Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mayor Dedi Bawa Prajurit TNI Geruduk Mapolrestabes Medan demi Bebaskan Kerabat

Kompas.com - 07/08/2023, 15:45 WIB
David Oliver Purba

Editor

"(Kodam I/Bukit Barisan) bukan pasang badan. Artinya kan si Hasibuan (Mayor Dedi Hasibuan) ini selain keluarga (ARH), juga penasihat hukum dari keluarga. Sementara induknya penasihat hukum dari Pak Hasibuan ini kan Kumdam. Otomatis kalau dia bertindak membantu keluarga, dia harus minta izin kepada Kakumdam sebagai atasannya," kata Rico.

Atas permohonan itu, Kakumdam I/BB kemudian memberikan izin penerbitan surat permohonan penangguhan.

"Nah, bentuk izinnya itu diberikanlah surat penangguhan itu karena kalau beliau yang menuliskan surat penangguhan, itu bukan kapasitasnya, karena dia bagian dari Kumdam," kata Rico.

Meski Kumdam lah yang menerbitkan surat permohonan penangguhan terhadap warga sipil, Rico menegaskan Kodam I/Bukit Barisan bukan pasang badan atau melindungi ARH.

"Jadi bukan pasang badan. Tidak ada istilahnya Kumdam (Hukum Kodam I/Bukit Barisan) membawa pasukan untuk menggeruduk (Polrestabes Medan), tidak ada," kata Rico.

Rico mengatakan, kasus yang dialami ARH sifatnya pribadi.

Soal kehadiran Dedi bersama sejumlah anggotanya, itu juga merupakan sikap pribadi dari yang bersangkutan.

Disinggung lebih lanjut apakah boleh anggota Kodam I/Bukit Barisan mendampingi warga sipil yang terjerat kasus pidana, Rico mengatakan boleh.

Dengan catatan, anggota tersebut harus meminta izin dari atasannya.

Untuk Mayor Dedi, lanjut Rico, dia sudah meminta izin dari Kakumdam I/Bukit Barisan.

Sehingga, setelah izin didapat, maka Mayor Dedi Hasibuan datang ke Mapolrestabes Medan untuk menanyakan dan membahas soal penangguhan ARH.

Tindakan tak terpuji

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, tindakan Mayor Dedi Hasibuan bersama puluhan anggota TNI yang menggeruduk Markas Polrestabes Medan, tidak dibenarkan.

Meutya menyebut apa yang para prajurit TNI itu lakukan tidak terpuji.

"Yang dilakukan tidak benar. Kodam I Bukit Barisan perlu evaluasi diri atas tindakan prajuritnya yang tidak terpuji," ujar Meutya saat dimintai konfirmasi, Senin (7/8/2023).

Meutya pun mendorong ada evaluasi demi perbaikan ke depannya. Dia tak ingin citra TNI jadi rusak.

"Agar kesalahan segelintir kecil ini tidak merusak kepercayaan kepada TNI secara keseluruhan yang saat ini tengah bagus-bagusnya. TNI dan Polri perlu menjaga kekompakan dan komunikasi baik," imbuhnya.

Sementara, Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra menyebut bahwa penggerudukan TNI di Mapolrestabes Medan, sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pasalnya, penggerudukan tersebut bukan hanya sebagai bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, tetapi juga disertai intimidasi dan ancaman.

"Jadi tindakan-tindakan ini merupakan tindakan intimidasi dan mengancam dan menyalahgunakan relasi TNI sebagai alat pertanahan negara, itu bentuk pelanggaran HAM yang jelas," katanya dalam konferensi pers daring, dikutip Kompas.com, Senin (7/8/2023). (Penulis : Singgih Wiryono, Adhyasta Dirgantara|Editor : Diamanty Meiliana, Novianti Setuningsih)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah

 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Didatangi Puluhan TNI Berseragam Lengkap, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Temui Prajurit

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Geruduk Polrestabes Medan Minta Penangguhan Penahanan Tersangka, Mayor Dedi Debat Kasat Reskrim

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com