KOMPAS.com - Satgas Covid-19 Sumatera Utara (Sumut) ikut buka suara soal terungkapnya kasus alat rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu.
Seperti diketahui, stik brush yang digunakan untuk melakukan swab antigen bagi calon penumpang pesawat, dicuci oleh para tersangka menggunakan alkohol 75 persen.
Stik itu kemudian didaur dan dikemas ulang, lalu digunakan lagi kepada calon penumpang.
Ahli dari Satgas Covid-19 Sumut, Benni Satria, menegaskan, apa yang dilakukan oleh para tersangka menyalahi aturan.
Berdasar rujukan dari Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. 3602 Tahun 2021 sebagai pengganti KMK 446 tahun 2021, yang boleh dilakukan disinfeksi dan daur ulang adalah gaun atau hazmat serta botol kaca untuk reagensia.
Benni menjelaskan, stik swab termasuk dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Stik swab itu terindikasi mengandung virus dan beberapa literatur virus tak bisa dimusnahkan dengan cara pencucian. Dan itu akan menimbulkan wabah kegawatdaruratan. Dari situ prosedurnya (daur ulang) sudah tak dapat dibenarkan dan bisa melakukan pengembangan lain terkait dengan surat keterangan," tuturnya dalam konferensi pers di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumut, Rabu (29/4/2021) sore.
Baca juga: Jual Alat Rapid Test Bekas di Bandara Kualanamu, Para Pelaku Raup Rp 1,8 Miliar
Juru Bicara Satgas Covid-19 Sumut dr. Aris Yudhariansyah menyampaikan, terdapat dua bagian dalam alat rapid test antigen, yaitu cangkang dan alat pengambil swab yang disebut dakron.
Cangkang adalah alat berwarna putih yang terdapat garis I dan II. Benni tak yakin cangkang bisa dipakai berulang kali.
"Tapi, kalau dakronnya (yang didaur ulang), setelah digunakan ke dalam hidung atau mulut orang, sudah itu dicuci terus digunakan lagi, wah saya tak bisa membayangkan kacaunya seperti apa tindakan seperti itu," ucapnya.
Saat ditanyai apakah hal tersebut dikhawatirkan bisa memicu tingkat penularan yang besar, jawaban Aris singkat.
"Wah, gimana kalau habis masuk hidung bapak terus pindah ke hidung orang lain, gimana lagi," ungkapnya.
Kapolda Sumut Irjen Pol. RZ. Panca Putra Simanjuntak mengatakan, para tersangka telah beraksi sejak Desember 2020.
Dalam sehari petugas tes swab antigen di Bandara Kualanamu ini diperkirakan melayani 100-200 penumpang.
Menurut perhitungan Panca, jika selama 3 bulan ada 100 orang yang melakukan tes swab antigen tiap harinya, maka ada 9.000 penumpang yang diduga tedampak pemakaian alat tes antigen bekas.
Baca juga: Terbongkar, Ini Peran 5 Pelaku Kasus Alat Rapid Test Bekas di Bandara Kualanamu
"Seperti itu. Masih terus didalami, audit. Kita dalami hasil daur ulang untuk siapa saja. Siapa pun yang terlibat, kalau pihak perusahaan mengetahui tindak pidana tersebut. Berapa laporan ke perusahaan dan yang tidak, dan lain sebagainya, kita dalami,” tuturnya.
Aksi ini diduga meraup keuntungan hingga Rp 1,8 miliar.
"Menggunakan stik swab bekas dan didaur ulang mendapatkan keuntungan. Tadi kan masih hitung ni, kita hitung dari Desember, perkiraan Rp 1,8 (M) sudah masuk yang bersangkutan. Tapi kita dalami. Yang jelas ini barang buktinya ada Rp 149 juta dari tangan tersangka," bebernya.
Baca juga: Kronologi Lengkap Kasus Penggunaan Alat Rapid Test Bekas di Bandara Kualanamu
Dari terungkapnya kasus alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu ini, polisi menetapkan lima tersangka. Salah satunya adalah PC, Business Manager PT Kimia Farma Medan.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Medan, Dewantoro | Editor: Aprillia Ika, Farid Assifa)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.