Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ginting, "Pelukis Sampah" yang Karyanya Diminati Orang Asing, di Indonesia Malah Tak Laku

Kompas.com - 04/01/2022, 06:09 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

 

Sejak tahun 2000, Edy memilih meninggalkan kampung halaman, lalu hidup nomaden.

Tiga tahun belakang, ia berkegiatan di Desa Taat, Kecamatan Gadung, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Setelah itu ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sampai saat ini di Jakarta.

"Kalau tidak berpindah-pindah, kita tidak menyebarkan apa yang bisa kita buat. Jika di suatu daerah ada masyarakat sekitar yang sudah mampu melanjutkan kegiatan, berarti saya harus pindah, mencari tempat lain lagi," ucapnya.

Uang hasil lukisan pesanan dihabiskan untuk membeli buku, sepatu, tas dan lainnya.

Tujuannya membantu dan mengedukasi anak-anak pedalaman, termasuk di Tanah Karo Simalem.

Di Karo, Edy menyisihkan uangnya untuk korban erupsi Gunung Sinabung.

"Di daerah Singalor Lau, masyarakat membuka jungle class sehingga perlu di-support buku bacaan, buku tulis, buku gambar, apa saja yang penting terkait edukas," ucapnya.

Edy ikhlas menyumbang karena beranggapan apa yang didapatnya adalah milik mereka yang membutuhkan.

"Kalau dibilang ingin nggak punya mobil mewah? Ingin... Sebenarnya pengen simpan itu semua uang. Tapi kenyataannya, ketika pergi ke suatu daerah, ada orang yang beli pensil saja tidak bisa. Kira-kira ke mana semua yang tajir-tarir, yang punya tupoksi mengurusi pendidikan di Indonesia, ke mana semua?," ucap Edy miris.

"Sebagai manusia, ya otomatis kita miris. Saya dulu sekolah di pedalaman, harus jalan kaki. Aku ngerasain benar-benar, bertahun-tahun jalan kali, pulang-pergi setiap hari 20 kilo untuk bisa sekolah," cerocosnya.

Edy mengaku tidak suka sekolah, maksudnya sistem pendidikan dengan kurikulum. Murid-murid dipaksa menelan semua pelajaran di waktu yang bersamaan.

Menurutnya, inilah yang membuat sulit mendapat seorang ahli di Indonesia karena tidak pernah diberi kebebasan untuk fokus di bidangnya. Kebebasan inilah yang membuat ia harus berpindah-pindah sekolah.

"Aku tetap berdiri di bidangku walaupun guru mau pecat, terserah. Pada akhirnya, aku merasa sudah tidak lagi menjadi manusia di Medan, apapun yang aku tahu tidak ada gunanya. Tahun 2000, aku ke Bali," kata dia.

Perjalan melukis dari sampah

Di Pulau Dewata, Edy bertemu orang-orang yang bergerak di bidang penyelamatan lingkungan seperti Navicula dan Jerinx SID.

Mereka berkolaborasi melakukan gerakan bersama, para artis dengan lagu-lagu yang mereka ciptakan, Edy lewat lukisan yang merupakan basic-nya.

Sebelum melukis, ia lebih dulu membuat rumah dari segala jenis sampah seperti pembalut wanita dan popok bayi. Rumah-rumah buatannya berada di Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, Wamena dan Halmahera Utara, digunakan sebagai tempat belajar dan berkreasi. Sayang, tidak terpublikasi.

Penggunaan sampah menjadi lukisan mulai benar-benar dilakukannya pada 2000-an.

Dia aktif di kegiatan penyelamatan lingkungan, terutama dalam hal mengolah limbah plastik, edukasi anak-anak pedalaman, pertanian organik, dan home industry.

Lukisan menjadi alat kampanye dan edukasi bahwa sampah berguna untuk banyak hal, mulai dari rumah, patung sampai beton. Melukis dengan limbah plastik agar banyak yang melihat dan terinspirasi melakukan hal yang sama.

"Mana tahu dengan semakin banyak orang yang mengolah sampah, bisa jadi sumber pendapatan, seperti tujuan ku," ucapnya.

Sampah yang digunakan Edy adalah kantong kresek atau asoy sebab lebih transparan sehingga lebih mudah menggradasikan warna. Bungkus deterjen atau sejenisnya bisa dipakai, namun hasilnya akan seperti siluet.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2.801 Kursi di USU Diperebutkan 37.169 Peserta UTBK-SNBT

2.801 Kursi di USU Diperebutkan 37.169 Peserta UTBK-SNBT

Medan
Bandara Silangit Ternyata Sudah Tak Layani Penerbangan Internasional sejak Pandemi Covid-19

Bandara Silangit Ternyata Sudah Tak Layani Penerbangan Internasional sejak Pandemi Covid-19

Medan
Status Internasional Bandara Silangit Dicabut, Ini Dampaknya bagi Danau Toba

Status Internasional Bandara Silangit Dicabut, Ini Dampaknya bagi Danau Toba

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Selasa 30 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Selasa 30 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Medan
Anggota Polda Sumut Pelaku KDRT Istrinya yang Sedang Hamil Jadi Tersangka

Anggota Polda Sumut Pelaku KDRT Istrinya yang Sedang Hamil Jadi Tersangka

Medan
Kemenag Sumut: Kesiapan Pemberangkatan Jemaah Haji Sudah 90 Persen

Kemenag Sumut: Kesiapan Pemberangkatan Jemaah Haji Sudah 90 Persen

Medan
Nasdem Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Sumut

Nasdem Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Sumut

Medan
Perjalanan Kasus Tewasnya Siswa SMK di Nias yang Diduga Dianiaya, Kepsek Jadi Tersangka

Perjalanan Kasus Tewasnya Siswa SMK di Nias yang Diduga Dianiaya, Kepsek Jadi Tersangka

Medan
Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Medan
Sederet Fakta Kasus Kepsek Aniaya Siswa SMK di Nias Selatan hingga Tewas

Sederet Fakta Kasus Kepsek Aniaya Siswa SMK di Nias Selatan hingga Tewas

Medan
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Medan
Aksi Pria di Medan Ngaku TNI Berpangkat Mayjen, Palsukan Status Pekerjaan di KTP

Aksi Pria di Medan Ngaku TNI Berpangkat Mayjen, Palsukan Status Pekerjaan di KTP

Medan
Diduga Hendak Merampok Pengendara Mobil di Sumut, 6 Oknum 'Debt Collector' Ditangkap

Diduga Hendak Merampok Pengendara Mobil di Sumut, 6 Oknum "Debt Collector" Ditangkap

Medan
Soal Kansnya Lawan Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut, Ijeck: Kita Bersaing secara Sehat

Soal Kansnya Lawan Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut, Ijeck: Kita Bersaing secara Sehat

Medan
Kepsek di Nias yang Diduga Aniaya Siswa sampai Tewas Ditahan

Kepsek di Nias yang Diduga Aniaya Siswa sampai Tewas Ditahan

Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com