Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga Sawit Belum Dirasa Cukup, Pemilik Kebun Sampai Mau Potong Semua Pohon

Kompas.com, 29 Juli 2022, 22:41 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Harga Tandan Buah Segar (TBS) petani mulai merangkak naik.

PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada Kamis (28/7/2022) mencatat tender harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) naik menjadi Rp 9.825 per kilogram, naik sekitar Rp 400 per kilogram, dibanding satu hari sebelumnya dengan Rp 9.425.

Apakah kenaikan ini sudah sampai ke petani? Bangkit Keliat (58) warga Kompleks Kejaksaan, Kota Medan, membenarkan ada kenaikan harga, tapi masih dirasa sangat rendah.

"Percumanya sama kita, enggak dapat apa-apa. Kemarin Rp 1.000 pernah, Rp 800 kira-kira tiga minggu yang lalu. Kalau kita hitung-hitung hasil dari Rp 800 itu, untuk panen saja habis kira-kira Rp 500, sisanya untuk perawatan. Upahnya per batang kira-kira Rp 3.000, belum lagi pupuknya, pupuk pun aduh..." keluh petani yang memiliki kebun sawit seluas 10 hektar ini.

Baca juga: Pemerintah Hapus Pungutan Ekspor CPO, Harga TBS Sawit Hanya Naik Rp 250 Per Kg

Saat harga kepala sawit anjlok, pupuk subsidi menghilang. Harga pupuk nonsubsidi pun menjulang.

Pupuk adalah investasi terbesar yang dikeluarkan dalam budidaya sawit, sekitar 20-25 persen dari total biaya produksi.

"Ampun kita, susah kali dapatnya. Kalau dapat satu sak, 50 kilogram, harganya hampir Rp 1 juta. Hancur kali pokoknya, utang-utang pun sudah tak terbayar lagi. Ada petani dekat kebun kita, waktu harga sawit Rp 2.000, masih enak dia ambil Pajero, masih bisa nyicil. Sekarang, jangankan nyicil, untuk makannya aja dia susah karena Rp 1.000 lebih sekarang ini. Kalaupun Rp 1.500, masih pas-pasan untuk kepala dua ke atas," cerocos Bangkit.

Disinggung kalau harga saat itu sudah bergerak menuju Rp 1.500-an, kata Keliat, di kebunnya kawasan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, harga masih jauh tertinggal.

Apalagi lokasi kebunnya di pedalaman, jauh dari akses jalan sehingga harus mengeluarkan ongkos angkut sekitar Rp 350 per kilogram.

"Daerah pedalaman masih di bawah Rp 1.000, kalau ada yang Rp 1.900, mungkin dia mengambilnya di pabrik. Kitakan jualnya ke agen, jadi agen itu, masih biaya transportasinya, penyusutan, upah buruh," sebutnya.

Baca juga: Harga TBS Sawit Menukik Tajam, Harga Pupuk Melambung Tinggi, Petani Menjerit

Namun, keadaan itu tidak membuat Bangkit sampai mengurangi pekerjanya karena jumlahnya sudah sesuai kebutuhan.

Terlebih, harus ada orang yang menjaga kebun agar buah kelapa sawitnya tidak dicuri.

Selain itu, harus tetap ada orang membersihkan pelepah, rumput, dan parit. Jika tidak dibersihkan, katanya, malah semakin membuat mahal biaya perawatan nantinya.

Dalam sebulan, biaya perawatan yang dikeluarkan sampai Rp 1 juta.

"Jadi kalau harga masih di bawah Rp 1.500, betul-betul hancur petani sawit. Saya saja sudah berencana kalau situasi ini lebih lama, saya tebang semua, ganti buah-buahan. Sudah saya beli gergaji mesin, enggak tahu lagi. Diajukan ke bank pun, mana mau bank kayak gini," sebutnya.

Pensiunan karyawan swasta nasional ini berharap harga segera naik karena sumber penghasilannya hanya dari sana.

Hasil kebun yang digunakannya menghidupi keluarga dan membeli obat jantungnya yang mahal.

"Harapan kita, ya janganlah sampai begini kali. Tadinya masih bisa makan sedikit yang enak-enak, sekarang sudah enggak berani, terpaksa kencangkan dompet. Nanti anak-anak butuh biaya, susah. Harapkan obat BPJS, enggak mempan, terpaksa beli di luar. Begitulah, kalau harga segitu, tabungan tak punyalah. Baru berapa bulan, sudah hancur kaya gini, enggak tahu lagilah ceritanya ini, yang ada pun dijuali," kata Bangkit dengan suara berat.

Baca juga: Stabilkan Harga TBS, Luhut Sebut Pabrik CPO Milik Pemerintah Bakal Dibangun di Bengkulu

Sekali lagi Bangkit menggantungkan asa supaya harga tidak semakin anjlok dan pupuk gampang didapat.

"Janganlah sudah kaya gini harga sawit, pupuk mahal yang subsidi enggak dapat. Sawit akhirnya mati, enggak keluar bunga lagi. Harapan kita, harganya bisa dibantulah," katanya menutup percakapan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menerima audiensi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) di kediaman resmi Wapres, Jakarta, Kamis (28/07/2022).Dokumentasi/BPMI Setwapres Wakil Presiden Ma'ruf Amin menerima audiensi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) di kediaman resmi Wapres, Jakarta, Kamis (28/07/2022).

Nasionalisme dipertanyakan

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gus Dalhari Harahap baru saja bertemu Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Kamis (28/7/2022).

Dihubungi lewat sambungan telepon, pria yang merangkap Ketua DPW Apkasindo Provinsi Sumut ini menceritakan hasil pertemuannya.

"Kami berharap penetapan harga mengikuti Permendag, cuma regulasinya agak dipercepat, jangan sebulan sekali karena harga Permendag adalah 20 persen Rotterdam, 20 persen dari Kuala Lumpur, 60 persen kita," kata Gus.

Baca juga: Harga TBS Anjlok Rp 500.000, Petani Sawit: Tolong Izinkan Kami Jual ke Malaysia, di Sana Rp 5 Juta

Menurutnya, KPBN mewakili pemerintah, hanya 7 persen dari 100 persen CPO Indonesia.

Pemerintah diminta merevisi harga Permentan menjadi harga Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) karena di Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/KB.120/1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun berdasarkan harga KPBN.

Kenapa harga Kemendag? sebab pungutan dari Kemenkeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-nya berdasarkan Permendag.

"Kenapa harga CPO dan pembentukan harga TBS dari KPB? Itu yang kami tanyakan ke Pak Wapres selaku Plt Pak Presiden. Kami janji diundang Pak Presiden, ternyata Pak Wapres, tapi enggak apa-apalah, tetap disampaikan," ucapnya.

Bawa masalah kesejahteraan petani sawit, DPP Apkasindo temui Wakil Presiden Ma'ruf Amin di rumah dinasnya, Kamis (28/7/2022)Apkasindo Bawa masalah kesejahteraan petani sawit, DPP Apkasindo temui Wakil Presiden Ma'ruf Amin di rumah dinasnya, Kamis (28/7/2022)
Permintaan lain adalah mencabut Domestic Market Obligation (DMO). Ketetapan pungutan yang masa berlakukanya sampai 31 Agustus 2022 ini bisa direlaksasi atau menunggu sampai situasi kembali normal.

"Kami tidak minta nol, ada pungutan tapi yang wajar kalau harga belum stabil. Tapi enggak harus enggak ada pungutan karena itu kan, pendapatan negara, tapi yang wajarlah, tidak seperti kemarin," imbuh dia.

Ditanya dampak yang dialami petani akibat anjloknya harga sawit, Gus menyebutkan, sangat besar.

"Ini anak-anak udah mau kuliah, tidak bisa lagi cuti, HTP kami sejujurnya di Rp 2.000-an. Kalau harganya pecah Rp 1.000, bukan lagi kami enggak mampu, sudah rugi. Bukan lagi berdampak, ya memang sudah matilah," tutur Gus.

Baca juga: Harga TBS Sawit di Jambi Menyedihkan, Anjlok hingga Rp 700 Per Kg

Memakili 400.000 petani sawit di Sumut yang tergabung di Apkasindo, kembali Gus berharap agar harga Permendag menjadi acuan.

Katanya, harga KPBN adalah penawaran pengusaha yang prinsipnya: beli murah jual mahal.

Para pengusaha diharap beritikad baik dalam situasi darurat nasional saat ini, jangan ada lagi perbuatan-perbuatan nakal, bentuk perlawanan atau apa.

Perlu juga pengawasan melekat dari pemerintah dan sanksi hukum yang tegas karena di beberapa regulasi, sanksinya masih bersayap.

Dalam pengawasan, Aparat Penegak Hukum (APH) harusnya terlibat, baik polisi maupun kejaksaan.

"Selama ini tidak ada pengawasan, APH kurang begitu paham tentang sawit. Mereka hanya mengawasi APBD, APBN, itu aja yang tau mereka. Sawit ini, uangnya banyak, mereka terkejut juga bahwa kita devisa terbesar untuk negara tapi perlakuannya dalam tanda kutiplah, semena-mena. Contohnya, pemerintah selama ini tidak pernah mengekspor sawit, yang mengekspor swasta. Berarti kebijakan pemerintah melindungi swasta 100 persen, masa nasionalismenya enggak ada?" ungkap Gus.

Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dicabut, Harga TBS Sawit di Aceh Merangkak Naik

Menjelang Hari Raya Idul Adha lalu, harga TBS di Aceh, Sumut, Riau dan Sumbar anjlok sampai bawah Rp 1.000 perkilogram.

Menjaga harga TBS di tingkat pekebun, pemerintah melalui menteri pertanian pada 30 Juni meminta para kepala daerah di sentra sawit membantu pekebun dengan menginstruksikan pabrik kelapa sawit (PKS) membeli TBS dari pekebun swadaya di harga Rp1.600 per kilogram.

Pemerintah daerah diminta memfasilitasi kemitraan kelembagaan pekebun dengan pabrik.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah 1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ridho Pamungkas mengapresiasi upaya pemerintah tersebut.

Namun di sisi lain, dia tidak menampik kondisi pabrik yang juga kesulitan menjual CPO-nya ke industri karena belum pulihnya perdagangan ke luar negeri.

"Banyak PKS memilih tidak membeli TBS petani karena tangki penampungan CPO telah penuh," ungkapnya.

Harga TBS berdasarkan Dinas Perkebunan terus menurun, per 6 Juli 2022, untuk umur tanaman 10 tahun Rp 1.644 per kilogram.

Akan sulit bagi pabrik memenuhi permintaan pemerintah untuk membeli TBS di harga Rp 1.600 per kilogram.

Pasalnya, tinggi rendahnya harga pembelian TBS dipengaruhi kualitas buah dan rendemen.

"Umumnya, kualitas TBS petani plasma jauh lebih baik dari petani swadaya sehingga harga beli TBS petani swadaya di bawah acuan harga TBS yang dikeluarkan Disbun," kata Ridho.

Baca juga: Harga TBS Sawit di Simalungun Turun Drastis, Petani: Yang Menentukan Harga Agen

Dia menyarankan agar selain dibuat acuan harga pembelian TBS dari petani swadaya, pemerintah juga mengatur harga berdasarkan kualitas buah yang disetor.

Hal ini akan mendorong petani untuk memperbaiki kualitas TBS yang dihasilkan.

Selain dengan pola kemitraan, perlu juga disusun metode atau model penentuan harga TBS yang lebih baik yang dapat menyejahterakan petani sawit swadaya sekaligus menjaga keberlangsungan usaha perusahaan kelapa sawit.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Medan
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Medan
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Medan
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Medan
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Medan
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Medan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Kementerian Kehutanan Ungkap Asal-Usul Pohon yang Terbawa Banjir di Batangtoru, Tapanuli Selatan
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau