MEDAN, KOMPAS.com - Praktik suap masif terjadi di seleksi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tahun 2023.
Sejumlah kepala sekolah (kepsek) bergerilya mendatangi sekolah-sekolah dan menawarkan biaya masuk seleksi PPPK seperti menjual kacang goreng. Mahar kelulusan yang mereka minta ke para guru honorer berkisar antara Rp 40 juta hingga Rp 80 juta.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Langkat SA dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat ESD diduga menjadi aktor intelektual kasus ini.
Demi memperjuangkan keadilan, 103 guru menggugat hasil seleksi PPPK Langkat 2023 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Mereka menilai, hasil seleksi PPPK Langkat maladministrasi dan harus dibatalkan.
Baca juga: 3 Pejabat Pemkab Langkat Jadi Tersangka Kasus Suap Penerimaan PPPK
Dibantu dua stafnya, Artha dan Gajah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Syahputra tampak berhati-hati menyerahkan tumpukan dokumen ke meja Ketua Majelis Hakim Firdaus Muslim dan dua hakim anggota lainnya, di Ruang Utama PTUN Medan, Rabu (26/6/2024).
Dokumen itu, berisi 121 alat bukti kecurangan seleksi PPPK Langkat 2023. Irvan sempat sesekali, membolak-balik berkas demi memastikan tidak ada alat bukti yang tertinggal.
Penyerahan dokumen itu merupakan bagian dari sidang lanjutan gugatan Aliansi Guru Pejuang PPPK Honorer Langkat yang telah bergulir sejak Maret 2024.
Kala itu, agenda sidang adalah pembuktian dari para penggugat dan tergugat. Penggugat adalah guru honorer yang tidak lolos seleksi dan tergugat ialah Pj Bupati Langkat Faisal Hasrimy dan pihak yang melakukan intervensi atas kelulusan seleksi guru honorer PPPK Langkat.
Dalam proses sidang, LBH selaku kuasa hukum 103 guru honorer, menyerahkan lima video dan satu rekaman suara soal kecurangan seleksi PPPK. Di hadapan majelis hakim, enam alat bukti diperdengarkan.
Salah satu rekaman yang diperdengarkan berisi suara guru bernama Angga yang berbicara dengan RN, kepala Sekolah Dasar (SD) 056017 Tebing Tanjung Selamat, Langkat.
RN sendiri berstatus tersangka suap seleksi PPPK yang sudah ditetapkan Polda Sumut, sejak Maret 2024. Sementara Angga adalah guru honorer yang tidak lolos dan sudah menyetor uang puluhan juta rupiah ke RN.
Dalam rekaman itu, Angga meminta RN mengembalikan uang yang sempat disetorkannya. Pembicaraan Angga dan RN itu terjadi pada 24 Desember 2023 atau 2 hari setelah pengumuman seleksi PPPK Langkat.
“Sabar kenapa? Apa nggak percaya kau sama ibu ? Ibu kan (waktu) ngambil duit sama kalian, bukan sehari dua hari, berhari-hari juga,” ujar RN dalam percakapan di rekaman.
RN lalu menjelaskan, uang suap seleksi PPPK telah diserahkan ke pihak lain untuk meluluskan Angga. Jadi butuh waktu lebih lama baginya untuk meminta uang itu kembali.
“Ibu pulangkan (uangnya). Kalau nggak dipulangkan, pakai duit pribadi pun ada, (ini) kita mintanya bukan sama orang sembarangan, ya pakai waktulah,” kata RN.
Pengacara RN, Togar Lubis, membenarkan rekaman yang diperdengarkan itu adalah suara kliennya. Namun dia membantah RN disebut calo seleksi PPPK Langkat.
Kata dia, RN awalnya diminta lima guru tempatnya bekerja termasuk Angga, untuk mengurus seleksi PPPK Langkat 2023. Kelima guru itu masing-masing menyerahkan Rp 40 juta ke RN.
Alasan RN menerima uang tersebut karena tidak enak hati menolak. Lalu RN menyimpan uangnya di Bank BRI. Setelah pengumuman keluar, satu orang lulus seleksi PPPK, sementara empat lainnya gagal, termasuk Angga.
Kemudian Angga didesak temannya yang tidak lulus untuk meminta uang mereka dikembalikan. Karena saat itu akhir Desember, RN mengaku uangnya sulit diambil di bank.
Togar menerangkan rekaman tersebut akhirnya beredar lantaran Angga diminta 3 temannya untuk menagih uang yang sempat mereka setorkan ke RN.
Angga lalu merekam isi pembicaraannya dengan RN dan menyerahkan hasil rekaman ke temannya agar mereka percaya bahwa Angga telah menghubungi RN.
"Eh (sama temannya) dimasukkan orang itu di Youtube," ujar Togar saat diwawancarai di PTUN Medan, Rabu (17/7/2024).
Togar juga mengklaim uang lima guru honorer tersebut sudah dikembalikan. Keterangan
Togar berbeda dengan hasil penyidikan di Polda Sumut. Polisi justru menyebut RN memang menerima suap dari para guru honor tersebut.
Bahkan rekaman percakapan RN dan Angga itu dijadikan bukti penetapan tersangka oleh pihak kepolisian.
"Ibu R (RN) ini ada menerima uang (suap) dari 6 guru, jumlahnya puluhan juta," ujar Kanit III Tipikor Polda Sumut, Kompol Rismanto J Purba, di Polda Sumut, Rabu (24/7/2024)
Aktor intelektual kecurangan seleksi PPPK Langkat ini diduga melibatkan Kadisdik Langkat SA, Kepala BKD Langkat ESD dan Kasi Kesiswaan Bidang SD Disdik Langkat AS.
Ketiganya sudah ditetapkan menjadi tersangka korupsi kasus PPPK Langkat oleh Polda Sumut, Rabu (5/9/2024) atau setelah 9 bulan kasus ini dilaporkan ke Polda Sumut.
Dari penelusuran Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Sumut, peran SA dalam kasus ini paling mencolok. Sebelum pengumuman seleksi PPPK Langkat, 19 September 2023, dia diduga bekerjasama dengan beberapa kepsek yang menawarkan biaya kelulusan seleksi PPPK Langkat 2023 ke guru honorer.
Aw, kepala SDN 055975 Pancur Ido, diduga menjadi salah satu kepsek yang manjadi kaki tangan SA. Aw pun telah ditetapkan menjadi tersangka pada Maret 2024.
Polisi juga telah menemukan bukti AW menerima suap puluhan juta rupiah dari 22 guru honorer. Aliran dananya diduga juga masuk ke kantong SA. Proses penyidikan masih terus dilakukan.
"Itu sudah masuk ruang pembuktian,'' ujar Kanit III Tipikor Polda Sumut, Kompol Rismanto J Purba, Rabu (24/7/2024).
Baca juga: Mantan Bupati Batubara Zahir Ditangkap Terkait Kasus Suap Seleksi PPPK
Di kalangan guru honorer sendiri Aw dikenal sosok yang getol mendatangi guru honorer di sejumlah sekolah di Kecamatan Salapian. Dia menawarkan jasa dan bisa mengurus kelulusan seleksi PPPK Langkat.
Bayangkan saja, seleksi PPPK baru diumumkan September 2023, tapi sejak Februari 2023 Aw bergerilya dari satu sekolah ke sekolah menawarkan jasanya.
"Nawar nawarin, macam kacang goreng, cuma saya masih ragu, terus dia bilang kalau nggak diurus (PPPK) nanti nggak lulus," ujar salah satu guru honorer PPPK Langkat yang enggan disebut namanya, Selasa (16/7/2024).
Awalnya, ia tidak ingin memberi uang suap ke Aw. Namun dia mendapat masukan dari temannya bahwa Aw berpengalaman meluluskan guru di seleksi PPPK. Tiga bulan berselang terjadi kesepakatan antara guru honorer tersebut dengan Aw.
Mulanya Aw meminta mahar Rp 50 juta. Guru honorer itu pun menyetujuinya. Sebagai bukti kesepakatan, ia membayar uang muka Rp 10 juta pada Mei 2023. Bukti uang muka itu ditulis di kuitansi sebagai tanda kesepakatan.
Tetapi dalam kuitansi itu tertulis bukti pembayaran utang ke Aw.
"'Untuk pembayaran sebagai utang Pak Aw Spd KA.SD 053975' tertulis di narasi kuitansi," katanya.
Cara itu adalah trik yang dilakukan Aw demi mengantisipasi adanya delik hukum.
Guru honorer itu kemudian mencicil pembayaran ke Aw hingga akhirnya lunas Rp 50 juta. Setelah itu, menjelang pengumuman kelulusan, Aw kembali meminta uang tambahan Rp 30 juta lagi.
Alasannya, persaingan PPPK Langkat semakin ketat. Jadi demi memastikan kelulusan, ia harus membayar uang lebih besar dari guru lain. Guru honorer itu pun menyanggupinya.
Kendati demikian, saat pengumuman hasil seleksi, guru honorer tersebut tetap tidak lulus. Aw lalu mengembalikan uang suap itu ke guru tersebut.
Meskipun begitu, ia sempat menyaksikan teman-temannya lulus karena membayar ke Aw. Total dari yang diketahuinya ada 15 orang.
"Saya sempat lihat buku catatannya, saya lihat ada 35 orang yang diurusnya, ramai, yang lulus itu ada 15-an, salah satu kawan saya mengajar, lulus sama dia," ujarnya.
Menurut perempuan itu, Aw tidak mengurus ujiannya karena mengira nilainya sudah bagus. Diketahui guru honorer tersebut menduduki peringkat 300 untuk nilai Computer Assisted Test (CAT). Sementara kuota yang diterima untuk guru SD sebanyak 415 orang.
"Tapi setelah mengikuti SKTT (seleksi kompetensi teknis tambahan) saya ranking 403. Saya tidak lulus karena dari 415 itu 15 di antaranya diperuntukkan disabilitas," ujarnya.
Ia menduga, Aw sengaja tidak mengurus proses seleksinya agar bila guru honorer itu lulus dengan seleksi murni, maka Aw tidak perlu menyetor lagi ke Kadisdik Langkat SA.
Hal tidak jauh berbeda juga disampaikan saksi guru SD lainnya. Salah seorang guru SD di Kecamatan Tanjung Pura, Langkat, sempat diperiksa di Polda Sumut pada Juli 2024. Kepada penyidik, guru SD itu mengaku bukan hanya kepala sekolah yang terlibat kasus suap ini, tetapi juga pejabat Disdik Langkat berinisial RN.