Sementara itu, beberapa primata yang didatangi pengunjung, menjulurkan tangan dari kawat yang menganga - seperti berharap diberi makan.
Tenda-tenda bekas tempat orang berjualan sudah usang berdebu dan kusut bagian terpalnya.
Cat beberapa bangunan seperti toilet telah mengelotok dan digerayangi lumut. Conblock jalan terburai seperti kepingan puzzle.
Papan informasi satwa dan peringatan bagi pengunjung juga sudah sulit terbaca, luntur karena cuaca dan diabaikan.
Seorang pengunjung, Cyntia, berkunjung ke kebun binatang Medan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lalu. Ia menyampaikan kesan "kurang nyaman“ karena sejumlah tempat "kurang terurus“.
Baca juga: Krisis Keuangan di Medan Zoo Picu 3 Harimau Mati, Karyawan 5 Bulan Tak Digaji
"Hewannya juga kurang bersemangat, lemas-lemas semua,” katanya.
Pengunjung lainnya, Riarti - yang juga sudah bertahun-tahun tak berkunjung ke lokasi wisata ini - mengeluhkan hal serupa. "Sayang kurang rapih. Nggak terurus, banyak sampah-sampahnya.”
"Banyak kandang kosong. Hewannya juga sedikit. Mau lihat singa juga nggak ada. Cuma burung-burung, gajah, harimau, itu saja,” kata Riarti.
The Wildlife Whisperer of Sumatra adalah lembaga pemerhati satwa liar yang sudah beberapa tahun terakhir memantau perkembangan Medan Zoo.
Seorang juru kampanyenya, Arisa Mukharliza, ditemui di Medan Zoo. Dia menilai banyak sarana dan prasarana kebun binatang yang tidak menunjang untuk kesejahteraan satwa.
"Ini sama sekali bukan kebun binatang yang mencerminkan lembaga konservasi, yang menjunjung tinggi nilai konservasi," kata Arisa.
Baca juga: Seekor Harimau Kembali Mati di Medan Zoo, Standar Pengelolaan Disorot
Menurut pihak pengelola, koleksi satwa kebun binatang Medan saat ini berjumlah 116 satwa. Padahal sebelumnya jumlahnya mencapai 255 ekor, seperti dikutip Antara.
Berkurangnya jumlah satwa di kebun binatang yang berada di Kelurahan Simalingkar B, ini sebagian karena dipindahkan. Tapi ada juga kasus kematian yang tak ditampik oleh Manajer Medan Zoo, Pernius Harefa.
“Biasa itu kan, namanya hewan [pasti] mati, tak mungkin hidup terus. Pasti ada. Tapi kita meminimalisir. Kita sedang pelihara binatang [pasti] ada batasan-batasannya,” kata Pernius.
Hal ini termasuk kematian dua harimau sumatra dan satu harimau benggala periode November – Desember 2023.
Baca juga: Harimau di Medan Zoo Mati karena Sakit, Bobby Nasution Janji Perbaiki Pengelolaan
Pernius mengatakan, ketiga harimau tersebut mati karena sakit, bukan kelaparan.
“Faktor sakit ini macam-macam, bukan karena makanan. Kalau saya katakan, kandangnya sudah termasuk tua, sudah tidak layak. Terus kedua, kandangnya lembab,” katanya.
Harimau sumatra yang mati pada November 2023 adalah Erha (11 tahun), disusul seekor harimau benggala bernama Avatar (19 tahun) awal Desember.
Kemudian, harimau sumatra bernama Nurhaliza (9 tahun) yang mati di penghujung Desember 2023.
Pernius mengeklaim pandemi dan persaingan dengan kebun binatang lainnya di Sumatra Utara menjadi faktor Medan Zoo menghadapi masalah krisis keuangan. Tiket dari pengunjung adalah satu-satunya pemasukan.
Sejak masa Covid, biaya operasional disebut Pernius, “mulai tak sanggup lagi untuk kelangsungan kebun binatang ini”. Kebersihan mulai terabaikan, dan fasilitas yang rusak dibiarkan.
“Kita kalah saing. Sementara ini kan belum ada perubahan. Jadi minat pengunjung atau minat masyarakat kemarin sudah mulai berkurang, karena yang kita harapkan dari pengunjung, dari ticketing pemasukan keuangan,” kata Pernius.
Baca juga: Medan Zoo: Jam Buka dan Harga Tiket
Sebagai gambaran, seorang staf kebun binatang berkata, sebelum masa pandemi, pengunjung yang datang bisa mencapai 400 di hari biasa, dan 2.000 di akhir pekan.
Pemasukan sebulan saat masa berjaya itu lebih dari Rp200 juta/bulan.
Uang ini sudah sangat cukup untuk membayar gaji pegawai dan perawatan satwa termasuk kandang, makan dan minumnya.
Tapi sejak pandemi, pengunjung menyusut hampir 10 kali lipat. Pemasukan paling besar hanya Rp30 juta/bulan.
Bisnis wisata satwa ini tekor untuk memenuhi gaji seluruh pegawai yang mencapai Rp60 juta/bulan, serta pakan satwa hingga Rp90 juta/bulan.
Oleh karena itu, pada periode Agustus – November 2023, pihak pengelola harus utang pakan pada pihak pemasok makanan satwa.
“Faktor keuangan ini, nggak ada. [Utang] sampai Rp300 juta,” kata Pernius sambil menambahkan, pihaknya mengembalikan utang tersebut dengan sistem cicilan.
Baca juga: Investasi di Medan Zoo, Raffi Ahmad: Kita Ingin Seperti Pak Jokowi...
Dalam kasus kematian terakhir, harimau sumatra bernama Nurhaliza didiagnosis mengalami masalah kesehatan pernapasan, gangguan ginjal, paru dan hati, kerusakan gigi, serta dehidrasi berat.
“Kalau dari hasil (pemeriksaan) dokter itu kan dia statusnya kemarin infausta. Artinya satu kondisi yang tidak bisa dipulihkan,” kata Rudianto.
Baca juga: Minta Rp 50.000 dari Pengunjung Kebun Binatang Surabaya, 10 Juru Parkir Liar Ditangkap
Dalam keterangan lainnya, Rudianto mengatakan, kematian harimau-harimau ini juga terkait dengan kondisi kebun binatang yang memprihatinkan atau belum memenuhi standar kesejahteraan satwa, seperti fasilitas kandang dan tata kelola lingkungan.