantara ikut pertunjukan seni tingkat nasional semisal Festival Keraton dan pertunjukan seni di tingkat regional.

Baca juga: Menjaga Kesenian Sulsel Ala Mahasiswa di Era Digital

Baru-baru ini, Sri Sultan dan Sanggar Rayantara mementaskan Tortor Nanggurdaha dan Raja Bongkala karya Raminah Garingging pada seremonial Apeksi di Pekanbaru, Riau, Jumat 4 Mei 2024.

Sanggar Rayantara, kata Sultan, menolak untuk ‘ngamen’ agar mendapat uang. Itu merupakan prinsip yang dipegang teguh sampai saat ini.

“Kalau kesan selama berkesian ini, chemistry panggung itu adalah kepuasaan batin. Bisa3-5 hari kita nggak lupa dengan suasana panggung itu. Perasaan kita berpendar pendar,” ucap Sultan.

Upaya menggali kesenian Simalungun

Halaman:


Terkini Lainnya
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Medan
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Medan
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Medan
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Medan
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Medan
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Medan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau