Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ginting, "Pelukis Sampah" yang Karyanya Diminati Orang Asing, di Indonesia Malah Tak Laku

Kompas.com - 04/01/2022, 06:09 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

 

Proses pembuatan lukisan sampah plastik dimulai dari mengumpulkan, membersihkan dan mengeringkan. Kemudian memotong-motong menjadi beberapa potongan lalu menempelkannya di kanvas yang sudah disketsaMei Leandha/Kompas.com Proses pembuatan lukisan sampah plastik dimulai dari mengumpulkan, membersihkan dan mengeringkan. Kemudian memotong-motong menjadi beberapa potongan lalu menempelkannya di kanvas yang sudah disketsa

Kalau untuk membuat rumah, tidak dipilih-pilih kecuali sampah medis. Alasannya, sampah medis tidak boleh ditangani per-individu, harus ada izin, masker sekali pakai termasuk sampah medis.

"Sebenarnya kalau mau dikelola, semuanya bisa, apa saja termasuk puntung rokok. Tapi kita tidak dibolehkan menangani sampah medis. Jadi ya, sebenarnya itu tanggung jawab dinas kesehatan, tapi tidak ditangani juga," kata Edy dengan nada kesal.

Kresek untuk lukisannya, didapat dengan mencari sendiri, tanpa pengepul atau pemasok. Dia kumpul, bersihkan, steril dan keringkan.

Kemudian memotong-motong menjadi beberapa potongan lalu menempelkannya di atas kanvas yang sudah disketsa. Untuk satu lukisan, Edy tidak bisa menyebut berapa asoy yang dibutuhkan.

Sebelumnya, Edy pernah bereksperimen dengan lumpur, ampas kopi, bumbu dapur, daun dan banyak lagi.

Kantong kresek juga sebentar lagi akan ditinggalkan, kembali melakukan uji coba dengan bahan baru namun tetap dari sampah juga. Tujuannya supaya masyarakat mengetahui bahwa tidak hanya kresek yang bermanfaat.

Lukis Suga dan Jin

Ditanya berapa total lukisan kantong kreseknya, Edy mengaku lupa. Untuk yang di Indonesia, katanya masih bisa dihitung karena tersimpan di akun TikTok @edy_art_studio.

Cerita mengalir ke alasannya memilih jaringan sosial dan platform video musik ini.

Kebetulan, di November 2020 ada kompetisi memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diadakan TikTok. Saat itu Edy berada di Sulawesi Tengah. Untuk mengikuti lomba, mau tak mau wajib mengunduh aplikasi. Usai lomba, dia me-nina bobok-kan konten.

Dari Sulawesi, Edy bertolak ke Jakarta. Iseng-iseng, ia meng-upload lima video, hasilnya tembus tiga juta viewer, booming dan viral. Dampaknya, undangan pertama datang ke acara Obrowlan Manis (Brownis) di Trans TV. Menyusul undangan dari Rizky Billar dan Ruben Onsu.

Kebetulan lagi, Edy menjadi pemenang di dua kompetensi yaitu Hari Lingkungan 2021 dan KPK Film Festival Anti Korupsi. Tampangnya wara-wiri di layar tipi, namanya jadi perbincangan.

Tiba-tiba, dua orang Army atau penggemar Bangtan Boys (BTS), grup vokal pria asal Korea Selatan memesan dua lukisan wajah idolanya yaitu Min Yoon Gi (Suga) dan Kim Soek Jin (Jin).

Edy menyanggupi dengan memberi harga Rp 3 juta untuk satu lukisan dan memposting video pembuatannya yang seketika viral mencapai 2,5 juta penonton.

Sempat mendapat hujatan netizen yang menuding Edy menyindir dan menghina idola mereka karena melukisnya menggunakan sampah.

Netizen lain tak diam, begitu juga Edy, ia membuat video klarifikasi yang ditonton 10 juta orang dalam satu hari penayangan. Mulai dari sini, pesanan lukisannya membludak mulai kartunis, selebritas sampai orang-orang terkenal luar dan dalam negeri.

Edy mengaku tidak ada kesulitan menggambar dua personel boyband beraliran hip-hop ini.

Justru, kesulitan terbesar saat mengumpulkan kresek karena perlu kesiapan mental yaitu harus siap menerima usiran, hinaan dan direndahkan.

Pria berambut panjang ini memilih mengerjakan sendiri plastik-plastik yang dibutuhkannya dari tempat-tempat pembuangan sampah, parit, selokan yang bau, kotor dan menjijikkan.

"Pertama karena aku suka. Kedua, ini tugas ku. Tapi kalau di Indonesia, lebih keren yang membuang sampah sembarang ketimbang yang mengumpulkan sampah," katanya.

Ingatan tentang Tanah Karo dan Medan

Ditanya mengapa tidak berkarya di tanah kelahiran, Edy bilang, malah di Tanah Karo yang susah. Dirinya merasa tidak pernah mendapat kesempatan.

Perasaan ini dialaminya karena ia mengawali aktivitasnya sebagai pendiri tim pencari dan penyelamat yang dikenal dengan SAR Karo Highland.

"Entah kapanlah bisa membuat sesuatu di kampung sendiri," ujar Edy.

Perasaan-perasaan yang berkecamuk inilah yang membuat kakinya melangkah meninggalkan tempat masa kecil. Pikirannya saat itu, ia masih muda, masih mencari jati diri.

"Namanya pelukis di Kota Medan saat itu adalah "nothing", gak ada harganya, gak ada apa-apa, cuma dianggap tukang gambar. Orang lebih suka menyuruh kita menggambar di tembok rumahnya," suaranya terbawa emosi.

Belum lama berlalu, dia mengirim pesan singkat kepada kepala desanya, bertanya apa kontribusi yang dapat diberikan. Tawarannya tidak mendapat jawaban, hanya dibaca saja.

Ia merasa sangat kesulitan untuk membuat suatu di kampungnya sendiri, tidak pernah mendapat jalan walau ditawarkan.

Edy mengambil contoh Festival Bunga dan Buah yang rutin digelar setiap tahun sebelum pandemi Covid-19, tetap belum terbuka jalan untuknya membangun kampung.

Usai berkomunikasi dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno beberapa hari lalu, Edy mengajak kawan-kawannya untuk bersinergi meningkatkan pariwisata di daerah.

Lagi-lagi tidak ada yang menjawab, sampai kepikiran bahwa dirinya tidak laku di tempat asalnya. Muncul asumsi kalau tak mudah mengubah kebiasaan dan karakter Orang Karo. Ini hal yang paling fatal, disusul dengan politik-politik yang tidak jelas.

Edy menyampaikan hal sederhana yang bisa dimulai dari meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk.

Dia mulai sadar memperbaiki alam karena tanpa alam kita tidak akan bisa apa-apa. Kalau semua sudah terdampak bencana, mau tinggal di mana, tanyanya, sebentar lagi mungkin akan tidur di atas sampah kalau tidak mampu mengolahnya.

"Semua objek wisata sekarang penuh sampah, ini yang kami bahas kemarin dengan Pak Sandiaga Uno. Kreativitas tanpa alat pendukung mustahil. Kita harus bersinergi antara pemerintah dan masyarakat. Saya sampaikan begitu karena powerful power itu ada di pemerintah yang bisa menyediakan apa yang diperlukan orang-orang kreatif untuk mengolah sampah ini. Bencana ini tidak semakin kecil, jangan sampai alam yang menegur, baru kita sadar," ungkapnya dengan intonasi suara meninggi.

Pertanyaan terakhir dilontarkan, kapan pulang? Edy menarik nafas.

Katanya ini pertanyaan yang paling susah dijawab.

Beberapa waktu lalu, Edy sempat berencana untuk benar-benar menetap di Medan. Kenapa Kota Medan? Karena ia sudah tidak mempunyai tanah lagi di Tanah Karo.

Rumahnya di Stabat, Kecamatan Sicanggang, Kabupaten Langkat. Dia memilih tanah Melayu ini gara-gara hobi mengail ikan. Ia membeli tanah, membudidayakan ikan, udang dan beternak.

"Kalau pulang, ya ke Stabat, tidak ke Berastagi lagi. Sudah 20 tahun lebih aku di luar, masih bertanya-tanya apa kontribusi ku untuk kampung sendiri," kata pemilik KTP Kabupaten Buol ini.

Soal KTP-nya, ada cerita menarik. Setiap berpindah domisili, Edy langsung mengurus administrasi kependudukan. Pasalnya, setiap melakukan kegiatan di daerah orang, terkesan dianggap lancang karena ada yang lebih pantas mengerjakannya.

"Hei, di sini juga ada pemerintahan, kenapa kamu yang berbuat? Kamu siapa? Padahal musuh sebenarnya adalah pemerintah, makanya harus menyelamatkan hal-hal yang sensitif ini," imbuhnya.

Edy mengawali aktivitasnya dengan kesakitan dan tudingan, jauh dari jangkauan media. Ketika masuk ke desa orang, sering dikira membawa muatan-muatan politik, dikatai teroris, bahkan ISIS.

Saat di Buol, ia hampir terbunuh sewaktu mendatangi kawasan pesisir. Dia mendapat mandat mewakili Sulawesi untuk berbicara dengan mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti soal tangkapan nelayan tradisional terus berkurang akibat pukat cantrang, bom atau potasium.

Baca juga: Banjir di Rokan Hulu Sisakan Lumpur dan Sampah Plastik, Anggota TNI dan Polri Diterjunkan Bantu Pembersihan

Usai pertemuan, Edy diberi nomor ponsel Susi untuk berkoordinasi. Tugas yang diemban adalah mendokumentasikan aktivitas-aktifitas ilegal yang terjadi di laut.

Edy menggalang gerakan penyelamatan terumbu karang dan mengumpulkan sampah yang memenuhi laut. Rupanya, ada dinas yang tidak suka kinerjanya, menyuruh preman menghabisi nyawa. Saat sedang asyik mengumpulkan sampah di tengah laut, kapal yang cuma berisi Edy dan seorang temannya dicegat. Sigap, Edy mengirim tanda bahaya yang diterima kapal patroli Angkatan Laut.

"Itulah yang menyelamatkan kami... Selama 21 tahun ini, 11 kali aku dijemput polisi, menginap semalam atau dua malam di sel. Membuat perbaikan di Indonesia tidak mudah," ucapnya mengakhiri percakapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Internasional Bandara Silangit Dicabut, Ini Dampaknya Bagi Danau Toba

Status Internasional Bandara Silangit Dicabut, Ini Dampaknya Bagi Danau Toba

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Selasa 30 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Selasa 30 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Medan
Anggota Polda Sumut Pelaku KDRT Istrinya yang Sedang Hamil Jadi Tersangka

Anggota Polda Sumut Pelaku KDRT Istrinya yang Sedang Hamil Jadi Tersangka

Medan
Kemenag Sumut: Kesiapan Pemberangkatan Jemaah Haji Sudah 90 Persen

Kemenag Sumut: Kesiapan Pemberangkatan Jemaah Haji Sudah 90 Persen

Medan
Nasdem Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Sumut

Nasdem Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Sumut

Medan
Perjalanan Kasus Tewasnya Siswa SMK di Nias yang Diduga Dianiaya, Kepsek Jadi Tersangka

Perjalanan Kasus Tewasnya Siswa SMK di Nias yang Diduga Dianiaya, Kepsek Jadi Tersangka

Medan
Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Medan
Sederet Fakta Kasus Kepsek Aniaya Siswa SMK di Nias Selatan hingga Tewas

Sederet Fakta Kasus Kepsek Aniaya Siswa SMK di Nias Selatan hingga Tewas

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Medan
Aksi Pria di Medan Ngaku TNI Berpangkat Mayjen, Palsukan Status Pekerjaan di KTP

Aksi Pria di Medan Ngaku TNI Berpangkat Mayjen, Palsukan Status Pekerjaan di KTP

Medan
Diduga Hendak Merampok Pengendara Mobil di Sumut, 6 Oknum 'Debt Collector' Ditangkap

Diduga Hendak Merampok Pengendara Mobil di Sumut, 6 Oknum "Debt Collector" Ditangkap

Medan
Soal Kansnya Lawan Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut, Ijeck: Kita Bersaing secara Sehat

Soal Kansnya Lawan Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut, Ijeck: Kita Bersaing secara Sehat

Medan
Kepsek di Nias yang Diduga Aniaya Siswa sampai Tewas Ditahan

Kepsek di Nias yang Diduga Aniaya Siswa sampai Tewas Ditahan

Medan
Soal Rekomendasi Golkar untuk Bobby di Pilkada Sumut, Ijeck: Saya Tegak Lurus atas Perintah Partai

Soal Rekomendasi Golkar untuk Bobby di Pilkada Sumut, Ijeck: Saya Tegak Lurus atas Perintah Partai

Medan
Kabel Gardu PLN di Siantar Dicuri, Pelaku Pakai Atribut Teknisi Saat Beraksi

Kabel Gardu PLN di Siantar Dicuri, Pelaku Pakai Atribut Teknisi Saat Beraksi

Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com